BREAKING NEWS
 

PKSP Fisip Unas Kritisi Sistem Demokrasi dan Pemilu di Indonesia

Reporter & Editor :
TEAM ADV
Kamis, 17 Desember 2020 16:22 WIB
Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Nasional, Prof. Dr. Maswadi Rauf

RM.id  Rakyat Merdeka - Data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) pada 2009-2019 telah mengindikasikan bahwa karakteristik demokrasi di Indonesia relatif masih berada pada tipologi demokrasi liberal. Akibatnya, kalaupun secara kuantitas, lembaga dan aturan main demokrasi telah dihadirkan, tetapi secara kualitas, praktik yang berlangsung belum mencerminkan karakter demokrasi substantif, lantaran minim kapasitas.

Hal tersebut dikatakan Prof. Syarif dalam Seminar Nasional “Refleksi Akhir Tahun: Capaian Indeks Demokrasi Indonesia dan Evaluasi Pilkada Serentak 2020”, yang diselenggarakan secara daring oleh Pusat Kajian Studi Politik (PKSP) Fisip Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Kamis (17/12).

Baca juga : HSBC Sustainability Dukung Pemulihan Ekonomi Indonesia

Diakui Prof. Syarif, secara umum IDI telah mengindikasikan bahwa Indonesia telah cukup berhasil dalam memproduksi vote melalui Pemilu yang diselenggarakan secara rutin. Tetapi menurutnya vote yang dituai melalui Pemilu itu, sangat muskil menghasilkan vote pada paska Pemilu karena tidak terciptanya korelasi antara presence dan representasi.

Adsense

Dalam diskusi yang dipandu Drs. Hilmi Rahman Ibrahim, M.Si itu, Prof. Syarif menilai Pemilu cenderung lebih difungsikan sebagai instrumen oleh para elit politik untuk mendapatkan legitimasi masyarakat. Sehingga implikasinya suara yang diamanahkan oleh masyarakat tidak berdampak pada perbaikan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan periode paska Pemilu. “Konsistensinya capaian indek variabel Hak Memilih dan Dipilih pada kategori Sedang (79,27), dan Pemilu yang Bebas dan Adil dengan kategori baik (85,75), mengindikasikan bahwa secara prosedural Indonesia telah berhasil menyelenggarakan Pemilu sebagai sarana untuk menuai vote,” jelas Prof. Syarif.

Baca juga : Prudential Luncurkan Inovasi Terbaru dan Pertama di Industri Investasi

Tetapi di sisi lain, ungkap Prof. Syarif, fakta masih tetap rendahnya capaian indeks variabel Peran DPRD (61,74), mengisyaratkan bahwa lembaga representatif masih lemah dalam menjalankan fungsinya. Sehingga vote yang dihasilkan pada saat Pemilu tidak banyak terealisasi menjadi voice pada paska Pemilu.

Senada dengan Prof. Syarif Hidayat, Dosen Universitas Paramadina Jakarta, Dr. Abd. Malik Gismar, dan Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Nasional, Prof. Dr. Maswadi Rauf, mengemukakan bahwa perkembangan IDI selama 2009-2019 cenderung biasa saja di angka sedang, terendah 62,63 (2012) dan tertinggi 74,92 (2019).

Baca juga : RCEP Harus Mampu Dongkrak Perekonomian Indonesia

Persoalan terbesar kondisi Kebebasan Sipil, menurut Malik, adalah terkait dengan persoalan Kebebasan Berpendapat yang rendah. Sementara terkait variabel Kebebasan Berkumpul dan Berserikat, Kebebasan Berkeyakinan, dan Kebebasan dari Diskriminasi menurutnya cenderung tidak ada masalah.

Namun demikian, baik Malik maupun Maswadi Rauf optimistis dengan masa depan demokrasi di Indonesia. Malik mengutip pernyataan Wakil Presiden pertama RI, Bung Hatta, yang meyakinkan demokrasi tidak akan lenyap. Mungkin ia tersingkir sementara, tetapi ia akan kembali dengan tegapnya. “Memang tidak mudah membangun demokrasi di Indonesia, tetapi bahwa dia akan muncul kembali itu tidak dapat dibantah,” pungkas Malik mengutip Bung Hatta. [ARM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense