Dark/Light Mode

Bamsoet Anggap Sikap Kemenlu Minimalis pada Kasus Kematian ABK WNI di Kapal China

Minggu, 10 Mei 2020 07:28 WIB
Bambang Soesatyo (Foto: Dok. MPR)
Bambang Soesatyo (Foto: Dok. MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo menganggap sikap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) lamban dan minimalis dalam merespons peristiwa kematian anak buah kapal (ABK) asal Indonesia akibat tindakan eksploitasi pemilik Kapal penangkap Ikan Long Xing 629 dari China. Tak hanya minimalis, dia juga menganggap Kemenlu tidak responsif mengurusi aspek administratif bagi para ABK yang meninggal itu. 

"Akibat kelambanan dan sikap minimalis itu, para almarhum dan keluarganya tidak mendapatkan perlakuan yang layak," ujar Bamsoet, sapaan akrab Bambang, di Jakarta, Minggu (10/5).

Baca juga : Menlu Retno Jelaskan Kronologi Perkara 46 ABK WNI di Kapal China

Mantan Ketua DPR menambahkan, akibat lainnya, masyarakat baru mengetahui peristiwa pelarungan jenazah dan eksploitasi ABK WNI itu pada pekan kedua Mei 2020. Padahal, peristiwa kematian dan pelarungan tiga ABK WNI itu terjadi pada Desember 2019 dan Maret 2020. 

"Lagi pula, viralnya peristiwa ini bukan karena inisiatif institusi pemerintah berbagi informasi kepada masyarakat. Tetapi, karena pemberitaan pers Korea Selatan dan aksi warganet memviralkannya," kata Bamsoet.    

Baca juga : Ketua MPR Kecam Keras Pelanggaran HAM ABK WNI di Kapal China

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini mengungkapkan, dari kolega para almarhum diperoleh informasi bahwa laporan tentang peristiwa kematian dan pelarungan jenazah ABK WNI di kapal ikan Long Xing 629 sudah masuk dan diterima Kemenlu RI sejak Desember 2019. Kolega almarhun bahkan sudah mendatangi Kemenlu. 

Selain melaporkan identitas para ABK yang meninggal, kolega para almarhum juga meminta Kemenlu RI mendorong KBRI Seoul di Korsel untuk mengeluarkan atau menerbitkan Surat Keterangan Kematian untuk keperluan mengurus asuransi bagi ketiga almarhum. "Surat ini penting karena asuransi di Indonesia baru bisa membayar asuransi ketiga almarhum, jika ada Surat Keterangan Kematian yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri RI cq KBRI," urai Bamsoet.

Baca juga : Pandemi Covid, Kemendikbud Minta Guru Kreatif Dalam Mengajar

Namun, lanjut Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menuturkan, permintaan surat keterangan dimaksud sama sekali tidak direspons oleh Kemenlu RI sejak Desember 2019. Akibatnya, asuransi para almarhum tak bisa diurus selama berbulan-bulan. Untuk membantu keluarga almarhum yang pasti mengalami kesulitan, para kolega hanya bisa memberi sebagian dari total Rp 150 juta nilai asuransi.

"Ketika informasi kematian dan pelarungan jenazah tiga ABK WNI itu mulai viral di dalam negeri, barulah Kemenlu RI dan KBRI Seoul bergerak menerbitkan Surat Keterangan Kematian itu. Cara kerja seperti ini tentu saja sangat mengecewakan, karena bisa menumbuhkan citra yang negatif bagi pemerintah. Ketika ada WNI yang meninggal di negara lain akibat eksploitasi, Kemenlu dan KBRI hendaknya responsif untuk menunjukan kehadiran negara dan pemerintah," pungkas Bamsoet. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.