Dark/Light Mode

Basarah: Pancasila dan Bismillah Konstruksi Alam Pikir dan Spiritualitas Puan

Minggu, 6 September 2020 20:08 WIB
Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah (Foto: Istimewa)
Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Nama Puan Maharani dalam beberapa hari ini viral. Pernyataan politiknya saat mengumumkan calon kepada daerah (cakada) Pilkada 2020 dari PDIP, Rabu (2/9), yang disampaikan secara virtual jadi polemik panjang. Saat memberi kata pengantar pengumuman calon gubernur dan wakil gubernur Sumatra Barat, Ketua DPR itu berkata, "Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung Pancasila. Bismillahirrahmanirahiim." 

Menurut Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, pernyataan itu kemudian dipolitisasi beberapa pihak dengan berbagai latar belakang motif, mulai dari persaingan kontestasi Pilkada Sumbar sampai motif ideologis dan politis untuk menghancurkan citra Puan dan PDIP. “Padahal, jika kita telisik secara jernih dalam konteks alam pikir kebangsaan dan spiritualitas Puan Maharani sebagai seseorang yang sedang memegang amanat sebagai Ketua DPR perempuan pertama Republik Indonesia, kita sesungguhnya telah menemukan esensi alam pikir dan spiritualitas seorang Puan Maharani dalam dimensi nasionalisme relgius,” ucap Basarah, Minggu (6/9).

Ketua DPP PDI Perjuangan ini menjelaskan, ketika kata “Pancasila” dan “Bismillah” diucapkan Puan dengan sadar dan khitmad, itu membuktikan bahwa dalam dirinya terbentuk dan mengalir pikiran kebangsaan dan sikap religius yang sangat kuat. Konstruksi pemikiran dan sikap Puan yang nasionalis religius ini menggambarkan Puan bukan hanya sosok cucu biologis Bung Karno, tetapi juga sosok cucu ideologis Bung Karno. “Nasionalisme religius Puan Maharani juga lahir dari latar belakang kultural ayahnya, Almarhum Taufiq Kiemas, dan ibunda tercinta, Megawati Soekarnoputri,” jelas Basarah.

Baca juga : Raja Thailand Masih di Jerman Bersama Pasukan Selirnya

Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR ini juga mengungkapkan, agak mengherankan jika ada yang tersinggung hanya karena Puan berharap Sumatra Barat menjadi provinsi yang mendukung Pancasila. Basarah menilai, mestinya ucapan itu justru dilihat dari kecintaan Puan yang besar pada rakyat Sumbar agar dapat lebih sejahtera dan berkeadilan sosial melalui Pilkada 2020.

“Dalam darah Puan mengalir garis keturunan Minang yang kuat. Tak mungkin ia ingin menistakan tanah kelahiran nenek moyangnya sendiri. Nenek Puan dari garis ayahnya, yakni almarhum Taufiq Kiemas, bernama Hamzatun Rusdja, adalah tokoh perempuan Minang dari Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Bahkan, Taufiq Kiemas sendiri pernah mendapat gelar Datuk Basa Batuah. Ibunya, Megawati Soekarnoputri, mendapat gelar Puti Reno Nilam,” jelas Basarah. 

Bukan hanya itu, penulis buku “Bung Karno, Islam dan Pancasila” itu bahkan melihat Puan sebagai sosok yang mewakili keindonesiaan yang kuat. Sebab, dalam diri Puan juga mengalir darah nenek moyang dari beragam suku dan daerah. Dari trah ibunya, Megawati Soekarnoputri, eyang buyut puterinya berasal dari Bali bernama Ida Ayu Nyoman Rai. Sedangkan eyang buyut putra berasal dari Jawa Timur, bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo. Dari merekalah lahir seorang tokoh nasionalis-religius berwawasan luas bernama Soekarno. Sedang neneknya, Fatmawati, adalah putri dari pasangan Hasan Din dari Bengkulu dengan Siti Khadijah dari keturunan Kerajaan Inderapura yang berpusat di Pesisir Selatan, Sumatera Barat. 

Baca juga : Hasto: PDIP Sangat Hati-hati Umumkan Nama Untuk Pilkada Surabaya

Sementara, dari garis keturunan ayahnya, Almarhum Taufiq Kiemas, kakek Puan berasal dari Sumatera Selatan bernama Tjik Agoes Kiemas dan Nenek bernama Hamzatoen Rosjda dengan ayah berasal dari Pulau Pisang Krui, Lampung, bernama Joesaki, dan ibu dari Batipuh Tanah Datar, Sumatera Barat, bernama Taksiah. “Dengan silsilah keluarga yang majemuk itu, dalam diri Puan mengalir darah Jawa Timur, Bali, Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat. Sosok Puan Maharani adalah ciri khas Indonesia sejati,” jelas Basarah.

Doktor ilmu hukum lulusan Universitas Diponegoro ini melanjutkan, jika ditelaah secara geografi politik, daerah-daerah garis keturunan nenek moyang Puan menggambarkan daerah berlatar belakang nasionalis dan religius. “Jawa Timur dan Bali dapat kita asumsikan mewakili daerah nasionalis (dan religius) dan daerah Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat mewakili daerah yang diasumsikan sebagai daerah agamis atau religius (dan nasionalis),” ujarnya.

Perpaduan gen ideologis dan kultural daerah nenek moyang Puan itulah yang membentuk karakter politik nasionalis religiusnya. Sehingga alam pikir dan spiritualitasnya menginstruksikan Puan untuk mengeluarkan kata Pancasila dan Bismillah dalam satu tarikan napas. “Dengan demikian, kalau dikaji dalam perspektif komunikasi politik, pihak-pihak yang saat ini tengah mempermasalahkan pernyataan Puan tentang ‘Pancasila dan Bismillah’ sesungguhnya secara tidak langsung telah membantu mempromosikan dan menjelaskan kepada masyarakat luas bahwa Puan adalah sosok Ketua DPR yang alam pikir dan spiritualitasnya mewakili spektrum nasionalis-religius,” ucap Basarah.

Baca juga : BBH Bengkulu Hasilkan Benih Hortikultura Berkualitas

Sementara, dari perspektif moralitas politik, semakin Puan mengalami pendzoliman termasuk atas pernyataan Pancasila dan Bismillahnya, akan semakin mendorong dan mengangkat Puan sebagai calon pemimpin masa depan bangsa Indonesia seperti kakeknya, Bung Karno, dan ibundanya, Megawati Soekarnoputri. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.