Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pemerintah Bakal Kirim Balik

Sampah Impor Tak Bisa Didaur Ulang, Dibuang Ke Sungai dan Laut

Kamis, 20 Juni 2019 10:36 WIB
Barang bukti impor sampah plastik mengandung bahan berbahaya di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Sabtu 15 Juni 2019. ( Foto: AFP PHOTO )
Barang bukti impor sampah plastik mengandung bahan berbahaya di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Sabtu 15 Juni 2019. ( Foto: AFP PHOTO )

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah bakal mengirim balik (reekspor) sampah impor yang sudah terlanjur tiba di Indonesia. Impor itu berdampak pada lingkungan hidup. Terlebih, sampah mengandung bahan berbahaya dan tidak dapat didaur ulang.

Sejumlah aktivis sudah sejak lama menyerukan larangan impor sampah. Namun, adanya peraturan dan perizinan yang dikeluarkan pemerintah, membuat upaya itu tersendat.

Seperti yang dituturkan, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNAS) Bagong Suyoto, sejak 1982 dirinya bersama kalangan pemulung dan aktivis lingkungan sudah gencar memprotes praktek impor sampah. 

Mereka mendatangi DPR. Tapi upaya tersebut kurang membuahkan hasil.
“Pengeluaran izin oleh pemerintah dengan modus penyediaan bahan baku kerap diwarnai pelanggaran,” katanya. Pelanggaran yang dimaksud antara lain, penyusupan limbah yang mengandung zat berbahaya di dalam impor yang dilakukan pabrik-pabrik kertas.

Suyoto mengungkapkan, terdapat sejumlah perusahaan yang memainkan impor sampah dengan tujuan mengeruk keuntungan yang berlipat ganda tanpa memikirkan efek lingkungannya. Pasalnya, mendatangkan sampah impor memiliki keuntungan ganda bagi perusahaan yang menjalankan importasi.

Baca juga : Kementerian ESDM: Pasokan Listrik Selama Libur Lebaran di Sulawesi Aman

“Sampah impor ini dari negara asalnya dibiayai lho transportasinya. Sampah di dalam negeri, dijual sama mereka, dapat keuntungan lagi berarti kan? Tapi limbah yang nggak terpakai dibiarkan begitu saja,” katanya.

Peneliti dari Ecoton, Andreas Agus Kristanto mengatakan, apapun alasannya impor sampah tidak bisa dibenarkan dan menyalahi undang-undang. Terlebih, Indonesia belum mampu mengelola sampah dengan baik.

“Indikasi sejak tahun lalu tahun 2018, kalau sampahnya sedikit itu bisa dimaklumi. Lah, kalau banyak sampah bermerek luar negeri ditemukan ini yang jadi pertanyaan,” ujarnya.

Masuknya sampah dengan merek dan lokasi jual dari luar Indonesia diduga disebabkan oleh impor kertas bekas yang dilakukan oleh perusahaan kertas namun, dalam impor kertas itu disisipi sampah plastik sebesar 30 hingga 60 persen. Berdasarkan kajian atas merek sampah plastik yang masuk, diketahui bahwa lebih dari 35 negara dan yang paling besar dari Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru.

“Hasil kajian kami, dari impor kertas berkas itu, kemudian disisipi sampah plastik sebesar 30 sampai 60 persen. Entah apa motifnya, kalau sisi ekonomisnya, sampah plastik bisa diolah jadi biji plastik dan juga dipilah kemudian dijual kembali di sini,” imbuh Andreas.

Baca juga : Pertamina Adakan Pelatihan Daur Ulang Kertas Bekas

Pihaknya juga menemukan, sampah impor tersebut kebanyakan dari sampah rumah tangga. Bahkan, jenis popok, elektronik dan plastik juga ditemukan dalam tumpukan sampah impor.

Pegiat lingkungan dari Bali Fokus, Mochamad Adi Septiono mengatakan, Indonesia perlu mengantisipasi dampak kebijakan National Sword dari China yang membatasi secara ketat impor sampah plastik. Sebelumnya China menyerap 45,1 persen sampah dunia. 

Namun, sejak National Sword berlaku Maret 2018, impor sampah ke negara itu dibatasi. Dengan demikian, Amerika yang tadinya mengekspor sampahnya ke China harus mencari negara tujuan lainnya. “Kini setelah China melakukan kebijakan tersebut, negara-negara ASEAN, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam menjadi sasarannya,” sebutnya.

Manager Kampanye Perkotaan dan Energi Walhi, Dwi Sawung menekankan, tidak semua sampah plastik yang diimpor dari luar negeri bisa didaur ulang. Malah, lebih banyak yang tidak bisa didaur ulang. Akibatnya, sampah tersebut jadi mencemari lingkungan. 

“Ketika tidak bisa didaur ulang, residunya itu nggak bisa diapa-apakan. Kemudian dibuang aja ke pinggir-pinggir sungai, tanah kosong, mengalir­lah ke laut. Jadi sampah di laut, di sungai. Kemudian ada juga yang dibakar,” katanya.

Baca juga : Wiranto: Pemerintah Sudah Tahu Siapa Dalang Kerusuhan

Selain itu, sampah plastik yang masuk ke Indonesia bisa saja mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3). Jika mencemari lingkungan, maka dapat membahayakan kesehatan masyarakat. 

Kondisi ini diperparah denganmanajemen pengelolaan sampah di Indonesia masih buruk. Bahkan berdasarkan catatan Walhi, hanya sekitar 40 persen daerah di Indonesia yang memiliki sistem pengangkutan sampah. Dari jumlah tersebut, kuantitas sampah yang bisa terangkut pun semakin berkurang. 

Hal ini lantas membuat sampah yang tidak terangkut tersebut menjadi residu. “Nggak semua sampah bisa terangkut, paling 90 persen dan itu cuma di beberapa kota saja. Di Jawa saja nggak smuanya,” imbuhnya. [OSP]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.