Dark/Light Mode

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Digital Butuh Dukungan Pemerintah, Publik Dan BUMN

Selasa, 14 Juni 2022 12:29 WIB
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda. (Foto: Istimewa)
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ekonom menilai kegaduhan investasi Telkomsel di GoTo lebih bernuansa politik dibanding bisnis. Padahal, investasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini ke perusahaan digital ini sangat menguntungkan.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda mengatakan, secara keseluruhan investasi Telkomsel di GoTo merupakan keputusan bisnis biasa yang dilakukan sebuah korporasi ke perusahaan digital.

Lanjut Nailul, hingga saat ini dirinya belum menemukan bukti yang jelas kaitan benturan kepentingan investasi Telkomsel di GoTo. Benturan kepentingan dinilai Nailul memiliki spektrum yang sangat luas. Tidak hanya sekadar dari keterikatan hubungan keluarga atau dekat dengan siapa.

Padahal perusahaan pelat merah yang berinvestasi di GoTo tak hanya GoTo semata. Bahkan yang berinvestasi di GoTo juga bukan perusahaan BUMN saja. Tetapi ada perusahaan swasta Nasional dan ventur capital multi Nasional.

Baca juga : Kembangin Digitalisasi Sistem Pembayaran, BI Buka Konsultasi Publik

"Sejatinya kegaduhan dalam investasi Telkomsel di GoTo lebih banyak memiliki tujuan untuk menggoyang manajemen Telkom. seperti perusahaan telekomunikasi lainnya, Telkom dan Telkomsel memiliki kepentingan berinvestasi di perusahaan digital. Karena bisnis perusahaan telekomunikasi saat ini berkaitan erat dengan ekonomi digital. Mereka saling melengkapi," ungkap Nailul.

Nailul menilai, potensi ekonomi digital di Indonesia sangat besar. Ini dapat dilihat dari tingginya minat investor untuk masuk ke sektor digital Nasional. Bahkan SingTel Group juga tengah masuk ke bank digital di Indonesia.

"Karena hanya melihat dari sisi ekonominya saja maka saya masih melihat keputusan investasi yang dilakukan Telkomsel di GoTo murni bisnis. Bahkan sinergi bisnis bisa dioptimalkan dengan masuknya Telkomsel di GoTo.  Dan tentu investasi Telkomsel di GoTo juga melalui pengawasan  SingTel. Sehingga semua proses GCG dan risk management sudah dijalankan dengan baik. Apalagi Telkom sebagai BUMN dan perusahaan publik sangat menjunjung tinggi GCG dan risk management," terang Nailul.

Nailul juga menyebut, masyarakat kurang memahami pemahaman pasar modal dan metode akutansi pencatatan. Menurutnya, yang dicatatkan Telkom dalam laporan keuangan masih berupa potensial. Selama saham GoTo yang dipegang oleh Telkomsel masih belum dijual, belum bisa dikatakan sebagai untung atau rugi.

Baca juga : Pemerintah Dukung Pengembangan Komoditas Unggulan Daerah

"Karena metode pencatatan laporan keuangan harus menggunakan market to market harga terakhir di bursa. Jika menggunakan acuan harga saham saat ini, pasti potensial gain buat Telkom Group. Pada laporan keuangan Desember 2021 ada potensial gain tidak ada yang mempermasalahkan. Investasi Telkomsel di GoTo di harga Rp 270. Jadi menggunakan harga sekarang Telkom berpotensi untung. Sehingga potensi naik atau turunnya investasi Telkomsel di GoTo tergantung periode pencatatannya dan harga saham saat dicatatkan," kata Nailul.

Agar kegaduhan investasi perusahaan BUMN di perusahaan digital tidak terjadi lagi, Nailul berharap perlu adanya peningkatan literasi masyarakat terhadap pasar modal dan pencatatan laporan keuangan.

Saat ini edukasi masyarakat terhadap pasar modal dan pencatatan laporan keuangan masih kurang.

Nailul mengakui, memang ada beberapa pihak yang sudah menjelaskan mengenai pasar modal dan PSAK. Namun penjelasannya belum mendalam dan masih tendensius ke arah politik dengan mengarahkan ke faktor benturan kepentingan.

Baca juga : Sekjen Kemendagri: Penyelenggaraan Pemilu Butuh Dukungan & Koordinasi

Faktor benturan kepentingan yang memiliki hubungan keluarga menurut Nailul perlu dibuktikan. Nailul menilai, tidak tepat benturan kepentingan dikaitkan dengan potensi lost.

Agar dikemudian hari investasi minim benturan kepentingan, Nailul meminta agar OJK  memperkuat aturan mengenai business judgment rule. Aturan yang ada saat ini masih terlalu umum dan multi tafsir.

"Regulasi yang ada di OJK maupun di perusahaan BUMN diperkuat saja. Sebab potensi ekonomi digital masih bisa tumbuh dan banyak perusahaan digital membutuhkan angel investor dari perusahaan BUMN. Jangan sampai kegaduhan ini membuat perusahaan BUMN engan untuk investasi di start up Nasional. Untuk memperbesar ekonomi digital perlu dukungan semua pihak baik itu Pemerintah, masyarakat dan perusahaan BUMN," pungkas Nailul. (MRA)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.