Dark/Light Mode

Pemerintah Kudu Dorong Investasi Masuk Ke Daerah

Sabtu, 4 Maret 2023 06:31 WIB
Foto: Ilustrasi/ Istimewa
Foto: Ilustrasi/ Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, perekonomian Indonesia tumbuh impresif di angka 5,3 persen pada tahun 2022 berkat konsumsi yang kuat, serta ekspor dan investasi yang berjalan baik.

Selain ekonomi yang tumbuh positif di tengah tantangan global, Indonesia juga menjadi mesin ekonomi utama di Asia Tenggara yang melingkupi 40 persen populasi Asia Tenggara dan 35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Asia Tenggara.

“Akses ke Indonesia berarti masuk di salah satu kawasan paling stabil secara politik dan ekonomi di dunia. Investor harus mempertimbangkan Indonesia sebagai pasar, basis produksi, dan pusat ekspor,” tegas Airlangga secara virtual dalam pertemuan Round Table Discussion: Indonesia & Australia Trade and Investment Initiative yang diselenggarakan oleh BDO Indonesia.

Direktur IDEAS (Indonesia Development and Islamic Studies) Yusuf Wibisono mengatakan, agenda menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di masa resesi global ini, sebaiknya difokuskan tiga hal. Yaitu perekonomian daerah, insentif pada sektor informal yang menjadi penyelamat saat masa krisis dan menjaga inflasi pangan.

Investasi harus didorong untuk lebih ke daerah, mengembangkan sektor yang lesu karena pandemi maupun menopang perekonomian. Adapun tiga sektor yang terdampak pelemahan ekonomi dunia, yakni komoditas, industri manufaktur dan pariwisata.

“Strategi terbaik yang dapat didorong untuk menjaga momentum pertumbuhan daerah di masa resesi global dengan mengarahkan investasi publik yang optimal di sektor-sektor tersebut, diiringi dukungan regulasi dan kelembagaan yang optimal,” kata Yusuf, Jumat (3/3).

Baca juga : PMN Pendukung Ganjar Dorong Peran Mahasiswa Makassar Memajukan Desa

Kemudian, pemerintah diminta menjaga inflasi pangan. Menjaga daya beli rakyat dengan mengintensifkan Bansos dan juga menjaga inflasi, terutama inflasi pangan.

“Fokus menekan inflasi pangan menjadi krusial karena harga pangan cenderung fluktuatif. Sangat mudah melonjak ketika terjadi gangguan dalam produksi atau rantai pasok,” jelas Yusuf.

Mengintensifkan bansos untuk menjaga daya beli masyarakat menjadi penting, terutama untuk akses rakyat ke pangan.

Inflasi pangan yang tinggi akan memberi pukulan besar bagi daya beli masyarakat terutama kelas menengah bawah, di mana pangan merupakan komponen terbesar pengeluaran mereka. Jika inflasi pangan tidak bisa dikendalikan, ke depan angka kemiskinan dipastikan akan melonjak.

“Agenda menekan inflasi pangan yang terpenting adalah mengamankan produksi pangan domestik. Terutama menjamin ketersediaan dan stabilitas harga input pertanian di tingkat petani, benih, pupuk dan pengairan,“ ungkap Yusuf. 

Perhatian utama harus diberikan kepada komoditas pangan utama seperti beras, kedelai, jagung, daging ayam, telur ayam, gula dan minyak goreng.

Baca juga : Ekonomi Perubahan Iklim Perkuat Kolaborasi Pusat Dan Daerah

"Mengamankan produksi domestik krusial karena surplus pangan kita tipis,” tandas Yusuf.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyoroti kondisi ekonomi Indonesia tahun ini akan cukup berat mengulang kesuksesan tahun sebelumnya.

Menurutnya, kondisi ekonomi Indonesia tahun lalu banyak didorong oleh harga komoditas yang melambung tinggi. Karena sektor konsumsi rumah tangga dan investasi belum mampu pulih seperti sebelum pandemi, meski cenderung menguat.

"Lalu kenapa bisa 5,3 persen, itu banyak ditolong oleh kondisi eksternal. Harga komoditas yang membuat net surplus kita sangat besar, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi lebih dari 5 persen," ujarnya.

Menurut Faisal, Indonesia lebih harus bekerja keras untuk menyamai angka pertumbuhan ekonomi pada 2022. Hal itu disebabkan kondisi eksternal yang masih belum stabil.

Beberapa negara besar mitra dagang Indonesia, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, belum sepenuhnya bangkit dari keterpurukan ekonomi. Hal itu sangat berpengaruh pada penurunan faktor permintaan (demand).

Baca juga : Menperin Pede Industri Manufaktur Makin Moncer, Ini Alasannya

Karena faktor penentunya adalah kondisi eksternal yang justru tahun ini mengalami tekanan dari sisi demand. Terutama di negara-negara yang menjadi mitra utama, yang juga ekonomi terbesar yang mempengaruhi negara-negara emerging market seperti Indonesia, Amerika, dan Uni Eropa yang mengalami penurunan demand. Artinya, ekspor (Indonesia) akan berkurang.

Kendati demikian, Indonesia masih bisa berharap pada harga komoditas di pasar global. Meski sudah melewati masa puncak, harga komoditas diprediksi relatif lebih tinggi dibanding saat pra-pandemi.

"Itu membuat net ekspor kita tetap cukup besar tahun ini. Tetap surplus dan itu akan membantu pertumbuhan ekonomi tahun ini," pungkasnya.■

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.