Dark/Light Mode

Ingrid Minta RUU Cipta Kerja Masukkan Pasal Tentang Penyandang Disabilitas

Selasa, 14 Juli 2020 12:53 WIB
Wasekjen Partai Demokrat Ingrid Kansil bersama penyandang disabilitas. (Foto: ist)
Wasekjen Partai Demokrat Ingrid Kansil bersama penyandang disabilitas. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Ingrid Kansil, prihatin tidak ada pasal yang secara gamblang mengakomodir penyandang disabilitas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Ingrid meminta agar pemerintah dan DPR lebih mempedulikan penyandang disabilitas.  

Sejak dibahas di DPR, RUU Cipta Kerja menuai banyak kritik dari sejumlah pihak, khususnya para pekerja. Alasannya, sederhana, karena merasa tidak terwakili dalam pasal-pasal pemenuhan hak pekerja. Hal lain yang menjadi perhatian adalah, tidak ada pasal secara jelas mengatur tentang pekerja penyandang disabilitas.

Sebagai salah satu politisi yang menjadi bagian dalam proses perumusan kebijakan tentang penyandang disabilitas, Ingrid mengaku prihatin. Karena hak penyandang disabilitas telah diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitaa. Sayangnya, hal tersebut tidak terpenuhi dalam RUU Cipta Kerja.

Baca juga : Adaptasi Kebiasaan Baru, Pengawasan Kota Bandung Diperketat

Menurut Ingrid, hal itu harus menjadi perhatian seluruh masyarakat. Karena Bab IV tentang Ketenagakerjaan pada RUU Cipta Kerja tidak secara ekspilisit mengatur hak pekerja yang merupakan penyandang disabilitas. "Tidak terdapat satu pasal pun, dari ratusan pasal yang mengatur hak-hak para pekerja yang mengatur hak pekerja disabilitas," ungkapnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/7).

Anggota Komisi VIII DPR periode 2009-2014 ini mendesak agar pemerintah dan wakil rakyat di parlemen untuk lebih peduli atas nasib dan kelangsungan hidup penyandang disabilitas. Apalagi, landasan hukumnya sudah jelas, yakni UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Jika mengacu pada aturan main ini, pemerintah harus bertanggung jawab atas pemenuhan hak dan pekerja disabilitas.

"Karena kita pun menyadari, hingga saat ini turunan kebijakan dari Undang-Undang 8/2016 belum terlaksana sepenuhnya. Apalagi kaitannya dengan kuota penyandang disabilitas sebagai pekerja di sektor formal, masih minim jumlahnya. Ada banyak alasan, misalnya ketidakmampuan para penyandang disabilitas dalam memenuhi standarisasi pekerja sektor formal," terang Ingrid.

Baca juga : Siapkan Benteng Pertahanan Di Semua Daerah Perbatasan

Wanita yang juga menjabat Ketum Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (Ipemi) ini menilai, pemerintah belum sepenuhnya memenuhi fasilitas penunjang untuk disabilitas. Sehingga, kualitas pera difabel ada yang belum sesuai standarisasi pekerja formal pada umumnya.

"Kan sekolah saja masih terbatas dan belum secara menyuluruh dapat memfasilitasi kebutuhan para penyandang disabilitas. Kenapa sekolah? Karena sekolah merupakan awal pembentukan skill bagi para penyandang disabilitas untuk menguasai cipta dan karya agar bisa mandiri ke depannya," tutur Ingrid.

Dia menyebut, dalam RUU Cipta Kerja secara general, hanya beberapa pasal yang mengakomodir hak pekerja, tanpa memasukkan hak pekerja disabilitas. Terlebih, dalam RUU ini dijelaskan bahwa ada  beberapa pasal tentang perlindungan bagi UMKM dan juga pekerja informal.

Baca juga : Nasir Djamil Minta Polisi Segera Selesaikan Kasus Dugaan Pemalsuan Label SNI

"Melihat situasi saat ini, di mana penyandang disabilitas mayoritasnya merupakan pekerja sektor informal ataupun pelaku usaha UMKM, perlu diperhatikan juga nasib mereka. Jangan kemudian ketika para penyandang disabilitas meminta hak pendampingan usaha dan bantuan modal tidak dapat mengakses hal tersebut," pungkas Ingrid. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.