Dark/Light Mode

Baleg Usulkan Besaran DMO Masuk Dalam Norma RUU EBT

Jumat, 18 Maret 2022 09:11 WIB
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas. (Foto: Istimewa)
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, Sidang Inter Parliamentary Union (IPU) ke-144 di Nusa Dua, Bali, 20-24 Maret 2022 mendatang, dapat menjadi kesempatan bagi Parlemen Indonesia.

Khususnya Komisi VII DPR untuk memproklamirkan bahwa Indonesia sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) dalam rangka turut serta dalam program energi bersih di dunia.  

"Ada beberapa hal yang memang perlu menjadi catatan bagi Baleg dan sudah terakomodasi (dalam draf RUU EBT). Kita mempunyai sebuah pengalaman yang bukan untuk pertama kalinya, kita menjadi negara penghasil batu bara terbesar di dunia. Tetapi kadangkala kita mengalami kelangkaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dalam negeri, di samping juga soal kelangkaan minyak goreng. Karena terjadi disparitas harga yang begitu jauh antara price didalam negeri dengan harga batu bara acauan internasional," ucap Supratman dalam Rapat Pleno RUU EBT, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3).  

Oleh karena itu, tambah politisi Partai Gerindra tersebut, lewat harmonisasi RUU EBT ini, Baleg DPR mengusulkan kepada pengusul (Komisi VII DPR) supaya besaran Domestic Market Obligation (DMO) maupun price-nya juga masuk di dalam norma undang-undang.

Baca juga : Puteri Anetta Akan Beberkan Tantangan Perempuan Indonesia

Terkait dengan pemanfaatan diesel untuk pembangkit yang sekarang ini masih cukup besar, walaupun sebarannya hampir ada di seluruh Indonesia terutama di luar Jawa.

"Di pertemuan awal kita sudah sepakat bahwa sedapat mungkin ini bisa kita kurangi. Kalau kita setujui maka di tahun 2024 adalah akhir penggunaan diesel dari seluruh pembangkit yang sekarang ini dijalankan oleh PLN. Kalau ini bisa berhasil maka kita bisa melakukan penghematan yang cukup besar dari subsidi APBN kita kira-kira di angka sekitar Rp 20 triliun," katanya.

Pihaknya bersyukur PLN sudah melakukan upaya itu. Hampir 200 Mega Watt sudah lelang salah satunya adalah untuk mengganti ini. "Kita optimistis, mudah-mudahan di tahun 2024 pemerintah juga punya komitmen," sambung Supratman.  

Dikatakan Anggota Komisi VI DPR tersebut, hal yang juga perlu menjadi perhatian yakni terkait dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk industri yang menyelenggarakan usaha di bidang Energi Baru dan Terbarukan.

Baca juga : Pimpinan BKSAP Sampaikan Empat Agenda Utama IPU Ke-144

Sekarang ini, seperti PLTS, sudah ada standardisasinya. Akan tetapi penaltinya bagi mereka yang menggunakan TKDN di bawah 40 persen masih sangat rendah. Seharusnya membuat pelaku usaha jauh lebih senang mengimpor dibandingkan harus mendirikan industri di dalam negeri.  

Menurutnya, hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan untuk bagaimana merumuskan TKDN itu wajib minimal 40 persen, terutama bagi proyek-proyek yang merupakan penugasan pemerintah.

Ditambahkan, terhadap penugasan pemerintah yang diberikan kepada BUMN di bidang kelistrikan maupun kepada Pertamina, di norma ini masih memungkinkan pemerintah bisa menugaskan kepada Badan Usaha Milik Swasta.

"Kalau penugasan itu berimplikasi kepada pembiayaan lewat APBN maka rasanya agak kurang pas kalau Badan Usaha Milik Swasta diberi tugas untuk itu, karena perusahan milik negara masih mampu untuk melakukannya," kata Supratman.

Baca juga : Dyah Roro: IPU Momentum Setiap Negara Saling Menguatkan

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto menyatakan apresiasi yang tinggi kepada Baleg DPR RI dan Tim Keahlian Dewan bahwa RUU EBT sudah memasuki tahap yang sangat maju dalam hal penyusunan rancangan undang-undang karena sudah melalui proses harmonisasi, pembulatan, dan juga pemantapan konsepsi.  

"Betapa juga menjadi penting Energi Baru Terbarukan bagi kita. Energi fosil sudah menjadi masalah yang besar, (cadangan) minyak kita sudah sangat tinggal sedikit yakni 2,8 miliar barel. Padahal di tahun 70-an cadangan minyak kita mencapai 23 miliar barrel. Sementara konsumsi BBM terus naik," ungkap politisi Partai NasDem itu. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.