BREAKING NEWS
 

Hilang 172 Tahun, Burung Pelanduk Kalimantan Kembali Ditemukan

Reporter & Editor :
SRI NURGANINGSIH
Rabu, 3 Maret 2021 15:01 WIB
Burung Pelanduk Kalimantan (Malacocincla perspicillata). (Foto: Dok. KLHK)

 Sebelumnya 
Asumsi awal bahwa spesimen tersebut diambil di Pulau Jawa, pada tahun 1895 bahwa ahli ornitologi Swiss Johann Büttikofer menunjukkan bahwa waktu itu Schwaner berada di Pulau Kalimantan.

Spesimen inilah kemudian menjadi spesimen satu-satunya di dunia sehingga semua rujukan dan deskripsi morfologi burung mengacu kepada satu spesimen ini.  

Burung penyanyi yang tergolong dalam keluarga Pellorneidae ini sebelumnya diklasifikasikan Rentan oleh IUCN. Pada tahun 2008, status burung ini berubah menjadi “Kurang Data” berdasarkan penelitian terbaru yang menunjukkan kurangnya informasi yang dapat dipercaya.

Baca juga : KLHK Gercep Siapkan Helikopter Dan Satgas Karhutla

Dalam Peraturan Menteri LHK Nomor P.106 tahun 2018, burung ini belum masuk ke dalam satwa yang dilindungi.    Awal mula burung ini ditemukan merupakan ketidaksengajaan oleh dua orang penduduk lokal di salah satu wilayah di Kalimantan Selatan.

Salah satu dari mereka merupakan anggota dari sebuah grup sosial media bernama Galeatus yang merupakan grup komunitas dan komunikasi mengenai seluk beluk burung. Setelah berdiskusi dan ditelaah oleh tim admin, mereka kemudian menghubungi ahli burung dari Birdpacker untuk mencari informasi lebih lanjut terkait temuan tersebut. 

 "Terdapat perbedaan mencolok pada anatomi burung yang ditemukan dengan literasi yang ada saat ini diantaranya pada warna iris mata, paruh dan warna kaki. Itulah yang membuat identifikasi mengalami kesulitan saat pertama kali melihat morfologi burung ini," ujar Teguh yang juga salah satu penulis makalah mengenai burung ini.

Baca juga : Menteri Siti Lepas Liarkan 14 Ekor Curik Bali di TNBB

Teguh menegaskan, temuan ini juga membuktikan bahwa keanekaragaman hayati Indonesia masih ada pada bagian-bagian terdalam hutan.

Menurutnya, pada kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini, sangat penting membangun jaringan antara masyarakat lokal, peneliti pemula, peneliti profesional, serta berbagai pihak untuk dapat mengumpulkan informasi tentang keanekaragaman hayati di Indonesia, terutama spesies penting yang memiliki sedikit data. “Jejaring ini dapat berdampak besar bagi kelestarian satwa di Indonesia,” ungkap Teguh.

Sementara itu, Peneliti Muda pada pusat Penelitian Biologi LIPI, Tri Haryoko juga pada saat Media Briefing menyebutkan hal yang perlu ditindaklanjuti adalah peranan citizen science yaitu masyarakat luas ikut terlibat dalam pengumpulan, pengarsip, analisis, dan berbagi data keanekaragaman hayati untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Baca juga : Pendekatan Spasial Ditingkatkan, KLHK Fokus Pembangunan Tingkat Tapak

"Meningkatkan kesadaran konservasi, kemudahan akses informasi, dan membangun basis data keanekaragaman hayati. Untuk tindakan selanjutnya perlindungan atau penelitian lebih lanjut," ujar Tri. [SRI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense