Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Mulai 1 Maret Obat Kanker Usus Besar Tidak Dijamin BPJS

Nasib Pasien Bisa Nggak Jelas

Senin, 18 Februari 2019 11:44 WIB
BPJS Kesehatan. (Foto : Istimewa).
BPJS Kesehatan. (Foto : Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Kesehatan (Kemkes) mengeluarkan kebijakan baru terkait dua obat terapi target untuk kanker kolorektal (usus besar) metastasis dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Per 1 Maret 2019, obat Bevacizumab tidak lagi dijamin BPJS Kesehatan, sedangkan obat Cetuximab masih diizinkan tetapi dengan restriksi.

Kebijakan tersebut jelas menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat. JKN yang seharusnya melayani segala jenis penyakit sekarang malah dibatasi. Belum lagi pengobatan kanker yang biayanya sangat besar. Jika obat saja tidak dijamin, maka pasien terpaksa beli obat sendiri. Pasien miskin tentu akan makin menderita.

Sejumlah warga menuturkan, layanan JKN seharusnya mampu meringankan beban masyarakat yang sakit. Maka dari itu, BPJS Kesehatan seharusnya menaikkan kualitas pelayanan ketimbang mengurangi obat yang seharusnya dijamin.

Seorang karyawan, Gita menceritakan, saat berangkat kerja dirinya sering berpapasan dengan ibu dan anak yang tiap minggu rutin ke rumah sakit di Jakarta Pusat. “Pernah ibunya cerita kalau anaknya kena kanker, ibu ini pejuang tangguh, habis shubuh dia berangkat ke rumah sakit karen dia harus ngantri sebagai pengguna BPJS, sementara dia cuma masyarakat menengah bawah,” katanya.

Baca juga : Tidak Semua Jalan Bisa Dilewati Motor

Ibu dan anak tersebut jelas terbantu dengan adanya layanan JKN. Namun jika obat kanker malah tidak dijamin lagi, mungkin nasib mereka bakal berbeda. “Gak kebayang kalau ibu tadi harus nerima kenyataan kalau obat kanker tidak gratis lagi,” imbuhnya.

Seorang warga, Mila menuturkan, saat menemani orang tuanya menjalani kemoterapi dia mendapat banyak cerita dari para penderita kanker. Misalnya orang takut berobat saat tau dia kena kanker. “Ada yang takut karena gak punya duit, padahal ada BPJS, tapi ada juga yang kemakan omongan orang kalau kena kanker itu harus begini begitu,” ungkapnya.

Dia menyebutkan, banyak penderita kanker yang sangat terbantu dengan adanya JKN. Tapi kalau obat kanker tidak masuk lagi dalam layanan JKN masalah bakal bertambah. “Pernah ada pasien kanker yang memutuskan berhenti minum obat dan kemoterapi lalu beralih ke pengobatan alternatif, tapi bukannya sembuh malah keburu meninggal, sementara yang rutin minum obat dan kemoterapi ada yang sembuh,” katanya.

Warga lainnya, Deni mengatakan, lama-lama JKN malah makin memprihatinkan. Padahal dia berharap JKN lebih baik dari asuransi kesehatan yang sebelumnya. “Kalau sudah begini kembalikan saja seperti dulu, baik itu Jamkesda, Askes, dan Jamsostek, karena memang lebih baik dari JKN,” ujarnya.

Baca juga : Samsung Minta Maaf Dan Mengaku Lalai

Sementara, Udin menduga bukan cuma obat kanker usus yang bakal dihilangkan dari layanan JKN. Bisa-bisa cuma obat murah saja yang bakal ditanggung BPJS. “Kalau dibiarkan, lama-lama yang ditanggung cuma obat panu dan kudis,” ucapnya.

Sebelumnya, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) no. HK.01.07/2018 tentang Perubahan Atas Kepmenkes Nomor 01.07/2017 tentang Formularium Nasional (Fornas), obat Bevacizumab dikeluarkan dari Fornas. Ketentuan ini mulai aktif sejak 1 Maret 2019 mendatang. 

Dengan kata lain, rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tidak wajib menyediakan obat ini dan tidak diresepkan untuk pasien JKN. Sedangkan obat Cetuximab masih dijamin, tetapi dengan syarat restriksi atau untuk kondisi tertentu saja.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyebutkan, penyakit kanker menunjukan angka cukup tinggi. Hal ini membuat negara melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus menanggung biaya hingga Rp2,7 triliun karena penyakit tersebut.

Baca juga : Artis Tidak Selalu Dongkrak Suara, Bisa Juga Bikin Jeblok

"Kalau melihat data BPJS Kesehatan menunjukan kanker menjadi penyakit tertinggi nomer dua setelah stroke. Yang menjadi beban negara mencapai Rp2,7 triliun," ujarnya. Per 31 Januari 2019, kanker di Indonesia menapaki urutan ke-8 di Asia Tenggara dan 23 di Asia.

Menurut Menkes, menekan angka kanker merupakan pekerjaan yang tidak mudah namun tak mustahil untuk dilakukan. Untuk itu ke depannya, pihaknya akan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penting pola hidup sehat.

"Sebab kanker itu tergantung dari pola hidup kita yang mau sehat atau tidak. Kami juga akan bekerjasama dengan pihak terkait untuk meningkatkan pemahaman pada masyarakat mengenai kanker," tandasnya. [OSP]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.