Dark/Light Mode

Hadapi Revolusi Industri 4.0, Pelaku Industri Dituntut Cepat Beradaptasi

Senin, 10 Oktober 2022 23:36 WIB
Senior Management Consultant Kearney Shaun Djuhari. (Foto: Ist)
Senior Management Consultant Kearney Shaun Djuhari. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menghadapi revolusi industri 4.0 yang kian cepat dan masif, setiap pelaku industri dituntut untuk dapat melakukan adaptasi dan transformasi di berbagai sektor manufaktur.

“Tingkat daya saing Indonesia dalam lingkup perindustrian mulai dirampas akibat adanya unsur produktivitas yang stagnan, serta minimnya adopsi teknologi berbasis inovasi digital,” ungkap Senior Management Consultant Kearney Shaun Djuhari dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/10).

Shaun turut menganalisa bahwa ada empat faktor kesuksesan yang dimiliki negara perindustrian terdepan di dunia, di antaranya China, Jerman, Korea Selatan, dan Vietnam.

“Mereka mempunyai service model, digital industry foundation, digital ecosystem, dan sistem pemerintahan yang sangat canggih. Dengan melihat dan meniru tentang bagaimana negara tetangga telah melakukannya, kami yakin Indonesia bisa menjadi manufacturing powerhouse lagi,” ungkapnya.

Baca juga : Bisa Diakses Via Website, PeduliLindungi Kini Semakin Merakyat

Sepanjang periode 15 tahun, China (Chinese Economic Reform, 1985-2000), Korea Selatan (Heavy Chemical Industry Drive, 1965-1980), Vietnam (Post-Joining World Trade Organization, 2005-2020) telah mentransformasikan portofolio industri mereka menuju manufaktur berbasis kompleks secara mayoritas.

Transformasi bahan ekspor tertinggi yang didominasi oleh minyak, pakaian, hingga tekstil kini meningkat menjadi produsen elektronik, mesin dan mekanis, serta otomotif.

“Setelah menganalisis aspek tersebut, dapat dilihat pada 2020, setiap negara percontohan telah memiliki portofolio industri lebih dari 55 persen di segmen manufaktur berbasis kompleks. Sedangkan, Indonesia masih berada di kisaran angka 30 persen untuk kategori manufaktur berbasis kompleks dengan dua bahan ekspor tertinggi yaitu minyak sawit dan batu bara,” tandas Shaun.

Negara maju lainnya juga mengadopsi teknologi Revolusi Industri 4.0 secara ekstensif dengan memanfaatkan sensor Internet of Things (IoT), Artifical Intelligence (AI), dan menerapkan robot industri di pabrik-pabrik mereka.

Baca juga : Revisi PP 109/2012 Kudu Pertimbangkan Dampak Ke Industri Dan Pekerja

“Contohnya, perusahaan Fujitsu yang menggunakan sensor IoT di pabriknya, mampu meminimalisir beban waktu produksi sebesar 80 persen,” ungkapnya.

Mengintip kesuksesan China dan Vietnam di segmen manufaktur kompleks, negara-negara tersebut juga mempunyai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang sangat maju. Tidak ketinggalan, Indonesia juga telah mengaktifkan sembilan KEK Industri pada tahun 2021.

Shenzhen adalah KEK sukses yang paling sering disebutkan, karena bermula sebagai desa nelayan dan telah mampu menggandakan hingga sepuluh ribu kali lipat produk odmestik bruto menjadi 415 miliar dollar AS di 2020.

Kearney mengajak pemain-pemain industri untuk bergabung bersama dengan melaksanakan dua program utama, yaitu Restrukturisasi Portofolio Manufaktur berbasis High-Tech dan Akselerasi 4IR (Revolusi Industri 4.0).

Baca juga : KPK Gandeng ESQ Bekali BKPM Dan Perindustrian Paku Integritas

“Indonesia dapat membuat produk bernilai tinggi seperti alat ICT, kendaraan elektrik (EV), industrialisasi baterai, energi terbarukan, chip komputer, bioteknologi, serta alat medis. Lebih jauh, penggunaan teknologi 4IR seperti IoT, AI, robotik dan alat serupa juga harus diimplementasikan di pabrik-pabrik lokal,” tambahnya lagi.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.