Sebelumnya
Surah di atas lebih tegas menganggap orang-orang yang shalat tidak ada artinya atau percuma jika sikap mentalnya masih suka mendemonstrasikan kemewahan dan kelebihannya di tengah orang-orang yang masih memprihatinkan. Sama dengan orang-orang yang enggan atau tidak concern dan tidak mempunyai kepekaan sosial. Mereka memiliki sesuatu yang lebih, tetapi tidak pernah berbagi dengan yang lain. Mereka yang merasa cukup dengan hubungan formalnya dengan Allah, tetapi tidak mau tahu penderitaan orang lain, inilah yang disebut terkecoh dan dianggap orang beragama secara palsu.
Baca juga : Posisi Ideal Ulama Dan Umara
Ayat-ayat dalam surah tersebut di atas juga menegaskan bahwa kesalehan individual semata tidak cukup, tetapi harus diparalelkan dengan kesalehan sosial. Sebaliknya hanya dengan kesalehan individu juga tidak cukup, tetapi harus paralel dengan kesalehan individu. Lebih celaka lagi jika seseorang tidak saleh secara individual dan tidak saleh juga secara sosial.
Baca juga : Memaralelkan Bahasa Agama Dan Bahasa Negara
Kesalehan itu tentu saja bukan saja saleh secara individu tetapi dalam kapasitas kita sebagai pemimpin istitusi, minimum pemimpin rumah tangga, harus juga dilakukan penyalehan secara kolektif, baik secara individu maupun secara sosial kepada bawahan dan seluruh anggota keluarga, karena kita semua digambarkan dalam hadis Nabi sebagai pemimpin dan bertanggung jawab terhadap komunitas yang dipimpin (kullukum ra’in wa kullu ra’in masulun ‘an ra’tih). Jika semua umat beragama dengan baik dan benar, maka yang akan diuntungkan ialah kita sebagai warga bangsa. Sebaliknya, jika kita menjadi warga Negara yang baik dan benar, maka yang diuntungkan ialah kita sebagai umat. ■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.