RM.id Rakyat Merdeka - Badan Legislatif (Baleg) DPR membuka ruang penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Pasalnya, RUU tersebut melahirkan banyak polemik di ruang publik.
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menyatakan, dorongan penundaan pembahasan RUU Penyiaran, salah satunya disurakan Fraksi Partai Gerindra.
Menurut dia, seluruh anggota Fraksi Partai Gerindra di Baleg DPR telah mendapat instruksi tidak membahas RUU Penyiaran.
Baca juga : Anies Baswedan Mustahil Didukung Partai Gerindra
“Fraksi kami (Gerindra) sudah memerintahkan, khususnya kepada saya, sementara tidak membahas RUU Penyiaran,” ujar Supratman melalui keterangan tertulisnya, Rabu (29/5/2024).
Sejauh ini, menurutnya, proses pembahasan RUU Penyiaran baru satu kali dilakukan, yakni mendengarkan paparan dari pengusul, Komisi I DPR. Bila ditunda, proses-proses lain sebelum RUU Penyiaran diketok palu, tidak akan terjadi.
Supratman menjelaskan, ada dua isu krusial yang membuat RUU penundaan pembahasan RUU Penyiaran. Pertama, terkait posisi Dewan Pers. Kedua, soal jurnalistik investigasi.
Baca juga : Anggaran Hingga 130,3 T Hadirkan Angkutan Logistik Murah
“Kedua isu krusial ini mendapat sorotan luas. Sebab, dianggap menggangu kebebasan pers. Pers merupakan salah satu pilar demokrasi yang harus dipertahankan,” cetusnya.
Diketahui, dalam draf RUU Penyiaran yang beredar luas, ada pasal 56 ayat 2 poin c yang melarang penayangan eksklusif kegiatan jurnalistik investigasi. Bila pasal itu disahkan, masyarakat tidak akan mendapat tayangan eksklusif dari pendalaman sebuah kasus yang dilakukan dengan cara-cara jurnalistik investiagasi.
Pasal lain yang menuai kontroversi, Pasal 127 Ayat 2 tentang proses penyelesaian sengketa dalam kegiatan jurnalistik. Pasal itu menyatakan, penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Itu kontra produktif dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, yang mengamanahkan sengketa pers melalui dewan pers.
Baca juga : Carut Marut PPDB Jangan Terjadi Lagi
Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai, sejumlah pasal kontroversial dalam RUU Penyiaran harus ditinjau ulang. Misalnya, pasal terkait pelarangan jurnalistik investigatif. Pasal tersebut inkonstitusional karena tidak sejalan dengan kemerdekaan mengemukakan pendapat.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.