Dark/Light Mode

Bamsoet Tampung Wacana Utusan Golongan Kembali Jadi Anggota MPR

Senin, 4 Oktober 2021 18:50 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo saat Focus Group Discussion (FGD) Revitalisasi Lembaga MPR kerjasama MPR  bersama Aliansi Kebangsaan dan Koordinatoriat Wartawan Parlemen, di Press Room MPR RI, Jakarta, Senin (4/10). (Foto: Ist)
Ketua MPR Bambang Soesatyo saat Focus Group Discussion (FGD) Revitalisasi Lembaga MPR kerjasama MPR  bersama Aliansi Kebangsaan dan Koordinatoriat Wartawan Parlemen, di Press Room MPR RI, Jakarta, Senin (4/10). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menuturkan setelah empat kali amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), turut membawa perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Termasuk perubahan sistem dan lembaga perwakilan politik di parlemen, khususnya di lembaga MPR.

Sebelum amandemen keempat, keanggotaan MPR terdiri dari anggota DPR, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan. Setelah amandemen keempat, keanggotaan MPR hanya terdiri dari anggota DPR RI sebagai representasi partai politik, dan anggota DPD sebagai representasi kepentingan daerah. Sedangkan Utusan Golongan dihapuskan.

"Kini banyak pihak aspirasi yang pernah disampaikan PP Muhammadiyah, PBNU, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia serta berbagai organisasi kemasyarakatan lainnya, saat pimpinan MPR melakukan kunjungan silahturahmi kebangsaan akhir tahun 2019 ke para tokoh bangsa. Para tokoh bangsa melihat bahwa unsur Utusan Golongan patut dipertimbangkan untuk hadir kembali dalam keanggotaan MPR," ujar Bamsoet.

Hal tersebut diungkapkan Bamsoet Focus Group Discussion (FGD) Revitalisasi Lembaga MPR kerjasama MPR bersama Aliansi Kebangsaan dan Koordinatoriat Wartawan Parlemen, di Press Room MPR, Jakarta, Senin (4/10).

Turut hadir menjadi narasumber antara lain, Anggota MPR/DPD Periode 2019-2024 sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie, Ketua Umum Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, dan Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latief.

Baca juga : Bamsoet Pimpin Upacara Pemakaman Sabam Sirait

Ketua DPR ke-20 dan mantan Ketua Komisi III Bidang Hukum & Keamanan DPR RI ini menambahkan, wacana menghadirkan kembali Utusan Golongan sebagai anggota MPR, merupakan wacana menarik yang perlu dielaborasi lebih jauh. Ruang dialektikanya harus dibuka lebar, tidak boleh ditutup apalagi buru-buru ditangkal. Baik yang pro maupun kontra, bisa menyampaikan argumentasinya.

Mengutip argumen Ansel da Lopez, tokoh jurnalis yang juga pernah menjadi anggota DPR/MPR, kehadiran Utusan Golongan akan menjadikan MPR RI sebagai lembaga perwakilan yang inklusif, yang mengikutsertakan seluruh unsur dalam masyarakat Indonesia yang plural.

Kehadiran Utusan Golongan juga membuat kepentingan masyarakat yang tidak terwakili oleh partai politik dan daerah, bisa terakomodir. Termasuk golongan yang karena aturan undang-undang, hak pilih dan atau hak dipilihnya ditiadakan.

Ketua Umum Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo menjelaskan, sebagai lokus kedaulatan rakyat, MPR harus dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat menjadi wadah ekspresi seluruh kekuatan rakyat dan dapat mewakili segala unsur kekuatan kebangsaan.

Sehingga menjadi lembaga perwakilan yang menjadi wadah penyemaian semangat kekeluargaan dan persatuan dari keragaman masyarakat bangsa Indonesia.

Baca juga : Bamsoet Tekankan Pentingnya Hadirkan Kembali Pendidikan Pancasila

"Sebagai pantulan semangat kekeluargaan dan penjelmaan dari kedaulatan rakyat terlengkap, MPR hendaknya tidak dikuasai oleh salah satu unsur kekuatan politik, melainkan harus bisa diakses oleh semua unsur. Hal ini dapat tercermin dari kemampuan untuk menampung perwakilan hak liberal-individual (perwakilan rakyat), perwakilan hak komunitarian (perwakilan golongan), dan perwakilan hak teritorial (perwakilan daerah)," jelas Pontjo Sutowo.

Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latif menerangkan, keberadaan Utusan Golongan berangkat dari prinsip keadilan multikulturalisme yang mengakui adanya perbedaan-perbedaan golongan dalam masyarakat.

Perbedaan golongan ini bisa dijelaskan dengan fakta bahwa setiap warga negara, bahkan jika dipandang sebagai subjek hukum, bukanlah individu-individu abstrak yang tercerabut dari akar-akar sosialnya. Dalam kaitannya dengan akar sosial tersebut, pemenuhan hak individu bisa terkait dengan keadaan golongannya.

Jika keanggotaan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) merepresentasikan kepentingan golongan dan juga politik, maka keanggotaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) merepresentasikan kepentingan daerah.

"Keberadaan BPUPKI yang kemudian dilanjutkan PPKI, menggambarkan pentingnya unsur kepentingan golongan, politik, dan daerah. Namun dalam MPR, unsur golongan justru dihapuskan," pungkas Yudi Latif. 

Baca juga : Bamsoet: Lodewijk Gantikan Azis Jadi Wakil Ketua DPR

Anggota MPR/DPD Periode 2019-2024 Jimly Asshiddiqie juga menyebut, kehadiran Utusan Golongan sangat penting. Karenanya perjalanan 23 tahun reformasi yang menghilangkan Utusan Golongan dalam keanggotaan MPR RI perlu dievaluasi.

"Kini keberadaan Utusan Golongan hanya berada di Majelis Rakyat Papua (MRP). Padahal, para founding fathers seperti Soekarno, Yamin, dan lain sebagainya telah memikirkan dengan matang menghadirkan Utusan Golongan dalam sistem perwakilan Indonesia," pungkas Jimly. [TIF]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.