Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Faskes Daerah Didorong Pakai Fitofarmaka Dalam Sistem Pelayanan JKN

Jumat, 22 April 2022 21:41 WIB
Webinar Diseminasi Hasil Kajian Kebijakan Pengembangan Obat Tradisional Indonesia. (Foto: Ist)
Webinar Diseminasi Hasil Kajian Kebijakan Pengembangan Obat Tradisional Indonesia. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam membangun ketahanan dan kemandirian industri farmasi nasional melalui penyusunan Formularium Nasional Fitofarmaka sehingga Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) Fitofarmaka dapat digunakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Seiring dengan komitmen tersebut, penggunaan produk OMAI Fitofarmaka perlu semakin ditingkatkan di fasilitas pelayanan kesehatan formal.

Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan, Dr. Agusdini Banun Saptaningsih mengungkapkan, Formularium Fitofarmaka akan diluncurkan pada bulan Mei 2022. Menurut Agusdini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sudah menyetujui Formularium ini. Formularium Nasional ini akan memungkinkan klinisi di fasilitas pelayanan kesehatan untuk meresepkan Fitofarmaka kepada pasien.

“Setelah Fornas Fitofarmaka launching pada Mei 2022, Kemenkes akan mensosialisasikan ke wilayah Indonesia Barat, Tengah dan Timur untuk fasilitas kesehatan agar membeli fitofarmaka,” kata Dr. Agusdini pada Webinar “Diseminasi Hasil Kajian Kebijakan Pengembangan Obat Tradisional Indonesia” oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (PKMK FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (14/4).

Baca juga : Jasa Raharja Tingkatkan Manajemen Risiko Perusahaan

Selama ini OMAI Fitofarmaka terhalang masuk Formularium Obat-obatan Nasional untuk program JKN karena adanya Permenkes No 54/2018. Meski sudah lolos uji klinis, Fitofarmaka masih dianggap sebagai obat tradisional karena terbuat dari bahan alam. Padahal sebenarnya fasilitas kesehatan di daerah bisa saja meresepkan Fitofarmaka untuk pasien melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).

Namun, menurut Dr. Agusdini, penyerapan DAK di daerah belum maksimal, sehingga dengan diluncurkannya Formularium Fitofarmaka, penggunaan DAK untuk pengadaan OMAI Fitofarmaka bisa lebih maksimal. Pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 1,43 triliun untuk mendorong penggunaan OMAI oleh seluruh Dinas Kesehatan di daerah.

“Kami agendakan ada 4 pekerjaan Kemenkes untuk sosialisasikan ke dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota untuk menggunakan dana sekitar Rp 1,43 triliun untuk membelanjakan sebagian DAK dan membeli fitofarmaka dan OHT di masing-masing dinas kesehatan,” ujarnya.

Baca juga : Generasi Milenial Didorong Mulai Garap Pertanian Perkotaan

Penggunaan anggaran untuk pengadaan Fitofarmaka di Dinas Kesehatan daerah juga sejalan dengan Instruksi Presiden No 2 Tahun 2022 yakni guna mempercepat pembelian produk dalam negeri. Pengembangan produk Fitofarmaka juga sejalan dengan Permenkes No 17/2017 terkait 4 pilar pengembangan produk farmasi. Fitofarmaka termasuk dalam pilar obat natural.

Ia menambahkan, sebelumnya Tim Komite Nasional Formularium Fitofarmaka telah menyusun 24 item yang kemudian diringkas menjadi 7 indikasi kelas terapi. Dari angka tersebut, ada 5 indikasi kelas terapi yang disetujui masuk dalam Formularium Fitofarmaka.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Kesehatan Prof. dr. Laksono Trisnantoro menyoroti khasiat dan keamanan fitofarmaka yang telah melalui uji praklinik dan uji klinik, serta bahan baku dan produknya sudah terstandarisasi. Untuk itu, perlu adanya pembedaan dengan obat tradisional jamu dan obat herbal terstandar. “Fitofarmaka bukan obat tradisional melainkan obat modern dari bahan herbal,” kata Prof. Laksono.

Baca juga : Bamsoet Dorong Advokat Manfaatkan IT Dalam Dunia Hukum

Menurut Prof. Laksono, di masa mendatang Fitofarmaka perlu dikembangkan sebagai obat ethical yang memerlukan resep dokter sebagai ciri dari obat modern, menjadi bagian dari pengobatan modern, masuk ke dalam program Jaminan Kesehatan Nasional dan bersaing dengan obat ethical non-herbal dengan khasiat yang sama. “Jadi fitofarmaka bukan hanya sebagai suplemen, tetapi menjadi obat pilihan yang diresepkan dokter untuk berbagai penyakit seperti diabetes, hipertensi dan penyakit tertentu lainnya,” katanya.

dr Ulfatun Nisa, Tim Peneliti Fakultas Farmasi-FKKMK UGM memaparkan bahwa berdasarkan hasil penelitian timnya, permintaan pengadaan OMAI Fitofarmaka oleh tenaga kesehatan masih minim. Padahal fasilitas kesehatan bisa mengalokasikan DAK hingga 20 persen untuk pengadaan Fitofarmaka.

Beliau menyebut, implementasi kebijakan pengembangan OMAI di tanah air dapat melihat kebijakan di negara China sebagai pembanding. “Pemerintah China menjamin ketersediaan sumber daya mulai dari tenaga, produk dan anggaran pengembangan. Lalu obat dan pelayanan pengobatan tradisionalnya ditanggung oleh asuransi pemerintah,” paparnya. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.