Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Tantangan Global Umat Masa Depan (21)

Menggagas Ushul Fikih Kebhinnekaan

Minggu, 19 Juni 2022 06:00 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Para pemikir keagamaan ditantang menghadirkan ajaran agama yang lebih aktual dan artikulatif terhadap para pe­meluknya.

Dalam Islam, berbagai gagasan telah dimunculkan. Di antaranya gagasan fikih kebinnekaan, fikih nusantara, fikih berkemajuan, dan lain-lain. Apapun namanya, sulit dibayangkan tanpa terlebih dahulu kita menggagas pokok-pokok ajaran yang compatible dengan zaman.

Baca juga : Menjadi Silent Majority

Untuk Islam, kita memerlukan Ushul Fikih Kebinnekaan. Fikih lebih merupakan produk dari Ushul Fikih. Karena itu, gagasan Ushul Fikih Kebhinnekaan sudah merupakan suatu keniscayaan.

Tidak mungkin kita membangun sebuah sistem etika baru dengan mengubah sistem etika lama tanpa melakukan peninjauan secara komprehensif dasar-dasar pemikiran (ushuliyyah).

Baca juga : Menggandeng Kearifan Lokal

Yang dimaksud ushuliyyah di sini tidak lain adalah kaedah-kaedah pokok yang digunakan untuk memproduksi sistem norma baru (al-istinbath al-hukm) di dalam masyarakat. Mungkin tidak mesti melahirkan kaedah-kaedah usul (qawa’id al-ushul) baru, tapi cukup meneka­nkan sejumlah kaedah yang serasi dengan kondisi obyektif bangsa Indonesia.

Kaedah-kaedah usul penting dalam upaya membaca perubahan sosial yang berpotensi melahirkan perubahan hukum, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah kaedah: Al-hukm yaduuru ma’a illatih, wujudan wa ‘adaman (Hukum mengikuti illatnya, baik mengadakan atau me­niadakannya).

Baca juga : Kekuatan Globalisasi Islam

Jika terjadi sesuatu kondisi di masyarakat menuntut adan­ya hukum untuk mengaturnya, di situ diperlukan hukum. Jika kondisi itu sudah hilang, maka hukum yang diadakan untuk mengaturnya juga otomatis hilang.

Menurut Imam Al-Syatibi di dalam kitab Al-Muwafaqat-nya, kaedah-kaedah ushul dalam agama bersifat definitif (qath‘iyyah), bukannya hipotetis (dzanniyyah), karena dalil-dalil tersebut didasarkan kepada semangat umum (kulliyyāt) syariah yang juga bersifat qath‘iyyah.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.