RM.id Rakyat Merdeka - 15 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatatkan kinerja membangakan, meraih laba tertinggi di tengah ketidakpastian perekonomian global. Salah satunya, PT Pertamina (Persero), mengantongi laba tertinggi sebesar Rp 72 triliun tahun buku 2023.
Laba tersebut disumbang Pertamina sebagai pemilik entitas induk. Sementara untuk total laba bersih perseroan pada 2023 sebesar 4,77 miliar dolar AS atau sekitar Rp 77,71 triliun.
Angka tersebut naik 17 persen jika dibandingkan capaian laba bersih pada 2022, yang sebesar 3,81 miliar dolar AS (Rp 62,51 triliun).
Setelah Pertamina, posisi kedua diikuti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dengan raihan laba sebesar Rp 60,4 triliun. Selanjutnya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar Rp 55,1 triliun, Holding Mind-ID sebesar Rp 27,5 triliun, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk sebanyak Rp 24,5 triliun. Kemudian, PT PLN (Persero) sebanyak Rp 22 triliun dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp 20,9 triliun.
Associate Director BUMN Research Group, Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto menjelaskan, dalam satu dekade terakhir, kontribusi perusahaan pelat merah di berbagai negara terhadap perekonomian global menunjukkan tren yang meningkat.
“Indonesia merupakan salah satu negara, yang BUMN-nya terhadap perekonomian domestik cukup signifikan,” puji Toto saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Baca juga : Awas, Urusan Migor Bikin Inflasi Pangan Meroket
Toto lalu mengutip studi Kowalski, yang menunjukkan bahwa kontribusi BUMN di berbagai negara cukup signifikan dalam mempengaruhi ekonomi.
“Di Indonesia hampir 69 persen, sedangkan BUMN di China, kontribusinya kepada negara sebesar 96 persen,” bebernya.
Kinerja keuangan BUMN, lanjut Toto, menunjukkan tren positif selama empat tahun terakhir. Hal itu bisa menjadi bukti proses pemulihan BUMN pasca Covid-19, telah berhasil. Peningkatan kinerja BUMN akan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.
“Hal ini tak lepas dari peran BUMN sebagai value creator, sekaligus agen pembangunan,” ucapnya.
Menurut Toto, dalam Undang-Undang (UU) BUMN Nomor 19 Tahun 2003 disebutkan, bahwa BUMN tidak sekadar meraup keuntungan semata, melainkan juga harus mampu meningkatkan ekonomi kerakyatan dan aspek sosial kepada masyarakat.
Sementara, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai, laba Pertamina yang menjadi tertinggi pada jajaran BUMN menjadi bukti keberhasilan program efisiensi yang dijalankan perusahaan minyak dan gas (migas) tersebut.
Baca juga : Kualitas Udara Jakarta Semakin Membahayakan
“Pertamina patut diapresiasi. Dengan meraih laba tertinggi, berarti mereka telah melakukan kegiatan luar biasa, salah satunya efisiensi di berbagai sektor,” kata Komaidi kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Apalagi di tengah kondisi saat ini, mulai dari nilai tukar rupiah yang terus melemah, harga minyak dunia yang melonjak, hingga dampak perang geopolitik. Artinya, kata Komaidi, sebenarnya sangat tidak mudah bisa meraih peningkatan laba sebesar itu.
“Bisa dikatakan, keberhasilan tersebut karena Pertamina menerapkan kebijakan yang tepat. Selain efisiensi, Pertamina juga menerapkan digitalisasi yang diharapkan bisa mengurangi kerugian dan penyalahgunaan BBM (Bahan Bakar Minyak),” ujarnya.
Dia lalu mengingatkan, pada 2020 saat pandemi Covid-19, banyak perusahaan migas dunia mengalami kerugian. Namun sebaliknya, Pertamina justru berhasil meraih laba sebesar Rp 14 triliun.
“Fakta bahwa Pertamina menerapkan strategi bisnis yang tepat, karena tahun-tahun sebelumnya mereka juga mampu meraih hasil positif saat Covid-19,” puji Komaidi lagi.
Tak hanya mengapresiasi capaian kinerja Pertamina, ia mengimbau agar ke depan Pertamina tetap berhati-hati menghadapi berbagai tantangan, termasuk terkait transisi energi.
Baca juga : Spanyol Vs Italia, Perang Mental Kekuatan Besar
Pertamina mesti lebih bijak dalam menetapkan portofolio investasi, termasuk di sektor energi fosil dan Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Mengapa? Karena diperkirakan energi yang bersumber dari fosil masih dibutuhkan 30 hingga 50 tahun ke depan,” ucapnya.
Terpisah, Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan, capaian laba tertinggi itu, tidak lepas dari berbagai upaya peningkatan kinerja operasional yang dilakukan perusahaan. Sekalipun perusahaan menghadapi tantangan global yang mempengaruhi pendapatan.
Emma memaparkan, di tengah kondisi global yang tidak menentu, Pertamina bisa meningkatkan kinerja operasional. Ini terlihat dari produksi migas yang meningkat 8 persen. Kemudian juga intake kilang meningkat 2 persen menjadi 341 juta barel per hari (barrel per hour/Bph), volume penjualan meningkat 2 persen.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.