Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Upaya Dunia untuk Mencapai Nol Emisi Karbon

Kamis, 5 Januari 2023 17:29 WIB
PLTS yang merupakan salah satu bentuk energi baru dan terbarukan (EBT). (Foto: Dirjen EBTKE)
PLTS yang merupakan salah satu bentuk energi baru dan terbarukan (EBT). (Foto: Dirjen EBTKE)

Pemerintah di seluruh penjuru dunia semakin menggalakkan upaya mereka untuk menurunkan emisi karbon mereka. Upaya ini mereka lakukan dengan tujuan untuk mencapai net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon yang merupakan kondisi emisi yang dilepaskan berada dalam keseimbangan dengan emisi yang diserap, baik dengan cara alami maupun buatan. Transisi menuju masa NZE akan menantang umat manusia pada masa ini.

Karbon dioksida atau CO2 adalah sebuah gas rumah kaca yang memiliki kemampuan untuk menjebak panas di dalam atmosfer yang kemudian menyebabkan kenaikan suhu di bumi dan juga merupakan produk sampingan dari bermacam proses yang digunakan untuk menghasilkan energi. Karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer oleh kompleks industri, mesin kendaraan, dan lain-lain. Disebut juga sebagai emisi CO2. Emisi CO2 (karbon dioksida) semakin meningkat dari tahun ke tahun sejak terjadinya revolusi industri pada abad ke-18. Menurut IEA (International Energy Agency), dunia melepaskan kurang lebih 33,2 Gigaton CO2 pada tahun 2019, sedangkan pada tahun 1990, hanya 20,5 Gigaton CO2 yang terlepaskan. Pada tahun 2019, emisi karbon Indonesia sendiri adalah sebesar 583,41 megaton CO2.

Emisi karbon yang sangat besar ini mengakibatkan dampak yang semakin terasa; perubahan iklim yang mengakibatkan dampak yang lebih luas pada sektor lain. Dua sektor akan sangat merasakan dampak dari perubahan iklim, yaitu sektor air dan juga pangan. Perubahan iklim akan meningkatkan suhu bumi yang akan menyebabkan cuaca semakin panas dan kemudian akan menyebabkan kenaikan permukaan laut yang akan menurunkan ketersediaan air bersih yang orang butuhkan untuk menghadapi cuaca panas. Pada sektor pangan, cuaca ekstrem akibat perubahan iklim akan mengakibatkan kondisi lahan untuk bercocok tanam berubah yang kemudian dapat mengakibatkan menurunnya panen pada beberapa daerah di dunia, serta akan mengakibatkan kenaikan harga pangan di seluruh dunia.

Lebih dari 75% emisi karbon di dunia dihasilkan oleh sektor energi, sehingga kenaikan kebutuhan energi akan menaikkan jumlah emisi karbon. Meningkatnya kebutuhan energi menyebabkan dunia untuk meningkatkan produksi energi mereka, di mana sebagian besar energi yang tersalurkan dihasilkan dengan pembakaran sumber energi fosil seperti batu bara, minyak bumi, serta gas alam. Satu kesamaan dari ketiga sumber energi tersebut adalah mereka mengandung karbon dan saat dibakar akan menghasilkan CO2, dengan gas alam yang paling bersih dan menghasilkan emisi karbon dioksida 50% lebih sedikit dibanding batu bara dan 30% lebih sedikit dari minyak bumi.

Di Indonesia, kebutuhan energi pada tahun 2016 diperkirakan sekitar 169 MTOE (million tonnes of oil equivalent) yang 37,1% dipenuhi oleh minyak bumi, 31,4% oleh batu bara, 23,8% oleh gas alam, dan hanya 7,7% yang dipenuhi oleh sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, kebutuhan energi ini juga diprediksi meningkat menjadi 1.000 MTOE pada tahun 2050. Meningkatnya kebutuhan energi tentu akan menyebabkan kenaikan emisi karbon. Namun pemerintah juga berupaya untuk menekan emisi dengan menargetkan untuk mencapai energy mix (bauran energi) yang terdiri dari 20% minyak bumi, 25% batu bara, 24% gas alam, dan juga 31% sumber energi baru dan terbarukan.

