Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Yussuf Solichien: PKP Tegas Tolak Politik Identitas

Kamis, 18 Agustus 2022 09:55 WIB
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Mayjen Mar (Purn) Yussuf Solichien saat mendaftarkan PKP ke KPU. (Foto: Istimewa)
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Mayjen Mar (Purn) Yussuf Solichien saat mendaftarkan PKP ke KPU. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) menegaskan menolak keras politik identitas pada Pemilu 2024. Politik identitas telah terbukti membuat bangsa ini terpecah belah. Kelompok yang satu merasa lebih hebat, lebih pandai, dan lebih mampu dari kelompok yang lain.

"Sikap politik PKP sangat jelas dan tegas bahwa menolak keras semua kegiatan politik yang mengakibatkan perpecahan, disintegrasi bangsa, menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa dan membahayakan kelangsungan hidup bangsa," tegas Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Mayjen Mar (Purn) Yussuf Solichien kepada RM.id, Kamis (18/8).

Menurut Yussuf, PKP adalah garda terdepan dan benteng Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika dari segala bentuk ancaman disitegrasi bangsa. Seperti radikalisme, terorisme, intoleransi, diskriminasi dan ancaman dari kelompok-kelompok tertentu yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain.

Politik identitas, ingat Yussuf, telah mengakibatkan jiwa persatuan dan gotong royong tercabik-cabik. Pancasila sebagai ideologi negara sudah dilupakan. Rasa Persatuan dan marwah musyawarah untuk mufakat juga terabaikan.

Baca juga : Jokowi Tolak Politik Identitas, PKB Setuju

"Imbasnya merasa golongan mereka yang paling hebat dan yang paling berhak mengatur negeri ini, sementara yang berseberangan dengan sikap politiknya dianggap musuh yang harus dihancurkan," sesalnya.

Padahal, diingatkan Yussuf, kita semua sama-sama saudara dan sama-sama sebangsa dan setanah air. Yang seharusnya hidup berdampingan damai dan harmoni. Saling asah, saling asih dan saling asuh.

Yussuf mencontohkan saat kampanye Pilkada DKI 2017 yang memanfaatkan sentimen agama untuk menghalalkan segala cara dan menenangkan Pilkada DKI. Politik identitas dieksploitasi dan dikedepankan untuk menghancurkan lawan politiknya. Alih-alih adu visi misi dan program.

Sayangnya, politik identitas berlanjut saat Pilpres 2019. Kampanye Pilpres saat itu kental penggunaan politik identitas dan menghalalkan segala cara untuk memenangkan Pilpres. Akibatnya, rakyat terbelah dua yang masing-masing pihak tidak mau berkompromi dan mau bersatu kembali.

Baca juga : Etik Politik Identitas Dalam Al-Quran

"Terjadinya polarisasi rakyat dalam kehidupan politik nasional ini sangat berbahaya. Yang seperti ini jangan sampai terulang lagi di 2024," ingatnya.   

Jika hal ini kembali terjadi, Yussuf menegaskan, siap-siaplah negara dan bangsa Indonesia akan hilang di muka bumi ini. Seperti halnya Uni Soviet dan Yugoslavia yang sudah almarhum.

Dikatakan, Indonesia adalah negara besar. Negara kepulauan terbesar di dunia, berpenduduk terbesar keempat di dunia. Negara dengan ekonomi terbesar ketujuh dan negara maritim yang besar dengan kekayaan alam yang luar biasa.

Pricewatercooper meramalkan, tahun 2030 Indonesia akan menjadi negara ekonomi terbesar kelima di dunia. Pada tahun 2050 akan menjadi negara ekonomi terbesar keempat di dunia, setelah China, Amerika Serikat dan India.

Baca juga : Pengamat: KIB Wujud Nyata Politik Kebangsaan

Oleh karena itu, lanjutnya, untuk memimpin dan mengelola negara yang besar itu, kita membutuhkan pemimpin besar dan rakyat yang bermoral, berkualitas, bersatu, bergotong royong dan berdaya saing global. Tanpa pemimpin besar, bermoral, profesional, berani dan berwibawa, mustahil Indonesia akan maju dan berkembang mencapai sesuai ramalan tersebut.

Butuh pemimpin yang disegani dunia internasional, paling tidak sekelas Bung Karno yang sangat berani dan berwibawa. Atau sekelas Pak Harto yang peduli terhadap keamanan dan kesejahteraan rakyatnya dengan Trilogi Pembangunannya. Pemimpin yang pemikiran demokrasi dan plurarisme paling tidak sekelas Gus Dur yang sangat menghormati perbedaan dan keberagaman.

"Jika ketiga tokoh bangsa tersebut digabung dalam diri pemimpin nasional, itulah pemimpin besar yang dimaksudkan oleh PKP dan Insya Allah akan dilahirkan dari rahim PKP di masa mendatang. Kriteria pemimpin besar itu juga yang menjadi tolok ukur PKP dalam mendukung Capres pada Pemilu 2024. Insya Allah!" pungkasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.