Dark/Light Mode

Ini Tantangan Yang Dihadapi Industri Kopi Lokal

Selasa, 20 Agustus 2019 15:51 WIB
Biji kopi. (Foto: Ist)
Biji kopi. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka -
Indonesia merupakan surga bagi komoditas kopi. Produksi melimpah, serta permintaan domestik merupakan modal kuat bagi para pemain lokal bertanding dalam skala global yang lebih luas.Namun demikian, tantangan berat masih dihadapi para pemain kopi lokal tersebut. Kini, mayoritas produsen kopi tengah dinakhodai generasi kedua dari era para pendiri perusahaan.

Sebut saja kopi merek AAA, yang diproduksi Perusahaan bernama NEFO. Bagi siapapun yang melawat ke Jambi dan sekitarnya, akan banyak menemukan kopi kemasan berlogo AAA yang menyerupai barisan gunung tersebut. Atau bagi yang baru menemukan kopi khas Jambi itu, sebentar akan terkejut dengan nama perusahaan produsen, NEFO. Mirip-mirip singkatan New Emerging Force (NEFO), yaitu organisasi negara eks jajahan yang digagas Soekarno era lampau.

Sesungguhnya tak ada kaitan keduanya. Kopi merek AAA itu dirintis Bapak Hidayat pada tahun 1965. Sedangkan logo merek AAA, diartikan sebagai harapan Hidayat terhadap ketiga anaknya yang kelak mengembangkan bisnis kopi tersebut. Di sisi lain, Indonesia masih menempati peringkat ke-4 terbesar di dunia. Kopi dapat tumbuh subur di Indonesia yang memiliki iklim tropis.
 
Karena letak geografisnya yang dapat mendukung pertumbuhan dan produksi kopi dan juga kopi memiliki sejarah panjang terhadap perekonomian di Indonesia. Di samping rasa dan aromanya yang menarik, kopi juga dapat menurunkan resiko terkena penyakit kanker, diabetes, batu empedu, dan berbagai penyakit jantung (kardiovaskuler). Dan kopi merupakan sumber utama kafein.

Baca juga : OTT Yogyakarta, 5 Orang Digarap Intensif

Namun hingga kini, persebaran kopi merek AAA tidak meluas. Bagi siapapun penikmat kopi merek ini, harus memburunya hingga ke Sumatra. Beda hal dengan Mayora Group yang telah memperkenalkan merek Torabika secara nasional. Mayora mengklaim telah menguasai 50 persen penjualan kopi domestik, bersaing ketat dengan Kapal Api Group.

Menurut Pakar Teknologi Pangan Universitas Sahid Giyatmi Irianto, pasa kopi di Indonesia sangat khas, terutama yang merupakan industri skala besar. Dia menyimpulkan, persaingan ketat berlaku pada industri yang telah tumbuh sejak zaman kolonial tersebut. Dengan kekhasan tersebut, sukar bagi pemain lain bertarung di pasar domestik. Terlebih lagi, konsumen lokal telah lekat dengan merek tertentu.

Keunikan lainnya, kata Giyatmi, yaitu metode kopi bubuk campur jagung. Metode tersebut, lanjutnya, merupakan hal lumrah di industri pangan apapun, sebagaimana saus tomat bahan ketela singkong dan ubi jalar. “Sebagai substitusi bahan pangan dengan alasan ketersediaan dan stabilias suplai bahan baku, ataupun karena persaingan ketat di pasar,” cetus Giyatmi.

Baca juga : Begini Cara Airlangga Cetak SDM Industri Unggul

Konflik Keluarga

Belum lagi beranjak menatap pasar global, produsen lokal seperti merek AAA ataupun Kapal Api Group sekalipun, harus menghadapi banyak kendala. Jika kopi merek AAA masih belum memompa jalur produksi yang lebih besar, Kapal Api Group seakan selalu dirundung sengketa merek hingga sengketa warisan.

Kopi merek Kapal Api yang dinaungi PT Santos Jaya Abadi kerapkali diterpa sengketa hukum. Teranyar, soal pengalihan hak merek. Namun yang paling menggemparkan yaitu gugatan dari Lenny Setyawati dan Wiwik Sundari, saudara perempuan dari bos Santos Jaya Abadi yaitu Indra Boediono, Soedomo Mergonoto dan Singgih Gunawan.

Baca juga : Sulteng Strategis sebagai Pusat Pembangunan Industri Mobil Listrik

Pada 2013 lalu kasus gugatan itu disidangkan Pengadilan Negeri (PN)Surabaya. Hasilnya, majelis hakim yang diketuai Erri Mustianto memenangkan penggugat. Lenny dan Wiwik merasa tak terima jika pembagian warisan Goe Soe Loet, termasuk PT Santos Jaya Abadi didasarkan pada wasiat sang Ibunda Po Guan Cuan. Dalam wasiatnya, Po Guan Cuan mengamanatkan agar kepemilikan warisan 90 persen dibagi rata saudara lelaki, sedangkan para anak perempuan hanya mendapat 10 persen.
 
Dalam gugatannya, Lenny dan Wiwik merujuk kepada Pasal 852 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku bagi Golongan Tionghoa menyebutkan  hukum waris dari semua keluarga sedarah, dibagi tanpa ada perbedaan, baik itu lelaki maupun perempuan. Sebaliknya, pihak tergugat yakni Soedomo dkk mengklaim bahwa pendirian dan pengelolaan PT Santos Jaya Abadi tidak terkait sama sekali dengan warisan Goe Soe Lot. Alhasil, berdasarkan Putusan MA Nomor 334 PK/Pdt/2017, gugatan para penggugat digugurkan. Di sisi lain, bukti yang diajukan para penggugat seperti surat wasiat menyebutkan warisan aset Goe Soe Lot juga termasuk PT Santos Jaya Abadi. Hingga kini, sengketa yang membelit Kapal Api masih berlangsung. [DIT]
 
 
 
 
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.