Dark/Light Mode

Hadapi Badai Dunia Tahun 2023

Siapkan Penangkal, Jangan Sampai Ekonomi Kita Anjlok

Minggu, 14 Agustus 2022 06:45 WIB
Ilustrasi ekonomi. (Foto: SHUTTERSTOCK).
Ilustrasi ekonomi. (Foto: SHUTTERSTOCK).

RM.id  Rakyat Merdeka - Lembaga internasional seperti International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia hingga Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), menyebut perekonomian dunia bakal semakin gelap pada tahun 2023. Kita harus waspada dan segera menyiapkan penangkalnya.

Direktur Center of Eco­nomic and Law Studie (Celios) Bhima Yudhistira khawatir, pertumbuhan ekonomi Indone­sia yang sedang menanjak bisa kembali anjlok, jika Pemerintah tidak menyiapkan antisipasi menghadapi badai (ekonomi) yang sempurna atau perfect storm pada 2023.

“Jangan sampai pertumbuhan ekonomi yang lagi melonjak kem­bali jeblok,” kata Bhima kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Kondisi perekonomian dunia bakal gelap di tahun depan, dan disebabkan berbagai ketidakpas­tian global yang terjadi. Mulai dari risiko inflasi, menyebabkan turunnya daya beli masyarakat. Lalu, melambungnya harga pangan dan biaya berbagai jenis bahan baku industri, hingga ketegangan geopolitik yang makin meluas.

Baca juga : Puan Ingatkan Pemerintah Siapkan Rencana Cadangan Hadapi Krisis Pertalite

Bhima mengungkapkan, resesi global dipastikan bakal mendorong penurunan permintaan akan komoditas energi.

Seperti diketahui, Indonesia sampai saat ini masih mengan­dalkan penerimaan dari ekspor komoditas.

Ancaman juga muncul dari segi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini semakin berpengaruh terhadap inflasi dari harga produsen.

Bhima menyebut, kenaikan berbagai kebutuhan bahan baku dan juga mesin bisa kembali me­nekan industri manufaktur.

Baca juga : Angkasa Pura I Tanam 5.000 Pohon di Kawasan Penyangga Bandara YIA

“Pelaku usaha terjepit dalam dilema. Mereka harus tetap me­nahan harga jual barang, meski operasional dan biaya produk naik. Perusahaan makin tertekan, ini akan mempengaruhi omzet dan pendapatan,” jelas dia.

Belum lagi potensi krisis pangan bisa ikut menyerang Indonesia. Menurut Bhima, Indonesia memiliki kelemahan dalam pangan. Pasalnya, tahun 2021 luasan lahan panen untuk padi menurun 2 persen.

Selain itu, ketergantungan im­por pangan Indonesia masih cukup tinggi untuk beberapa kebutuhan pokok, seperti bawang putih, gula, hingga gandum. Demikian juga dengan pupuk yang sebagian masih mengandalkan impor.

Ini akan mempengaruhi sta­bilitas ekonomi di dalam negeri. Ditambah lagi, kenaikan suku bunga di negara-negara lain secara agresif yang bisa mene­kan konsumen dan investasi. Kondisi ini makin berdampak pada kontraksi ekonomi.

Baca juga : Menkeu: APBN 2023 Tahan Guncangan Hadapi Ekonomi Global

Untuk menghadapi badai ekonomi yang cukup mengeri­kan di tahun depan, Bhima mengusulkan beberapa hal agar Indonesia bisa selamat.

Dia menyarankan, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) segera mengambil anti­sipasi jangka pendek. Misalnya, melakukan stres test terhadap perbankan, asuransi dan lem­baga keuangan lain.

Terutama berkaitan dengan dampak resesi di AS, keluarnya modal asing dan kenaikan suku bunga yang eksesif (Fed rate naik >4 kali setahun).
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Live KPU