BREAKING NEWS
 

Senator Filep Pertanyakan Dampak DBH Sawit Bagi Pemda Dan Masyarakat Adat Papua

Reporter : AHMAD LATHIF ROSYIDI
Editor : OKTAVIAN SURYA DEWANGGA
Jumat, 7 Oktober 2022 13:59 WIB
Senator Papua Barat Filep Wamafma. (Foto: Ist)

 Sebelumnya 
Selain itu, senator Papua Barat ini menjelaskan bahwa perkebunan sawit di Papua dan Papua Barat menjadi sektor penghasil uang yang besar di daerah.

Terlebih, data Kementan menunjukkan luas lahan perkebunan dan produksi kelapa sawit di Papua dan Papua Barat terus meningkat tiga tahun terakhir.

Selain manfaat ekonomi yang relatif kecil, konsekuensi ekologi dari menurunnya daya dukung lingkungan, kata Filep, ditanggung oleh masyarakat lokal.

Baca juga : Menpora Tegaskan Stadion Bola Milik Pemda Jadi Prioritas Audit

"Tentu kita tidak menginginkan adanya konflik horizontal akibat kondisi ini. Masyarakat adat Suku Afsya di Kampung Bariat, Distrik Konda, dan masyarakat adat Tehit terdampak, di Sorsel yang sejak awal tetap menolak izin perusahaan, menolak keberadaan dan rencana aktivitas perusahaan kepada sawit PT Anugerah Saksi Internusa," jelas Filep.

Filep mengingatkan, dasar hukum pada Pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan menyebutkan bahwa pejabat yang berwenang dilarang menerbitkan izin Usaha Perkebunan di atas Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

Kecuali, telah dicapai persetujuan antara Masyarakat Hukum Adat dan Pelaku Usaha Perkebunan mengenai penyerahan Tanah dan imbalannya.

Baca juga : Menpora Raih Penghargaan Satya Khusus Dari Pemuda Pancasila

“Namun patut diingat, di Pasal 62 UU itu disebutkan bahwa pengembangan Perkebunan diselenggarakan secara berkelanjutan dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial budaya, dan ekologi. Inilah kemudian disebut dengan perkebunan yang berkelanjutan, sustainable,” jelas Filep.

Dalam kaitan dengan hal tersebut, anggota Komite I DPD RI ini menekankan posisi khusus Papua. Filep meminta Pemerintah segera membuat regulasi yang kuat dan komprehensif terkait hasil perkebunan kelapa sawit ini. Hal itu terutama memperhatikan bagi hasilnya bagi masyarakat Papua, khususnya masyarakat adat.

Persoalan dana bagi hasil sawit ini, kata dia, merupakan persoalan dari kebijakan Pemerintah Pusat. Ada keterlambatan di level regulasi terkait eksistensi dana bagi hasil untuk daerah penghasil sawit. Ini dianggap urgent, supaya sebagai lex specialis, UU Otsus juga bisa mengaturnya.

Baca juga : Suasana Semarak Berkat Selembar Foto Instan

"Kalau umbrella act atau aturan payungnya tidak ada, bagaimana kita bisa minta tanggung jawab perusahaan-perusahaan sawit soal perkebunan sawit yang berkelanjutan?" tanya dia.

Padahal, dipaparkannya, di tahun 2021 misalnya, hasil produksi sawit Papua sebesar 574.681 ton, dengan rata-rata pertumbuhannya 26,83 persen dan Papua Barat sebesar 109.589 ton, dengan rata-rata pertumbuhannya 5,47 persen. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense