Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ekonomi Global Melemah, Ekspor Terancam

Minggu, 16 Juni 2019 07:37 WIB
Menkeu  Sri Mulyani
Menkeu Sri Mulyani

RM.id  Rakyat Merdeka -
Perang dagang AS China kian memanas. Kondisi ekonomi global lemah, termasuk perekonomian Indonesia. Konflik ekonomi ini kian memanas pekan ini, setelah Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif tambahan pada barang-barang impor asal China senilai 325 miliar dolar AS. Pemberlakuan tarif ini tanpa batas waktu. 

“Saya tidak punya batas waktu. Batas waktu saya tergantung pada kesepakatan apa yang akan terjadi. Kami akan tentukan batas waktunya, tidak ada yang tahu saat ini,” ujar Trump dikutip dari Reuters, Kamis (13/6). 

Kondis ini, kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, akan sangat berpengaruh terhadap situasi perekonomian global, termasuk Indonesia. Bahkan, institusi internasional seperti dana moneter internasional atau IMF dan Bank Dunia sudah mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini. 

IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,3 persen, sedangkan Bank Dunia mengoreksi turun menjadi 2,6 persen. Tak hanya itu, pertumbuhan perdagangan global juga diprediksi tertekan. Kedua risiko ini berdampak pada kondisi perekonomian berbagai negara, termasuk Indonesia. 

Baca juga : Si Merah Bersisik, Potensi Ekspor dari Subang

“Perekonomian kita ikut kena pelemahan ekonomi global juga. Salah satunya disumbangkan oleh tekanan ekonomi China. Maka, permintaan barang-barang komoditas kita dari China menurun dan itu yang menjelaskan kenapa ekspor kita terkontraksi,” jelasnya.

Walau dia meyakini ¬Indonesia mampu memanfaatkan kesempatan dari berlangsungnya perang dagang. Namun, fakta yang terjadi, Indonesia tetap akan terkena dampak perang dagang ini, baik dalam waktu dekat atau jangka menengah.“Hari ini Indonesia sudah terkena dampak negatif,” ujarnya. 

Karena itu, pemerintah terus meningkatkan kewaspadaan menghadapi ketidakpastian global saat ini. Pasalnya, dia memprediksi, perekonomian global masih dipenuhi tantangan dan ketidakpastian akibat eskalasi perang dagang, persaingan geopolitik, dan fluktuasi harga komoditas. 

“Pada pertemuan G20 di Jepang beberapa waktu lalu, suasananya masih terasa bahwa posisi belum berubah. Dalam arti ketegangan dari perdagangan internasional, baik sisi retorika maupun action masih sama, bahkan ada kecenderungan lebih menguat,” ujarnya. 

Baca juga : Soal Yerusalem, OKI Gempur Amerika

Menurut dia, risiko dari ketegangan perdagangan global akan berdampak pada semester kedua tahun ini. “Pada semester kedua, dengan interest rate cenderung turun. Namun di sisi lain lingkungan global melemah, kita bisa boost investasi. Perhatian terhadap kenaikan suku bunga jadi lebih rendah. Bahkan beberapa negara sudah mulai menurunkan suku bunga,” tuturnya. 

Meski begitu, keputusan investasi tidak hanya dilakukan dari sisi cost of fund, melainkan juga dari sisi prospek ekonomi. Dari sisi keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, perang dagang turut meningkatkan risiko berinvestasi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Ini terlihat dari menurunnya nilai investasi portofolio di pasar domestik. 

“Triwulan IV-2018 investasi portofolio yang masuk ke Indonesia mencapai 10,5 miliar dolar AS. Kuartal I-2019 ini investasi portofolio turun menjadi 5,4 miliar dolar AS karena dampak dari perang dagang,” tutur Perry. 

Namun, bukan berarti tak ada peluang perbaikan. Jika perang dagang berimbas pada melemahnya ekonomi AS, kemungkinan besar Bank Sentral AS batal menaikkan suku bunga acuannya bahkan berpotensi menurunkan. Dengan suku bunga lebih rendah di AS, maka peluang arus modal kembali ke Indonesia meningkat seiring dengan tingkat imbal hasil yang lebih baik dan premi risiko yang terjaga. 

Baca juga : Kinerja Modernland Tetap Ciamik di 2018

Sebelumnya, pemerintah tetap pede pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap di atas 5 persen, sehingga memberikan confidence terhadap investor, tapi di sisi lain cost of fund juga semakin turun. Pemerintah diharapkan tetap harus fokus agar motor penggerak ekonomi dari sisi domestic demand, selain konsumsi, government spending, investasi bisa back-up.[NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.