BREAKING NEWS
 

Kemenperin: PP 109 Masih Relevan Untuk IHT

Reporter & Editor :
ADITYA NUGROHO
Senin, 1 Agustus 2022 09:26 WIB
Ilustrasi industri hasil tembakau. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan masih relevan dengan kondisi industri saat ini.

"PP 109 ini sudah cukup baik dan masih relevan, karena penetapannya telah mempertimbangkan berbagai kepentingan dan disepakati pada waktu itu," kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Edy Sutopo kepada wartawan, Senin (1/8).

Edy memaparkan, aturan tersebut telah mengatur berbagai aspek, termasuk industri hasil tembakau yang berkaitan dengan operasinya. Menurut Edy, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan evaluasi penerapannya secara menyeluruh, mengingat selama ini hal tersebut belum dilakukan.

Salah satu evaluasi yang direkomendasikan Kemenperin adalah perlunya meningkatkan edukasi terhadap anak-anak guna menurunkan prevalensi perokok anak. "Menurut kami, untuk menurunkan prevalensi perokok anak, utamanya adalah edukasi, baik kepada masyarakat luas, melalui pendidikan formal, non formal, hingga keagamaan," ujar Edy.

Baca juga : Konsep Trisakti Bung Karno Masih Relevan Hadapi Geopolitik Saat Ini

Kemudian, lanjut Edy, terkait perlindungan bagi masyarakat yang tidak merokok, perlu ditingkatkan fasilitas untuk perokok, bahkan di kawasan tanpa rokok. Edy menilai, wacana merevisi PP 109 Tahun 2012 saat ini belum perlu dilakukan, karena industri hasil tembakau baru mulai pulih dari dampak pandemi Covid-19.

"Industri rokok sebenarnya masih suffer. Kalau kita lihat pada masa pandemi, pada 2020 terjadi kontraksi -5,78 persen. Pada 2021 meskipun sudah mulai membaik, tapi tetap masih pada posisi kontraksi, yaitu -1,36 persen," ujar Edy.

Terlebih, situasi global yang belum menentu menyebabkan kenaikan bahan baku, bahan penolong, hingga biaya logistik.

Adsense

Tak tertinggal dampak perang Rusia-Ukraina yang meluas dan memengaruhi pasar di Amerika hingga Eropa, di mana kedua kawasan tersebut terancam resesi. Di situasi yang sulit ini, lanjut Edy, Indonesia perlu berhati-hati. Karena industri hasil tembakau di Indonesia menyumbang sekitar lebih dari Rp200 triliun penerimaan negara pajak dan bukan pajak.

Baca juga : Dorong Sistem Penanganan PMK Diperbaiki, Puan: Perlu Tes Deteksi Dini Untuk Hewan

"Artinya, bahwa industri ini salah satu tulang punggung. Menurut kami kita perlu sama-sama berhati-hati," pungkas Edy.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji mengatakan, ada sekitar 6,1 juta tenaga kerja yang terlibat dari sektor budidaya pertembakauan mulai dari petani, buruh tani, kuli angkot dan sektor transportasi. "Pertembakaun nasional masih mengandung nilai-nilai kebudayaan bukan hanya sekedar bertani tetapi mengandung ritualisasi dimana pada waktu tanam, panen atau setiap mulai proses selalu ada unsur ritual selametan," kata Agus.

Lebih lanjut, Agus melihat, ada dorongan dari pihak asing untuk mengganggu ekosistem pertembakuan nasional. "Kalau saya melihat dorongannya ini dari dunia internasional (Majelis Kesehatan Dunia)," terangnya.

Akan tetapi, lanjutnya, Indonesia harus kuat membentengi tekanan tersebut, karena kultur Indonesia berbeda dengan negara lain, mereka tidak memiliki petani, sedangkan di Indonesia ada petani tembakau. "Petani di Indonesia bukan hanya sekedar petani tetapi sudah menjadi cara hidup untuk berekonomi," kata Agus.

Baca juga : Kementan: Gerakan Disinfeksi Nasional Untuk Penanganan PMK

Dijelaskan Agus, sampai saat ini petani belum dilibatkan dalam revisi PP 109. "Melihat proses dorongan revisi ini hanya mengakomodir kepentingan kesehatan, padahal kalau proses ini mau benar, maka semua harus dilibatkan," tegasnya.

Dikatakan Agus, ada beberapa poin yang akan direvisi pada PP 109, termasuk pengetatan iklan, gambar diperbesar dan lainnya. Akan tetapi, lanjutnya, lima poin revisi tersebut merupakan pembatasan/pengendalian produk jadi tembakau.

Menurutnya, PP 109 sebagian besar kontruksi pasalnya mengadopsi atau berkiblat pada FCTC. Sehingga, kata Agus, tidak perlu diratifikasi dan mengaksesi aturan dunia tersebut karena pasal-pasalnya sebagian besar sudah diadopsi di PP 109.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense