Dark/Light Mode

Bos BI: Pandemi Menyisakan Bekas Luka Jangka Panjang Buat Ekonomi

Kamis, 10 Maret 2022 10:35 WIB
Seminar Addressing Scarring Effect to Secure Future Growth. (Foto: ist)
Seminar Addressing Scarring Effect to Secure Future Growth. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut, aktivitas perekonomian yang mulai pulih pasca pandemi masih menyisakan bekas luka (scarring effect) jangka menengah panjang, yang perlu diantisipasi.

Pandemi Covid-19 berimbas pada produktivitas dengan adanya tantangan pada pasar tenaga kerja dan pendidikan, serta pada investasi maupun sektor swasta, terutama pada sektor transportasi dan pariwisata. 

"Untuk itu, pentingnya peran G20 melalui kebijakan yang pro terhadap produktivitas, investasi, penguatan pasar tenaga kerja dan relokasi modal," ucap Perry dalam seminar yang diselenggarakan BI bertajuk Addressing Scarring Effect to Secure Future Growth secara virtual, yang dikutip, Kamis (10/3). 

Perhelatan ini merupakan salah satu side events seri Maret dari rangkaian G20 yang berlangsung secara virtual pada tanggal 9 Maret 2022.

Baca juga : Syaratnya, Vaksinasi Lengkap Penyebaran Corona Melandai

Perry melanjutkan, pandemi mengakibatkan terjadinya disrupsi pasar tenaga kerja seperti pengangguran seketika, serta penurunan produktivitas akibat perubahan metode pendidikan sekolah. Lebih lanjut, timbul efek lanjutan masalah pengangguran tersebut seperti kesehatan, masalah sosial hingga stabilitas politik. 

Dalam sesi tersebut, dipaparkan solusi penanganan yaitu mengutamakan investasi healthcare dan produksi vaksin sebagai penanganan pandemi, investasi pada infrastruktur digital guna meningkatkan produktivitas kerja dan pendidikan, memaksimalkan kemampuan digital pada pelajar dan pekerja, menggiatkan investasi sektor strategis, serta dukungan pada masa transisi yakni peningkatan keterampilan kaum wanita dan pemuda.

"Tercatat guncangan koreksi pertumbuhan sektor pariwisata global sebesar 11 persen, lebih dalam dibanding sektor lainnya sebesar 6,4 persen," imbuh Perry. 

Dalam hal ini, pariwisata perlu menjadi prioritas penanganan mengingat sektor tersebut merupakan pilar ekonomi global yang melibatkan pemuda, wanita serta sektor informal. Lebih lanjut guncangan dapat berdampak pada masalah fiskal dan risiko kredit. 

Baca juga : Surveyor Indonesia Serahkan Bantuan Untuk Korban Gempa Pasaman Barat

Untuk penanganannya, kata Perry, terdapat sejumlah inovasi seperti promosi pariwisata domestik, eco-tourism, inovasi teknologi, serta mengaitkan pariwisata dengan sektor lainnya seperti agrikultur dan pengembangan produk ekspor. 

"Pemulihan sektor pariwisata juga bergantung pada kebijakan suatu negara terhadap mobilitas wisatawan yang dikaitkan dengan isu kesehatan," ujarnya.

Menjawab tantangan tersebut, sekaligus untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif, Perry menjelaskan, terdapat prioritas penanganan scarring effects, antara lain relokasi tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran dan mendukung keahlian baru, relokasi modal dan dukungan investasi, serta peningkatan inklusi dan literasi digital melalui pemanfaatan teknologi, serta penanganan dan pencegahan pandemi yang menjadi hal krusial. 

Ia mengimbau, agar korporasi perlu menyusun ulang strategi bisnis, struktur keuangan, manajemen dan ketahanan melalui digitalisasi untuk terus melangkah. "Perbankan juga perlu menilik kembali penyaluran kredit ke sektor prioritas, dan kredit modal kerja bagi ekspansi bisnis," tegas Perry.

Baca juga : Airlangga: NU Berperan Penting Sukseskan Vaksinasi & Bangkitkan Ekonomi

Diketahui, seminar yang terbagi atas tiga bagian ini menekankan pentingnya menangani disrupsi perekenomian akibat pandemi dengan scarring effect sebagai dampak jangka menengah panjang yang mendera berbagai negara dalam aspek tenaga kerja, SDM, dan produktivitas serta bagaimana membangkitkan kembali sektor pariwisata. 

Diskusi dibuka oleh Direktur Eksekutif Reinventing Breton Wood Committee (RBWC), Marc Uzan, dan turut menghadirkan antara lain Chief Macro Policy & Financing for Development UN ESCAP, Sweta C Saxena dan Direktur Departemen Kebijakan Tenaga Kerja ILO PBB, Sangheon Lee, Chief Economist, Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), Eric Berglof, Director for the Directorate of Education and Skills OECD, Andreas Schleicher, delegasi IMF, Serhan Cevik dan Gonzalo Salinas, serta delegasi Brookings Institution, Gian Maria. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.