BREAKING NEWS
 

Sampaikan Keprihatinan

Negara Islam Rame-rame Desak Taliban Cabut Larangan Wanita Kuliah

Reporter : PAUL YOANDA
Editor : MELLANI EKA MAHAYANA
Sabtu, 24 Desember 2022 06:24 WIB
Puluhan wanita melakukan demonstrasi menolak larangan perempuan kuliah di universitas, Kabul, Afghanistan, Kamis, 22 Desember 2022. (Foto Reuters/Stringer)

RM.id  Rakyat Merdeka - Beberapa negara Islam menyampaikan keprihatinannya atas kebijakan Taliban yang menutup akses perempuan menempuh pendidikan tinggi di Afghanistan. Langkah itu dianggap sebagai kemunduran.

Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyampaikan kekecewaan terhadap kebijakanTaliban tersebut. Kemlu menegaskan, pendidikan tak memandang jenis kelamin seseorang.

Indonesia mendesak Taliban membuka akses pendidikan bagi siapapun warga Afghanistan. “Indonesia senantiasa mendesak Taliban untuk menyediakan akses seluas-luasnya terhadap pendidikan untuk perempuan,” pernyataan Kemlu, dikutip dari akun Twitter resmi Kemlu, kemarin.

Kemlu menyatakan, Indonesia yakin bahwa partisipasi perempuan dalam segala bidang kehidupan masyarakat sangat penting demi terwujudnya Afghanistan yang damai, stabil dan sejahtera.

Kemlu Arab Saudi juga mengungkapkan keprihatinan yang sama. Riyadh mendesak rezim Taliban membatalkan aturan larangan bagi perempuan untuk bersekolah dan menempuh pendidikan tinggi di universitas. Kerajaan Saudi sangat menyesalkan kebijakan Taliban.

“Kemlu Saudi mengutarakan keheranan dan kekecewaan terhadap keputusan Pemerintah Afghanistan,” bunyi pernyataan Kemlu Saudi.

Baca juga : Masyarakat Kudu Tetap Semangat Menjaga NKRI

Menurut mereka, keputusan itu membuat seluruh negara Islam heran. Hal itu bertentangan dengan kewajiban memberikan perempuan Afghanistan hak-hak mereka. Terutama soal pendidikan.

“Mendukung perempuan mengenyam pendidikan, berkontribusi pada keamanan, stabilitas, pembangunan, hingga kesejahteraan Afghanistan sendiri,” pernyataan Kemlu Saudi.

Selain Saudi, Turki juga geram. Turki menilai kebijakan itu sebagai perampasan hak. Kemlu Turki menyatakan kesedihan dan keprihatianan atas kebijakan tersebut.

Kemlu Turki menegaskan, pendidikan merupakan salah satu hak asasi fundamental yang harusnya dimanfaatkan semua orang, tanpa diskriminasi. Dasarnya adalah kesetaraan.

Tidak ada seorang pun yang boleh merampas hak tersebut. “Kami meminta otoritas Afghanistan agar meninjau kembali keputusan tersebut dan mengambil sejumlah langkah yang diperlukan terkait hal itu,” pernyataan Kemlu Turki.

Adsense

Sebelumnya, Pemerintah Afghanistan yang dikuasai Taliban, kembali memberlakukan pembatasan terhadap hak-hak perempuan. Taliban mengeluarkan dekrit yang melarang mahasiswiuntuk kuliah di universitas.

Baca juga : Bamsoet Tegaskan Pentingnya Konsensus Bersama Hadapi Tantangan Kebangsaan

Di awal pengambilalihan kekuasaan dari Pemerintah yang didukung Amerika Serikat (AS) tahun lalu, Taliban berjanji akan lebih moderat. Dan akan lebih melonggarkan pembatasan terhadap hak-hak perempuan, meski di saat yang sama, mereka tetap memberlakukan hukum Islam yang ketat.

Namun, seiring berjalannya waktu, mereka telah melarang anak perempuan untuk bersekolah di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kaum perempuan juga dilarang untuk sebagian besar pekerjaan, memerintahkan mereka untuk mengenakan pakaian tertutup di depan umum, dari kepala hingga ujung kaki.

Kaum perempuan juga dilarang pergi ke taman dan pusat kebugaran. Dekrit terbaru diumumkan setelah rapat Pemerintah, Selasa (19/12).

Sebuah surat yang dibagikan juru bicara Kementerian Pendidikan Tinggi Ziaullah Hashmi menyebutkan, agar universitas swasta dan negeri untuk menerapkan larangan tersebut sesegera mungkin. Lembaga pendidikan tinggi juga diminta memberi laporan begitu larangan tersebut diberlakukan.

Larangan masuk universitas terjadi beberapa pekan setelah anak-anak sekolah perempuan Afghanistan mengikuti ujian kelulusan sekolah menengah. Para pelajar tersebut tetap mengikuti kegiatan sekolah meski telah dilarang.

Salah satu mahasiswi perempuan yang menolak disebut namanya mengatakan, kebijakan itu membuat dirinya harus melupakan impiannya.

Baca juga : Pengamanan Pernikahan Kaesang-Erina Nggak Kalah Seru Dengan KTT G20 Bali

“Semuanya yang ada di depan mata, hilang. Saya tidak bisa apa-apa,” kata mahasiswi jurnalistik dan komunikasi tahun ketiga di Universitas Nangarhar itu, dilansir Associated Press, kemarin.

Ayahnya bermimpi dia bisa jadi jurnalis berbakat di masa depan. Namun sekarang hancur. “Apakah jadi seorang gadis adalah kejahatan? Jika itu masalahnya, saya berharap tidak terlahir sebagai perempuan,” ujarnya.

Namun, dia berusaha berpikir postif. Dia belum kehilangan semua harapan. Dia ingin melanjutkan pendidikannya dengan cara apapun. Salah satunya dengan belajar secara daring.

“Jika tidak berhasil, saya harus meninggalkan negara ini dan pergi ke negara lain,” katanya.

Keputusan kontroversial itu diprediksi berbuntut pahit. Itu justru akan merusak upaya Taliban untuk mendapatkan pengakuan dari calon donor internasional. Padahal, negara itu tengah dilanda krisis kemanusiaan.

Komunitas internasional telah mendesak para pemimpin Taliban untuk membuka kembali sekolah dan memberikan perem￾mpuan hak mereka untuk ruang publik.***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense