RM.id Rakyat Merdeka - Kita semua mahir menghitung kekayaan lahiriyah tetapi seringkali bermasa bodoh menghitung kekayaan batin kita. Padahal, hampir semua agama, khususnya Islam, mendakwahkan kekayaan dan kebahagiaan pariprna ialah kekayaan dan kebahagiaan batin. Nabi pernah mengatakan: Al-gina ginan nafs (kekayaan sesungguhnya ialah kekayaan batin). Tanpa kekayaan dan kebahagiaan batin maka sesungguhnya hanya kekayaan dan kebahagiaan semu. Dengan demimikian, kita tidak bisa memandang enteng orang miskin harta atau materi sebab tidak sedikit di antara mereka yang menemukan kebahagiaan batin.
Baca juga : Melatih Diri Untuk Diam
Sebaliknya kita juga tidak bisa takjub sepenuhnya kepada para pemilik kekayaan materi sebab itu belum tentu mereka merasa bahagia dan tenang. Manusiawi memang jika orang-orang menghendaki kedua-duanya, karena kita juga diajari doa oleh Allah SWT sendiri: Rabbana atina fiduunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa quna ’adzabannar (Ya Allah anugrahkanlah kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari api neraka).
Baca juga : Road Map Menjumpai Tuhan
Islam tidak melarang orang mengumpulkan kekayaan materi, bahkan Islam mengharuskan orang untuk bekerja produktif tetapi tetap efisien dan efektif. ”Dunia adalah cermin akhirat”, demikian kata Nabi. Sulit membayangkan akhirat yang baik tanpa dunia yang sukses. Ibadah mahdlah seperti shalat, zakat, haji, bahkan puasa, pun membutuhkan cost. Semuanya perlu biaya dan biaya itu urusan dunia.
Baca juga : Kalian Mau Ke Mana?
Kiat untuk mencapai dan mempertahankan kondisi kebahagiaan batin ialah memperkuat optimisme dan semangat juang (al-raja’ wa al-mujahadah) di dalam diri. Seseorang perlu sesekali mengecoh kehidupan dunianya dengan melakukan halwat atau takhannus seperti yang pernah dilakukan Nabi di Goa Hira, ketika ia sedang hidup berkecukupan di samping isterinya Khadijah yang kaya dan bangsawan. Untuk kehidupan kita sekarang ini, mungkin tidak perlu mencari goa yang terpencil atau jauh-jauh meninggalkan kediaman dan keluarga. Yang paling penting ada suasana ’uzlah (pemisahan diri) sementara dari hiruk pikuknya pikiran ke sebuah tempat yang sejuk dan nyaman. Bisa saja dengan melakukan i’tikaf di salahsatu mesjid, misalnya yang sering dilakukan di dalam bulan suci Ramadlan.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.