Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kekhawatiran Sri Mulyani

Krisis Iklim Lebih Ngeri Dari Pandemi Covid-19

Kamis, 15 September 2022 06:30 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam acara HSBC Summit 2022. (Foto: Dok. Kementerian Keuangan).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam acara HSBC Summit 2022. (Foto: Dok. Kementerian Keuangan).

RM.id  Rakyat Merdeka - Gelombang panas disertai kekeringan terjadi di sejumlah negara dan berpotensi merembet ke Indonesia. Dampak perubahan iklim tersebut dikhawatirkan lebih mengerikan dari pandemi Covid-19.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan, perubahan iklim yang tengah terjadi merupakan ancaman global yang bisa mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi.

“Dan secara signifikan mem­pengaruhi dunia lebih dari pan­demi Covid-19,” ungkap Ani-sapaan akrab Sri Mulyani dalam acara HSBC Summit 2022 dengan tema ‘Powering the Transition To Net Zero: Indonesia’s Pathway for Green Recovery’, yang disiar­kan secara online, kemarin.

Baca juga : Lebih Baik Regulasi Rokok Elektrik Dibuat Di Luar PP 109/2012

Menurutnya, perubahan iklim bisa menggerus potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 3,45 persen dari Produk Do­mestik Bruto (PDB) pada 2030.

Pada 2023, Indonesia bisa kehilangan potensi ekonomi Rp 112,2 triliun atau 0,5 persen dari Gross Domestic Product (GDP) akibat krisis perubahan iklim.

Ani mengatakan, tanda-tanda terjadinya krisis perubahan iklim bisa dilihat dari kenaikan emisi gas sebesar 4,3 persen dari 2010- 2018, suhu udara yang naik 0.03 derajat celcius tiap tahun, dan tinggi permukaan laut yang naik 0,8-1,2 cm.

Baca juga : Kegiatan Belajar Di Sekolah Tetap Waspadai Covid-19

“Salah satu institut di Swiss membuat laporan bahwa dunia akan kehilangan potensi ekono­mi hingga 10 persen jika kesepakatan Paris Agreement untuk mencapai emisi nol 2050 tidak tercapai,” katanya.

Mantan Direktur Bank Dunia ini menjelaskan, ada banyak pela­jaran yang bisa diambil dari pan­demi Covid-19. Antara lain semua negara harus saling bekerja sama. Hal tersebut dapat diterapkan un­tuk menghadapi krisis perubahan iklim. Karena, tidak ada satu negara yang tidak terkena dampak­nya. Termasuk Indonesia.

Pemerintah, lanjut Ani, berkomitmen untuk mengurangi emisi lewat kesepakatan Paris Agreement, yaitu menurunkan 29 persen emisi C02 dengan upaya sendiri serta 41 persen CO2 dengan bantuan internasional pada 2030.

Baca juga : Indonesia Jauh Lebih Baik Dari Jepang Dkk

Ani memastikan Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran untuk tindakan mitigasi dalam menghadapi krisis iklim. Tapi, un­tuk mencapai target tersebut perlu sumber dana yang besar, yaitu sekitar Rp 3.461 triliun atau Rp 266 triliun per tahun. Sedangkan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) hanya mengalokasikan Rp 89,6 triliun per tahun atau 3,6 persen dari total pengeluaran Pemerintah.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.