Di balik banyak cara yang dilontarkan untuk mencapai nol emisi karbon, sebenarnya hanya terdapat 2 hal esensial, yakni mengurangi emisi karbon sekarang dan juga menyerap emisi karbon yang sudah ada di atmosfer. Pengurangan emisi karbon dapat dilakukan dengan banyak cara, seperti menggunakan sumber EBT yang tidak menghasilkan emisi karbon; mengembangkan teknologi energi fosil yang lebih efisien agar tidak menghasilkan emisi karbon yang besar. Untuk cara kedua, menyerap emisi karbon dari atmosfer dapat dilakukan dengan cara seperti menanam pohon atau tumbuhan atau mengembangkan dan menggunakan teknologi yang dapat menyerap karbon dari atmosfer.

Penggunaan sumber EBT cenderung dinilai lebih baik dibanding mengembangkan dan menggunakan teknologi energi fosil yang lebih efisien. Ini disebabkan oleh fakta bahwa sumber energi fosil sudah akan habis. Sedangkan sumber EBT cenderung sebagian besar tidak akan habis. EBT pun menghasilkan emisi karbon yang lebih sedikit atau bahkan tidak sama sekali jika dibandingkan dengan sumber energi fosil. Selain itu, beberapa sumber EBT juga sudah memiliki harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan sumber energi fosil. Terakhir, pemerintah juga sudah menerapkan pajak karbon yang menyebabkan penggunaan sumber energi fosil memerlukan biaya yang besar.

Penyerapan emisi karbon dari atmosfer dapat dilakukan dengan cara alami seperti menanam pohon dan tumbuhan atau secara buatan menggunakan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS). Cara alami seperti menanam pohon dan tumbuhan tentu lebih murah dan dapat dilakukan di mana saja dan oleh siapa saja, namun tidak sedikit orang yang tertarik dengan teknologi CCUS. Teknologi CCUS memiliki kelebihan seperti dapat digunakan tepat di lokasi yang menghasilkan emisi secara langsung; karbon yang diserap kemudian dapat disimpan dalam sebuah lokasi penyimpanan di atas atau di bawah tanah; atau karbon hasil penyerapan dapat digunakan di industri lain yang memerlukan. Selain itu, teknologi CCUS dapat membantu beberapa sektor yang sulit dikurangi emisi karbonnya, seperti penerbangan, perkapalan, dan lain-lain. dengan meluangkan waktu untuk menentukan jenis teknologi yang tepat untuk mengurangi atau bahkan menghentikan emisi karbonnya.

Pada akhirnya, mencapai nol emisi karbon bukanlah hal yang mudah dan dapat dilakukan sendiri dalam waktu singkat, namun memerlukan waktu yang cukup lama dan harus disertakan kolaborasi dari banyak pihak. Selain itu, tidak hanya satu jenis teknologi energi yang dapat mencapai tujuan tersebut; mencapai tujuan itu, maka kita perlu menggunakan campuran dari bermacam teknologi yang dinilai dapat membantu kita mencapai tujuan tersebut; hal ini disebabkan oleh adanya kelemahan yang dimiliki oleh beberapa sumber energi tertentu namun dapat ditutupi oleh sumber energi yang lain.

Pada tahun 2050, Indonesia sudah menargetkan untuk masih menggunakan 79% sumber energi fosil untuk memenuhi kebutuhan energinya; ini menandakan bahwa emisi karbon di Indonesia masih akan relatif cukup tinggi. Dengan demikian, Indonesia sebaiknya berupaya untuk menyerap emisi karbon yang sudah dilepaskan atau akan terlepaskan dari proses yang masih bergantung pada sumber energi fosil. Mempertimbangkan semua hal itu, maka dapat dikatakan bahwa Indonesia selain perlu mengembangkan dan menggunakan teknologi energi fosil yang lebih efisien bersamaan dengan sumber energi baru dan terbarukan, Indonesia juga perlu menyertainya dengan penyerapan emisi karbon, baik melalui cara alami dengan menanam pohon dan tumbuhan atau cara buatan menggunakan teknologi CCUS.

Pada akhirnya, mencapai nol emisi karbon bukanlah hal yang mudah dilakukan dengan sendirinya namun memerlukan komitmen waktu dan usaha untuk mencapainya. Selain itu, nol emisi karbon sangat sulit bahkan tak mungkin untuk dicapai dengan hanya menggunakan satu jenis teknologi; namun, dengan menggunakan berbagai jenis teknologi yang dapat saling melengkapi dan mendukung, tentu nol emisi karbon dapat kita raih. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.