Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ketua MPR RI Dukung Pembentukan Mahkamah Etik

Selasa, 11 Agustus 2020 22:39 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung pembentukan Mahkamah Etik yang akan menjadi ujung dari proses penegakan etik. Dengan pembentukan itu maka nanti setiap putusan etika yang diputuskan berbagai penegak kode etik yang terdapat di berbagai lembaga negara maupun organisasi profesi, tak lagi dihadapkan dengan peradilan umum. Para pencari keadilan yang divonis bersalah secara etika oleh masing-masing penegak kode etik, bisa mengajukan banding di Mahkamah Etik.

"Landasan pembentukan Mahkamah Etik bisa mengacu kepada TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Untuk merealisasikannya, pada Oktober atau November 2020 nanti MPR RI bersama Komisi Yudisial (KY), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menyelenggarakan Konvensi Nasional ke-II tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara," ujar Bamsoet usai menerima Ketua KY Jaja Ahmad Jayus, Ketua DKPP Muhammad, dan anggota DPD RI Jimly Asshiddiqie, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (11/8).

Baca juga : Bamsoet Dukung Wacana Pembentukan Mahkamah Etik

Mantan Ketua DPR RI ini mengungkapkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Sidang Umum tahun 1996 telah merekomendasikan agar seluruh negara anggotanya, termasuk Indonesia, membangun 'ethic infra-structure in public offices', yang mencakup kode etik dan lembaga penegak kode etik. Indonesia meresponnya dengan membentuk berbagai lembaga penegak kode etik, misalnya KY, DKPP, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Badan Kehormatan Dewan (BKD) DPD RI, hingga Komite Etik/Dewan Pengawas KPK RI. Berbagai organisasi profesi juga memiliki penegak kode etik, misalnya Majelis Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), Majelis Etika Kedokteran, Majelis Kehormatan Asosiasi Akuntansi Indonesia, hingga Dewan Pers.

"Karena ketiadaan Mahkamah Etik, orang yang diputus melakukan kesalahan etika oleh masing-masing penegak kode etik, mengajukan banding atau mencari keadilan ke peradilan umum, entah melalui Mahkamah Agung maupun PTUN. Padahal antara etika dan hukum, adalah dua hal yang berbeda. Orang yang bersalah secara etika, belum tentu bersalah di mata hukum. Namun yang bersalah di mata hukum, sudah pasti bersalah di mata etika," ungkap Bamsoet.

Baca juga : Ketua MPR: Terus Tingkatkan Kiprah Politik Kaum Perempuan

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, dalam Konvensi Nasinal ke-II tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara nanti akan hadir Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pimpinan penegak kode etik mulai Ketua Komisi KY, Ketua DKPP, Ketua MKD DPR RI, Ketua BK DPD RI, Ketua Dewan Etik MK RI, Ketua KASN, Ketua Majelis Kehormatan PERADI, Ketua Majelis Etika Ikatan Notaris Indonesia, Ketua Dewan Pers, para Ketua Dewan Kehormatan masing-masing partai politik yang berada di DPR RI, serta lembaga penegak hukum dari kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung.

"Melalui konvensi tersebut nanti diharapkan lahir berbagai gagasan dan kesepahaman tentang pentingnya keberadaan Mahkamah Etik. Dengan demikian mengurangi beban kerja penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan peradilan umum karena tak perlu lagi repot menangani masalah etika," pungkas Bamsoet. (QAR/TIM)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.