Dark/Light Mode

Subsidi Boleh Dipotong, Tapi Listrik Jangan Naik

Minggu, 8 September 2019 05:41 WIB
Fahmy Radhi (Foto: Istimewa)
Fahmy Radhi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui penurunan subsidi energi hingga mencapai Rp 12,6 triliun, yang terdiri dari penurunan subsidi listrik Rp7,4 triliun, subsidi BBM Rp 115,6 miliar, subsidi LPG Rp 2,6 triliun, dan kurang bayar Rp 2,5 triliun. Penurunan subsidi energi sebesar itu memang berpotensi menaikkan tarif listrik, harga BBM Premium, dan harga LPG.

Namun, bisa juga Pemerintah tidak harus menaikkan tarif listrik, harga premium, dan harga LPG. Pasalnya, penurunan subsidi itu lebih disebabkan adanya koreksi terhadap asumsi harga minyak dunia yang mempengaruhi Indonesia Crude Price (ICP). Semula ICP ditetapkan sebesar US$ 65 per barel dikoreksi menjadi US$ 63 per barel. Koreksi itu berpengaruh terhadap postur pendapatan dan belanja dalam RAPBN 2020, termasuk penurunan alokasi subsidi energi.

Selain koreksi itu, mulai awal tahun depan PT PLN (Pesero) akan menerapkan kembali automatic adjustment bagi 12 golongan pelanggan listrik, termasuk seluruh pelanggan 900 VA. Automatic adjustment adalah mekanisme penyesuaian tarif listrik secara otomatis, yang digunakan PLN dalam menetapkan penaikan atau penurunan tarif listrik. Dasar yang digunakan dalam adalah varibel pembentuk Harga Pokok Penyediaan (HPP) listrik, terdiri: ICP, inflasi, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dan harga energi primer, yang membentuk HPP.

Baca juga : Subsidi Energi Dipangkas 12,6 Triliun, Listrik Dan BBM Semoga Tak Naik

Penyesuaian tarif listrik otomatis itu berdasarkan variabel pembentuk HPP tersebut bisa menyebabkan tarif listrik naik, tetapi bisa pula tarif listrik turun, tergantung besaran variabel pembentuk HPP. Kalau mencermati variabel pembentuk HPP listrik pada 2019, ada kecenderungan mengalami penurunan dan penguatan.

ICP cenderung turun pada kisaran US$ 63 per barel, lebih rendah dibandingkan dengan harga asumsi ICP di APBN yang ditetapkan sebesar US$ 65 per barel. Kurs tengah rupiah terhadap dolar (AS) hingga Agustus 2019 cenderung menguat mencapai rata-rata Rp. 14.148 per satu dollar AS, lebih kuat ketimbang asumsi APBN 2019 dan RKAP PLN yang ditetapkan sebesar Rp 15.000 per satu dollar AS. Inflasi Agustus 2019 diprediksikan hanya 0,12% per bulan, atau sekitar 3,12% YOY sepanjang 2019.

Selain ketiga indikator itu, variabel biaya energi primer yang menentukan HPP listrik cenderung tetap, bahkan beberapa beberapa harga energi primer mengalami penurunan. Berdasarkan keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018 yang menetapkan Domestic Market Obligation (DMO) harga Batubara yang dijual kepada PLN ditetapkan sebesar US$ 70 per metric ton, yang diberlakukan per 12 Maret 2018 hingga Desember 2019. Dengan DMO harga Batubara sebesar itu, beban HPP listrik dapat diturunkan, mengingat PLN masih menggunakan batu bara sebesar 57% dari total bauran energi primer.

Baca juga : Hore, Listrik di Jayapura Normal Lagi

Demikian juga dengan harga gas, yang proporsi energi primer digunakan PLN sebesar 8%, juga cenderung menurun. PLN sudah menggunakan energi primer gas di mulut sumur sebesar maksimum 14,5% di plant gate pembangkit listrik, sehingga harganya lebih lebih rendah. Efisiensi yang dilakukan PLN, seperti susut jaringan dan operasional keuangan, juga telah menurunkan HPP listrik selama 2019.

Berdasarkan kecenderungan penurunan ICP, penguatan kurs rupiah terhadap Dollar AS, dan stabilitas inflasi, penurunan harga energi primer, utamanya harga Batu bara dan Gas, serta efisiensi yang dilakukan PLN selama ini, maka HPP listrik mestinya mengalami penurunan yang signifikan. Dengan penurunan HPP listrik itu, penetapan tarif dengan menggunakan automatic adjustment mestinya tidak ada kenaikkan tarif listrik pada 2020.

Dengan demikian tidak ada urgensi bagi Pemerintah untuk menaikkan tarif listrik, bahkan dengan penerapan automatic adjustment, tarif listrik berpeluang diturunkan pada tahun depan. Agar tidak ada kenaikkan tarif listrik sepanjang 2020, Kepmen ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018 tentang penetapan DMO harga batu bara sebesar US$ 70 per metric ton harus diperpanjang hingga akhir Desember 2020.

Baca juga : Kondisi Mencekam, PLN Matikan Listrik Di Jayapura

Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.