Dark/Light Mode

Proses Merger Belum Kelar

Indosat Ooredoo Hutchison Diminta Segera Lapor KPPU

Jumat, 7 Januari 2022 19:39 WIB
Indosat Ooredoo resmi melebur dengan Hutchison 3 Indonesia. (Foto: Ist)
Indosat Ooredoo resmi melebur dengan Hutchison 3 Indonesia. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Tepat 4 Januari 2022, Indosat Ooredoo resmi melebur dengan Hutchison 3 Indonesia. Dalam sambutannya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G Plate meminta perusahaan hasil merger ini tetap memenuhi kewajiban kepada negara, pemerintah, maupun pihak lain seperti karyawan setelah resmi dinyatakan merger.

"Termasuk dan tidak terbatas pada kewajiban hukum dan pemenuhan hak-hak karyawan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, serta semaksimal mungkin melindungi dan menjaga sumber daya manusia bangsa Indonesia," kata Plate dalam konferensi pers di Kantor Kominfo.

Sejatinya, meski sudah dapat persetujuan dari Kominfo, merger Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) belum selesai. Karena aset IOH lebih Rp. 2.5 triliun, berdasarkan PP 57 Tahun 2010 dan Perkom 3 Tahun 2019, dalam waktu 30 hari perusahaan wajib melaporkan aksi korporasi tersebut ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Apabila Indosat H3I tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis lebih dari 30 hari, maka akan dikenakan denda Rp. 1 miliar untuk setiap hari keterlambatan.

Prof. Maman Setiawan, Guru Besar Universitas Padjadjaran dan Ketua Tim Indeks Persaingan Usaha 2021 mengatakan, merger akusisi harus dilaporkan ke KPPU untuk menjaga persaingan usaha yang sehat. Apalagi industri telekomunikasi di Indonesia memiliki struktur pasar oligopoli.

Baca juga : Polda Metro Jaya Gelar Lomba Orasi Memperebutkan Piala Kapolri

"Dampak merger ini harus dipelajari secara cermat. Sehingga perlu pengawasan ketat KPPU. Tujuannya agar menjaga iklim persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi. Jika tidak diawasi akan terjadi penguasaan alat produksi operator telekomunikasi," tutur Maman dalam keterangannya, Jumat (7/1).

Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999, KPPU diberikan kewenangan oleh Negara untuk mengawasi iklim persaingan usaha di Indonesia. Jika KPPU tidak dilibatkan dalam pengawasan persaingan usaha di industri telekomunikasi, menurut Maman ujung-ujungnya yang nanti akan dirugikan adalah konsumen dan bangsa Indonesia.

Lanjut Maman, pengawasan terhadap praktek monopoli dan anti persaingan usaha juga harus dilakukan KPPU pasca perusahaan tersebut merger. Tujuannya agar tidak terjadi praktek anti persaingan usaha yang berpotensi mematikan pesaingnya.

Agar menjaga persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi, tahun 2014 Kominfo beserta KPPU memberikan persetujuan merger XL Axis. Namun dengan syarat mengembalikan frekuensi sebesar 2x10MHz. Namun disayangkan merger IOH kali ini Kominfo hanya meminta pengembalian frekuensi sebesar 2x5MHz sebagai salah satu syarat merger.

Maman tidak mengetahui pasti alasan Kominfo hanya menarik 2x5MHz frekuensi IOH. Jika merujuk pada yurisprudensi, menurut Maman harusnya Kominfo dapat menarik minimal sama dengan yang mereka lakukan ketika merger XL Axis.

Baca juga : Kas Cekak Dan Utang Segunung, Keberlangsungan Operasional Indosat Ooredoo H3I Dipertanyakan

"Peran KPPU sangat penting untuk melihat penguasaan frekuensi. Harusnya Kominfo memperlakukan merger IOH sama dengan XL Axis. Tujuannya jangan sampai ada penguasaan atau dominasi frekuensi oleh perusahaan hasil merger. Dominasi alat produksi ini dipastikan akan mempengaruhi pasar. Dan ujung-ujungnya akan mempengaruhi harga. Sebab frekuensi merupakan alat produksi vital bagi operator telekomunikasi," papar Maman.

Menurut Maman, dengan penguasaan frekuensi, pelaku usaha memiliki kekuatan dalam menentukan harga. Pelaku usaha dapat menetapkan excess price terhadap layanannya. Jika ini sampai terjadi maka yang akan dirugikan adalah konsumen telekomunikasi Nasional.

Dominasi alat produksi akan membuat pelaku usaha memiliki kelebihan kapasitas. Sehingga dominasi terhadap kapasitas tersebut bisa dipergunakan pelaku usaha untuk melakukan penjualan layanannya di bawah harga pasar (predatory price) untuk mematikan pesaingnya agar menguasai pasar.

Jika ini sampai terjadi, yang akan dirugikan adalah industri telekomunikasi nasional dan operator telekomunikasi. "Pasar telekomunikasi yang oligopoli bisa menimbulkan excess price. Dengan penguasaan frekuensi yang dimilikinya, pelaku usaha juga bisa menjual layanannya below price. Saya meminta KPPU dapat mengawasi dan evaluasi merger IOH dengan lebih ketat lagi agar persaingan usaha industri telekomunikasi menjadi lebih sehat lagi," pinta Maman.

Selain harus mempertimbangkan penguasaan frekuensi IOH, Maman meminta Kominfo dapat 'memaksa' perusahaan hasil merger untuk membangun di daerah yang selama ini belum mendapatkan layanan Indosat maupun H3I.

Baca juga : Jangan Sampai Pemerintah Indonesia Rugi Dua Kali

"Karena frekuensi merupakan sumber daya terbatas yang dimiliki Negara, seharusnya penguasaannya dapat dijadikan insentif dan disinsentif bagi operator telekomunikasi. Misalnya Kominfo bisa jadikan syarat merger Indosat H3I untuk memprioritaskan pembangunan di daerah terpencil serta terpelosok," tambah Maman.

Pengawasan yang ketat yang nanti akan dilakukan KPPU di merger Indosat H3I dan kewajiban membangun di daerah terpencil, diyakini Maman akan meningkatkan investasi di sektor telekomunikasi Nasional. [MRA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.