BREAKING NEWS
 

Kekeringan Diramal Terjadi Juni, `Kantong Kering` Dari Kemarin

Reporter & Editor :
SRI NURGANINGSIH
Senin, 27 April 2020 05:05 WIB
Ilustrasi Foto: Kementrian LHK

RM.id  Rakyat Merdeka - Juni nanti, kita akan memasuki musim kemarau. Kekeringan pun diramal akan ikut menghantui sebagian wilayah Indonesia. Di tengah muncul prediksi ini, ada warganet yang berkelakar: kalau "musim kering diprediksi terjadi bulan Juni, tapi "kantong kering" sudah terjadi dari kemarin-kemarin."

Pertengahan pekan kemarin, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, melakukan rapat sambungan jarak jauh dengan kepala lembaga terkait untuk mengantisipasi karhutla di musim kemarau. Rapat itu diikuti antara lain Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hammam Riza.

Dalam rapat itu, Dwikorita mengatakan, tahun ini Indoensia akan mengalami el nino netral, yaitu musim kemarau dengan tingkat kekeringan tinggi dibandingkan normalnya. Menghadapi kondisi ini, dia mengimbau kepala daerah untuk meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dari berbagai dampak kemarau, seperti ketersediaan air bersih dan karhutla.

Berbagai antisipasi itu misalnya dengan membuat hujan buatan, terutama di daerah yang rawan karhutla. Kalau mau modifikasi cuaca, Dwi menyarankan agar menggelarnya pada April atau Mei. Soalnya, di bulan tersebut awan hujan masih tersedia. Dwi juga berharap, para pemangku kepentingan dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan.

Baca juga : Kementerian ESDM Permak Tata Kelola Niaga Nikel

Dalam situs resmi BMKG, Dwi memaparkan wilayah yang diprediksi akan mengalami kekeringan hampir merata di seluruh daerah. Di Sumatera, mulai dari Aceh sampai Lampung. Di Jawa, mulai dari Banten sampai Jawa Timur. Sebagian Bali, NTB, dan NTT juga tak lepas dari ancaman kekeringan. Kalimantan Timur bagian tenggara, sebagian Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, dan Maluku bagian barat dan tenggara.

Di musim kering itu, sektor pertanian dipastikan akan tersendat. Pendapatan rakyat pun akan berkurang. Tapi, jika bicara masalah kantong kering, sekarang juga sudah terjadi. Buktinya bisa dilihat dari hasil survei KedaiKopi dan Saiful Mujani Research Center (SMRC). Di situ tergambar, mayoritas penghasilan warga memburuk gara-gara pandemi.

KedaiKopi, yang melakukan survei terhadap 405 responden warga Jabodetabek, menyatakan, 98,4 persen warga memilih tidak mudik ke kampung halaman lantaran mengalami kantong kering alias kondisi keuangan yang menurun. Sebanyak 60,7 persen responden menyatakan, pendapatan mereka turun setelah pemerintah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). “Mayoritas responden bilang, keadaan kantong kering sudah terjadi dari kemarin-kemarin atau sejak awal pandemi. Sejak PSBB diberlakukam pendapatan mereka lebih buruk dari sebelumnya," kata Direktur Eksekutif KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, saat dikonfirmasi, kemarin.

Adsense

Di survei SMRC, diketahui 77 persen warga penghasilannya terancam menurun gara-gara PSBB. Sebanyak 25 persen di antaranya sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan pokok tanpa pinjaman, 15 persen warga menyatakan tabungan hanya cukup untuk beberapa minggu, dan 15 persen warga lainnya hanya memiliki tabungan untuk satu minggu.

Baca juga : Calon Penerima Kartu Pra-Kerja Bisa Buka Rekening BNI dari Rumah

Direktur SMRC, Sirojudin Abbas, mengatakan, mayoritas yang terancam penghasilannya itu paling tinggi adalah warga Jakarta dan Sulawesi Selatan, dengan persentase masing-masing 92 persen. Survei itu juga menunjukkan 78 persen warga Jakarta pendapatannya menurun selama pandemi.

Hasil survei itu juga menunjukkan, 50 persen kondisi ekonomi warga semakin memburuk imbas Covid-19. Sementara, yang menyatakan tidak ada perubahan sebesar 24 persen dan yang menyatakan kondisinya lebih baik hanya 5 persen.

“Kalangan yang paling terkena dampak ini adalah mereka yang bekerja di sektor informal, kerah biru (buruh), dan kelompok yang mengandalkan pendapatan harian,” papar Sirojudin.

Melihat kondisi ini, ia menilai kebijakan PSBB yang sudah mulai diterapkan di Jabodetabek berpotensi dilanggar warga yang rentan secara ekonomi. Karena itu, ia mendorong agar pemerintah segera menyalurkan bantuan bagi warga yang rentan dengan pengawasan agar tak ada penyimpangan di lapangan.

Baca juga : Dirjen Perumahan Diminta Kerja Lebih Keras dan Kreatif

Curhat warga yang kondisi keuangannya memburuk juga bertebaran di linimasa Twitter. Seperti yang dikeluhkan @callmeew. "Corona sih negatif. Tapi kanker yang positif dari kemarin. Kanker alias kantong kering," kicaunya.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyarankan pemerintah bekerja lebih cepat menurunkan bansos untuk menjaga daya beli masyarakat. Menurut dia, bansos yang digelontorkan pemerintah masih kurang. Masih jauh dari kebutuhan warga. Terutama di daerah PSBB. Pasalnya, banyak pekerja, terutama di sektor informal, yang kehilangan mata pencahariannya. "Pemerintah segera kasih makan rakyat,” kata Agus.

Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menyebut, anggaran penanganan pandemi Covid-19 masih kurang. Soalnya, peningkatan belanja dalam APBN Perubahan hanya sekitar Rp 73,4 triliun. Faisal mencontohkan jaring pengaman sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), yang anggarannya sudah dinaikkan sebelum Covid-19. "Jadi, biaya untuk penanganan Corona tidak sebesar itu (Rp 405,1 triliun). Praktis, enggak ada stimulus sebenarnya kalau lihat magnitude tambahan dari APBN," katanya. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense