Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Putusan MK Soal Publikasi Quick Count Pemilu 2019

Denny JA Tak Setuju Tapi Tetap Hormat, Ishadi Pasrah

Selasa, 16 April 2019 15:00 WIB
Pendiri AROPI dan LSI Denny JA (kiri) dan Ketua Umum ATVSI Ishadi SK (kanan) (Foto: Istimewa)
Pendiri AROPI dan LSI Denny JA (kiri) dan Ketua Umum ATVSI Ishadi SK (kanan) (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan  sejumlah lembaga survei dan beberapa stasiun televisi yang tergabung dalam Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI),  soal quick count atau hitung cepat. 

Putusan MK yang diketok Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/4), melarang publikasi quick count sebelum pukul 15.00 WIB. Bagi yang melanggar, akan dipidana 18 bulan penjara.

Baca juga : Besok, Megawati Gunakan Hak Suaranya di Kebagusan

AROPI sebagai salah satu pemohon, tidak setuju dengan putusan MK itu. Sekalipun begitu, mereka menghormati keputusan itu. “Kami hormati keputusan hakim, walau kami tidak setuju,” ujar Pendiri AROPI, Denny JA di Kantor MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (16/4).

Denny bilang, lembaga survei dan hasil quick count telah memiliki tradisi yang panjang dalam penyelenggaraan pemilu. Apalagi, pada tahun 2009 dan 2014, MK sudah membatalkan UU yang melarang quick count sejak pagi. “Sekarang, hal yang sama disahkan,” keluhnya. 

Baca juga : Selama Pencoblosan Di Belanda, Pemilu 2019 Rekor Pemilih Terbanyak

Dia menilai, putusan itu merupakan pembatasan dalam kebebasan akademik. Hakim MK saat ini dinilainya lebih konservatif, dan tidak memperhatikan putusan-putusan sebelumnya. “Tim hakim sebelumnya, pada tahun 2009 dan 2014, lebih terbuka kepada kebebasan akademik. Sehingga, berbeda hakim bisa beda putusan. Walaupun, masalahnya kurang lebih sama,” sesal Denny.

Pendiri lembaga riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) ini menyatakan, akan terus memperjuangkan kebebasan akademik. “Menang kalah dalam keputusan hakim itu adalah perjuangan. Tergantung siapa hakim yang sedang menjabat,” tandasnya. 
Terpisah,  Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK, pasrah. Dia menerima putusan MK itu.  Ishadi siap melakukan pembahasan internal untuk mengambil langkah berikutnya. “Pada prinsipnya, kami menerima keputusan Mahkamah Konstitusi, pengadilan konstitusi tertinggi di Indonesia,” ujar Ishadi. [OKT]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.