Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Kerajaan palsu dan janji palsu, mana yang lebih berbahaya?
Tergantung. Tapi bisa jadi, banyak yang akan menjawab “janji palsu”. Karena janji-janji palsu, terutama dari politisi bisa mempengaruhi bangsa dan negara sampai jauh ke depan. Ke anak-cucu.
Kalau kerajaan palsu yang sekarang muncul di beberapa daerah, dianggap hanya lucu-lucuan. Sekadar hiburan di tengah kasus-kasus besar korupsi. Ada juga yang menyebut sebagai pengalihan isu-isu besar.
Baca juga : Taji dan Nyali KPK
Lagi pula, orang Indonesia sudah biasa dengan yang palsu-palsu. Mulai dari gigi, beras, obat, air zamzam, dukun, uang sampai sumpah, bisa dibikin palsu. Bahkan, ada juga mengaku nabi. Nabi palsu. Janji, juga seringkali palsu.
Munculnya Keraton Agung Sejagat di Purworejo, lalu Keraton Djipang di Blora dan Sunda Empire-Earth Empire di Jawa Barat, menjadi sindiran buat mereka yang bergerak di lembaga resmi, bukan palsu, tapi sering kali tampil penuh kepalsuan.
Kasus-kasus korupsi besar sekarang, juga tidak lepas dari kepalsuan. Laporan keuangannya palsu. Yang aslinya rugi besar, dipercantik menjadi untung besar. Ketika boroknya terbuka, ketahuan, semuanya palsu. Cuma didandani.
Kerajaan-kerajaan hasil kreasi rakyat kecil yang sekarang heboh, tak bisa juga semata-mata dianggap lucu-lucuan. Itu sindiran keras terhadap para elite politik yang dipilih rakyat dengan biaya besar, tapi miskin teladan. Tak bisa menghibur rakyat.
Para elite yang justru mempertontonkan dagelan-dagelan vulgar yang tidak menghibur rakyat. Mereka justru membuat rakyat menangis. Terhina akal sehatnya. Itulah yang sering kita saksikan sekarang.
Saatnya menghentikan semua kepalsuan ini. Di antara para politisi sendiri, sebenarnya sudah tahu bahwa mereka sama-sama palsu. Tapi, siapa yang mau menghentikan itu semua ketika tidak ada yang memberi teladan?
Baca juga : Banjir dan Penyakitnya
Bangsa ini sudah lama tak melahirkan Hatta, Natsir, Jenderal Hoegeng atau Baharuddin Lopa. Bangsa ini sudah lama tak melahirkan Negarawan.
Yang seringkali muncul hanyalah politisi yang selalu berjanji membangun jembatan walaupun di situ tak ada sungai. Politisi yang kerap kali membuat sebuah kepalsuan dan mengubahnya menjadi sesuatu yang terhormat.
Bangsa ini merindukan keteladanan tingkat tinggi.(*)
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya