Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Gendong Bocah Ajaib Dari NTT, YouTuber Jerome Polin Happy
- Kepercayaan Publik Bisa Tergerus, Pakar Minta KY Gerak Cepat Respons Putusan Lepas Terdakwa KSP Indosurya
- Wamen ATR/BPN Serahkan Sertipikat Tanah Milik TK Aisyiyah Di Kudus
- KPK Sebut Rekening Pedagang Burung Yang Diblokir Sudah Dibuka
- Mantan Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar Jadi Tersangka

RM.id Rakyat Merdeka - Maraknya investasi ilegal tengah menjadi buah bibir masyarakat Indonesia, terutama di media sosial. Isu ini bergulir karena berita penangkapan beberapa afiliator yang diduga melakukan penipuan dan pencucian uang, seperti Indra Kenz dan Doni Salmanan.
Kasus ini terbongkar berawal dari laporan ke polisi oleh orang yang merasa menjadi korban penipuan seorang influencer dan mantan afiliator sehingga mengalami kerugian ratusan juta rupiah. Laporan itu diikuti laporan dari beberapa orang lain yang menyatakan menjadi korban penipuan dari penggunaan aplikasi robot trading. Polisi kemudian menangkap beberapa influencer dan menyelidiki beberapa artis untuk mendalami kasus tersebut.
Guna memberantas kejahatan itu, banyak rekening yang terafiliasi para tersangka dibekukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), lembaga sentral yang mengkoordinir pelaksanaan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Sayangnya, banyak orang, terutama kaum milenial, yang tidak sadar bahwa mereka menjadi target penipuan dan pencucian uang.
Berangkat dari permasalahan itu, Forum Milenial Madjoe rintisan Ira Koesno Communications (IKComm) menggelar webinar bertajuk “Mau Tajir Instan? Hati-Hati Kena Pencucian Uang!” pada Sabtu (23/4). Webinar ini menghadirkan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dan CEO Aplikasi Pintu Jeth Soetoyo.
Berita Terkait : Waspada, Jangan Kepedean
Dalam kesempatan tersebut, Ivan Yustiavandana mengatakan, perkembangan teknologi digital perbankan memberikan benefit berupa efisiensi, kecepatan, dan kemudahan dalam transaksi perbankan dan keuangan. Akan tetapi, para pelaku kejahatan juga memanfaatkan kemajuan teknologi digital untuk melakukan pencucian uang hasil investasi ilegal itu. “Kondisi ini menjadikan modus pencucian uang (money laundering) menjadi lebih masif, rumit, dan semakin sulit diidentifikasi,” ujarnya.
Modus para pelaku untuk menyembunyikan atau menyamarkan dana hasil investasi ilegal tersebut juga kian beragam. Beberapa di antaranya adalah menyimpan dana dalam bentuk aset kripto, penggunaan rekening milik orang lain, serta mengalirkan dana ke berbagai rekening di beberapa bank dalam dan luar negeri untuk mempersulit penelusuran transaksi.
Berita Terkait : Tyson Fury Waspada Penakluk Banteng
Oleh sebab itu, agar tidak menjadi korban penipuan dan investasi ilegal, Ivan mengingatkan masyarakat untuk memastikan legalitas perusahaan sektor jasa keuangan yang diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan legalitas perusahaan pada instansi terkait sesuai dengan kegiatan usaha. Dalam berinvestasi pun semua perlu mengikuti proses secara benar.
“Terpenting lagi, tidak ada investasi yang instan. Semuanya perlu proses. Harus sakit dulu. Kuliah saja harus skripsi dulu baru lulus, bukan? Harus aware juga terhadap bahaya pencucian uang, karena risikonya kita yang hadapi sendiri,” wanti-wanti Ivan.
Selanjutnya
Tags :
Berita Lainnya