Dark/Light Mode

Bamsoet Dukung Pernyataan Mega Agar RI Miliki Sistem Ketatanegaraan Yang Benar

Sabtu, 20 Mei 2023 22:41 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo bersama Presiden ke-RI Megawati Soekarnoputri (Foto: Dok. MPR)
Ketua MPR Bambang Soesatyo bersama Presiden ke-RI Megawati Soekarnoputri (Foto: Dok. MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendukung pernyataan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri agar Indonesia memiliki kembali sistem ketatanegaraan yang benar sebagaimana para pendiri bangsa ini meletakkannya dalam UUD 1945. Bamsoet mendukung gagasan Mega agar posisi MPR dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara.

Sejak dilakukan amendemen keempat UUD 1945, MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara yang menjalankan kedaulatan rakyat. MPR menjadi lembaga tinggi negara yang sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya.

"Saya sepakat dengan apa yang disampaikan Ibu Megawati yang menyatakan posisi MPR dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara. Ibu Megawati mengaku sempat tidak terima saat MPR disamakan kedudukannya dengan DPR dan DPD. Menurut Ibu Megawati, seharusnya MPR tetap setingkat lebih tinggi kedudukannya dibanding lembaga tinggi lainnya," ujar Bamsoet, usai menghadiri Peluncuran 58 Judul Buku dalam Rangka Hari Jadi ke-58 Lemhanas di Jakarta, Sabtu (20/5).

Baca juga : Ganjar Resmi Diterima Jadi Keluarga Kesultanan Palembang Darussalam

Peluncuran ini dihadiri Mega, Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, Menko Polhukam Mahfud MD, Menkumham Yasonna H Laoly, MenPAN-RB Abdullah Azwar Anas, Menhub Budi Karya Sumadi, serta Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Ketua DPR ke-20 ini menuturkan, ketika negara-bangsa dewasa ini terus menghadapi berbagai tantangan dan ancaman ideologi yang mencoba menggoyahkan fondasi keutuhan NKRI dan Pancasila, gagasan atau pemikiran tentang urgensi penguatan aspek ketatanegaraan menjadi sangat jelas relevansinya.

Sebagai lembaga tinggi negara yang berwenang mengubah UUD Negara 1945, mengangkat dan memberhentikan presiden/wakil presiden, sangat relevan jika MPR kembali diberi amanat melaksanakan kedaulatan rakyat sepenuhnya seturut UUD 1945. Atas nama kedaulatan rakyat pula, MPR pun kembali berwenang menerbitkan Ketetapan (Tap) MPR yang mengikat (regeling). Terutama kebutuhan akan Tap MPR untuk merespons dan menangani krisis politik atau krisis konstitusi.

Baca juga : Pakar: Putusan PTUN Atas SK DPD RI, Bahayakan Sistem Ketatanegaraan

"MPR pasca amendemen UUD NRI 1945 tidak bisa lagi membuat ketetapan-ketetapan yang mengikat atau regeling. Bahkan, pada momentum pelantikan presiden dan wakil presiden sekali pun, MPR tidak lagi memiliki kewajiban membuat ketetapan tentang pelantikan itu. Melainkan hanya mengeluarkan berita acara pelantikan," kata Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD ini menegaskan, faktor minimnya peran dan fungsi MPR pada aspek hukum ketatanegaraan inilah yang menjadi dasar agar peran dan fungsi MPR l diperkuat kembali. Penguatan itu hendaknya ditandai dengan memulihkan atau mengembalikan wewenang konstitusional MPR membuat ketetapan yang mengikat atau regeling. Apalagi, hierarki perundang-undangan sudah ditetapkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, yakni UUD, ketetapan MPR, Undang-Undang, Perpu hingga Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah (Perda).

"Tidak ada tujuan lain dibalik aspirasi pemulihan atau penguatan wewenang MPR. Satu-satunya tujuan strategis di balik aspirasi ini adalah menghadirkan sistem hukum ketatanegaraan yang efektif, solutif dan komprehensif agar negara-bangsa selalu dimampukan mengelola dan mengatasi aneka krisis. Termasuk krisis politik ataupun krisis konstitusi," terang Bamsoet.

Baca juga : Perkuat Basis Dukungan, Relawan Sedulur Saklawase Gelar Sholawat Akbar Di Semarang

Dosen Tetap Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Politik (FHISIP) Universitas Terbuka dan Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA) ini menambahkan, sebagai lembaga tinggi negara yang berwenang mengubah UUD NRI Tahun 1945, mengangkat dan memberhentikan presiden/wakil presiden, sangat relevan jika MPR kembali diberi kewenangan melaksanakan kedaulatan rakyat sepenuhnya sesuai UUD NRI Tahun 1945. Kewenangan subjektif superlatif itu penting berada di tangan MPR jika negara dihadapkan pada situasi kebuntuan politik antar lembaga negara atau antar cabang kekuasaan. Misalnya, kebuntuan politik antara lembaga kepresidenan (pemerintah/eksekutif) dengan lembaga DPR (legislatif) atau kebuntuan politik pemerintah dan DPR dengan lembaga Mahkamah Konstitusi (yudikatif).

"Siapa yang berhak memutuskan jika terjadi suatu kondisi force majeure atau kahar fiscal dalam skala besar, namun terjadi kebuntuan antara Presiden dan DPR? Lalu, jika terjadi perseteruan antara Presiden (Pemerintah) dengan DPR, sementara negara masih dalam situasi kedaruratan yang tinggi siapa yang menengahi? Menurut saya yang paling tepat adalah MPR sebagai representasi pemegang kedaulatan rakyat tertinggi di Indonesia," pungkas Bamsoet.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.