Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ditegaskan DPR, China Nggak Punya Hak Larang Pengeboran Minyak di Natuna

Sabtu, 4 Desember 2021 11:47 WIB
Kapal China Coast Guard. (Foto: Ist)
Kapal China Coast Guard. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Klaim eksplorasi wilayah oleh China yang meminta agar Indonesia menyetop pengeboran minyak dan gas di Natuna sama sekali tidak berdasar dalam hukum internasional.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Anton Sukartono Suratto merespons protes Negeri Tirai Bambu itu terhadap pemerintah Indonesia.

Protes itu meliputi pengeboran minyak dan gas alam di wilayah Laut China Selatan (LCS). Dalam laporan Reuters, pemerintah China mengirimkan surat kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

Pengeboran minyak dan gas alam itu disebut bersinggungan dengan klaim "sembilan garis putus-putus" milik negara pimpinan Xi Jinping tersebut. 

Baca juga : China Protes Pengeboran Minyak Dan Latihan Militer Indonesia Di Natuna

"Tindakan China tersebut dalam hukum internasional dikenal sebagai unilateral claim, yang tidak serta-merta bisa mengikat dan memaksa negara lain untuk mengakuinya karena hukum internasional mengenal apa yang dikatakan sebagai persistent objection atau penolakan secara terus-menerus," kata Anton kepada wartawan, Sabtu (4/12).

Politikus Demokrat ini menjelaskan, Indonesia selalu melakukan persistent objection atau keberatan yang menerus sejak awal dan tidak bergeming dengan sikapnya sampai saat ini.

"Dengan mengemukakan dalih di atas, terimplikasi bahwa China tidak mengakui ZEE Indonesia. Padahal Indonesia telah mengklaim ZEE sejak 1983 melalui UU No 5 Tahun 1983, dan tidak pernah ada keberatan dari China akan hal itu," tegasnya.

Berdasarkan hukum internasional, China telah mengakui klaim Indonesia atas ZEE-nya. Oleh karena itu, menurut Anton, klaim China terkait historical title di Laut China Selatan merupakan hal absurd dan tidak memiliki alas hukum yang sah.

Baca juga : Tahun Depan, Tak Ada Proyek Sumur Resapan Di Jakarta

"Sejak awal berkembangnya hukum laut jelas bahwa laut tidak ada yang memiliki. Lambat laun negara mengklaim laut yang berbatasan dengan daratannya dengan alasan keamanan negara pantai (national security), dimulai dari hanya mengklaim laut teritorial hingga kemudian juga mengklaim zona tambahan, landas kontinen dan ZEE," jelas dia.

Dengan demikian, kata Anton, tidak ada klaim terhadap laut tanpa adanya daratan. Sementara, jarak antara China dan titik terluarnya sangat jauh, melebihi apa yang dimungkinkah oleh hukum laut yang hanya diakui 200 mil laut dari pantai untuk ZEE.

"Jika memang historical title terhadap laut diakui, semua samudra di dunia akan sangat mungkin diklaim oleh Inggris. Itu karena Inggris-lah yang telah menguasai lautan sejak dulu kala," imbuhnya.

Anton menambahkan, untuk menghadapi China yang melakukan test the water, ada dua hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Pertama, menempuh protes diplomatik. Protes diplomatik yang dilakukan dengan keras selama China tetap bertahan dengan klaimnya.

Baca juga : Kominfo Cabut Izin Pita Frekuensi Net Satu Indonesia

"Jika memang nine dash line China bukan klaim wilayah, perlu ada pernyataan secara tertulis mengenai apa yang dimaksudkan oleh China dengan itu, dan bahwa mereka mengakui ZEE Indonesia yang terkena line tersebut," tegas dia.

Sedangkan yang kedua, melakukan patroli berkesinambungan, pemantauan radar yang efektif dan berdaya jangkau tinggi. Bila memungkinkan, lanjut Anton, pemerintah bisa membangun pangkalan TNI AL di daerah terdekat.

Anton mengingatkan, sebagai peserta UNCLOS 1982 sejak 1996, klaim sepihak China mengenai nine dash line tidak diakui keberadaannya oleh dunia Internasional. Ia meminta China menghormati hak berdaulat dan kedaulatan Indonesia.

"Jika ingin berdaulat di laut, Indonesia harus bisa tegas terhadap semua pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat di lautnya, termasuk terhadap tindakan semena-mena China," tutup Anton. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.