Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ekonomi Indonesia Aman, Tapi Waspadai Laju Inflasi

Selasa, 2 Agustus 2022 07:32 WIB
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan eksternal yang dapat mempengaruhi perekonomian nasional. 

Mulai dari pandemi yang belum selesai, perang Rusia-Ukraina dan juga perlambatan ekonomi negara maju, yaitu Amerika Serikat dan China. 

“AS, China, Eropa adalah negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Jadi, kalau mereka melemah, permintaan ekspor turun dan harga komoditas turun," kata Sri Mulyani. 

Berdasarkan data BPS, nilai ekspor Indonesia Januari–Juni 2022 mencapai 141,07 miliar dolar AS, atau naik 37,11 persen dibanding periode yang sama tahun 2021. Sementara ekspor nonmigas mencapai 133,31 miliar dolar AS atau naik 37,33 persen.

Namun, menurut Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman, perekonomian Indonesia masih ditopang konsumsi dalam negeri yang kuat.

“Indonesia ekonominya cenderung tidak terlalu open. Sekitar 50 persen lebih ekonomi ditopang konsumsi dalam negeri. Jadi dampaknya seharusnya tidak signifikan ya. Di tambah permintaan batu bara tetap kuat walau China melambat. Karena permintaan Eropa naik di tengah penurunan impor energi dari Rusia,” kata pria yang akrab disapa Oce ini, Senin (1/8). 

Baca juga : Ini 3 Pemain The Guardian Yang Absen Lawan Macan Putih

Hal lain yang dikhawatirkan adalah laju inflasi dalam negeri. BPS melaporkan laju inflasi domestik bulan lalu adalah 0,64 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). 

Lebih tinggi dibandingkan Juni 2022 yang sebesar 0,61 persen. Namun secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi terakselerasi. Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94 persen yoy, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35 persen sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi inflasi, yaitu harga bahan pokok, transportasi dan konsumsi rumah tangga seperti listrik dan bahan bakar. 

Kendati begitu, dia masih memprediksikan inflasi akan terus naik secara substansi maupun mendasar pada semester 2 tahun 2022. 

Ini lebih disebabkan meningkatnya permintaan (demand-pull inflation), menyusul pelonggaran PPKM yang membuat masyarakat lebih leluasa bergerak dan kecepatan uang berputar.

Meski tren inflasi diperkirakan akan terus naik, namun pihaknya optimis inflasi akan berada pada 4,60 persen di akhir tahun, sedikit di atas kisaran Bank Indonesia yaitu 3%+1. 

Baca juga : Tanpa Ciro, David Da Silva Masih Jadi Andalan Persib

Oce berpendapatan, kondisi perekonomian Indonesia masih akan baik. Apalagi jika dibandingkan dengan awal pandemi.

“Saya rasa tidak akan separah ketika pandemi Covid-19. Karena walau melemah namun perbaikan demand tetap ada,” tandas Oce. 

Suplai Melimpah

Sementara, Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, stok komoditas Indonesia memang dalam kondisi aman. Sektor agrikultur Indonesia mencatatkan kinerja cukup baik dengan kelimpahan suplai. Sementara, input produksi banyak negara maju mengalami penurunan. 

"Karena selama pemulihan Covid-19 dari sisi input produksi, negara-negara besar tidak hanya Jepang itu mengalami kelangkaan. Sementara di Indonesia kita over supply," ujarnya.

Padahal, mereka membutuhkan pasokan komoditas untuk pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi. Hal itu memunculkan wacana untuk ekspor dari Indonesia ke negara lain.

Baca juga : Sore Ini, Skuad Bali United Waspada Aksi Wiljan Pluim

"Sektor pertanian kita over supply, kemudian pupuk kita juga over supply. Bahkan ada keinginan untuk ekspor ke Afrika dan juga ke Amerika Latin," tambahnya.

Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia itu menyarankan pemerintah tidak terlena dengan suplai melimpah dalam negeri. Menurutnya, pemerintah harus mewaspadai permintaan komoditas dalam negeri yang juga menunjukkan kenaikan. 

"Cuma memang kalau dari sisi ekspor saja, kita juga harus hati-hati. Jangan sampai ini terlalu agresif dilakukan. Nanti ketika kita butuhkan, justru langka. Dari sisi demand sedang bertumbuh, jangan sampai demand optimal kita langka suplai inputnya," katanya.

Faisal juga mengungkapkan, hasil simulasi menunjukkan adanya kemungkinan kerugian yang dialami jika Indonesia terlalu agresif melakukan ekspor. Akhirnya, justru berpengaruh negatif buat perekonomian.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.