Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Peneliti CIPS : Neraca Komoditas Belum Tentu Efektif Tanpa Unsur Harga

Kamis, 27 Januari 2022 23:01 WIB
Penelitian CIPS merekomendasikan evaluasi penerapan neraca komoditas pada lima komoditas untuk menguji sistem perizinan yang baru. (Ilustrasi/IST)
Penelitian CIPS merekomendasikan evaluasi penerapan neraca komoditas pada lima komoditas untuk menguji sistem perizinan yang baru. (Ilustrasi/IST)

RM.id  Rakyat Merdeka - Neraca komoditas dirancang untuk memastikan akses domestik pada komoditas dengan mencocokkan pasokan dalam negeri dan impor dengan jumlah permintaan.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta menilai, absennya unsur harga dalam sistem ini tentu mempengaruhi efektivitasnya dalam memperkirakan permintaan dan jumlah pasokan yang dibutuhkan.

“Harga adalah parameter di mana produsen dan konsumen mengkomunikasikan tingkat penawaran dan permintaan mereka. Harga yang lebih tinggi akan menambah pasokan dan mengurangi permintaan pasar,” jelas Krisna Gupta.

Ia melanjutkan, harga juga mengandung informasi tentang ketersediaan dan permintaan yang dapat menjadi alasan pergeseran permintaan dan penawaran.

Karena alasan ini, kebijakan Pemerintah yang berargumen bahwa kuantitas yang dipasok cukup adalah salah tempat jika harga domestik lebih tinggi dibandingkan dengan harga di masa lalu dan di luar negeri.

Penggunaan kuantitas tanpa harga juga dibayangi oleh proses pengumpulan data yang kompleks, seperti pengumpulan data konsumsi dan produksi di tingkat perusahaan, konsumen, produk, industri, dan nasional.

Baca juga : Peneliti CIPS : Rencana Penggunaan Neraca Komoditas Perlu Dievaluasi

“Padahal Pemerintah selalu menggunakan lartas ekspor impor untuk mengendalikan harga. Makanya agak mengejutkan ketika tiba-tiba kebijakannya akan didasari semata oleh data produksi dan konsumsi,” tambahnya.

Ketidaksepakatan antar kementerian yang mengumpulkan data tentang data mana yang harus digunakan juga menambah kompleksitas pengumpulan data.

Menurut Krisna, data yang dikumpulkan juga merupakan kuantitas produksi dan konsumsi yang disederhanakan yang cenderung mengabaikan masalah seperti kualitas, kemudahan servis, dan kemampuan pengiriman.

Sementara perselisihan data antar kementerian dapat dikurangi, perselisihan data antar perusahaan lebih sulit untuk ditangani.

Tantangan lainnya adalah estimasi dan pemetaan dampak data ini pada rantai nilai industri dan jaringan produksi global.

“Penggunaan data tersebut secara terburu-buru malah berpotensi meningkatkan ketidakpastian dalam berusaha, terutama usaha industri yang terintegrasi dengan rantai pasok global,” cetusnya.

Baca juga : Cek Di Sini, Aturan Terbaru Masuk RI, Berlaku Efektif 7 Januari

Oleh karena itu, harga dan kuantitas perlu menjadi pertimbangan dalam sistem yang akan diluncurkan untuk melacak lima komoditas, yaitu beras, garam, gula, daging sapi, dan produk perikanan.

Penerapan kepada lebih banyak produk di 2023, lanjut Krisna, akan meningkatkan level kompleksitas neraca komoditas.

Neraca Komoditas adalah rangkaian basis data nasional yang terintegrasi dengan penawaran dan permintaan barang yang diperdagangkan untuk kebutuhan masyarakat dan industri di Tanah Air.

Basis data ini juga akan digunakan untuk mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan produksi dalam negeri sehingga izin impor dan izin ekspor diharapkan dapat diterbitkan sesuai kebutuhan.

Neraca komoditas juga ditujukan untuk memastikan produsen lokal dapat mengakses bahan baku dan bahan setengah jadi.

Dan memberikan peran pada pasar domestik dalam penentuan impor dan ekspor.

Baca juga : Komunitas Punk Hingga Aktivis Galang Donasi Di Jalanan

Untuk tujuan ini, impor akan diizinkan jika ada defisit dalam produksi dalam negeri. Sementara ekspor akan diizinkan dalam kasus surplus.

Penelitian CIPS merekomendasikan evaluasi penerapan neraca komoditas pada lima komoditas pertama ini untuk menguji sistem perizinan yang baru.

Pemerintah juga perlu mensurvei pelaku ekspor impor untuk mendapatkan gambaran penerapan neraca komoditas di lapangan.

Krisna juga menekankan pentingnya mempertimbangkan tingkat kerumitan penerapan neraca komoditas, karena tanpa merubah proses pengumpulan data produksi dan konsumsi secara rinci, perbedaan data antar kementerian masih akan terjadi.

"Ketiadaan proses penyelesaian sengketa kuota juga mengurangi potensi perbaikan proses ekspor impor," pungkasnya. [FAZ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.