Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Pertemuan BCBS Di Hong Kong, OJK Tegaskan Perbankan RI Solid
Senin, 27 Maret 2023 23:24 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae menegaskan, kondisi perbankan Indonesia dalam kondisi yang solid.
Hal tersebut dikatakan Dian saat menghadiri pertemuan Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) pada 22-23 Maret 2023 di Hong Kong. Pertemuan itu, membahas perkembangan terkini kondisi perbankan global yang sedang mengalami tekanan, serta pentingnya perbankan untuk kembali pada praktek-praktek perbankan yang sehat.
“Kondisi demikian pada gilirannya akan menekan pertumbuhan ekonomi global. Perubahan kondisi makro yang demikian cepat ini sangat memberi tekanan pada industri keuangan khususnya perbankan,” ungkap Dian dalam keterangan resminya, Senin (27/3).
Penutupan Sillicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat yang pada dasarnya dipicu masalah teknis individu bank terkait mismatch asset & liabilities management yang tidak di-cover dengan ketersediaan likuiditas dan modal yang memadai telah memicu permasalahan psikologis dengan turunnya kepercayaan pada institusi keuangan.
“Dampaknya, penurunan kepercayaan tersebut telah memberi efek rembetan pada beberapa bank lain dan menyebar lintas yurisdiksi,” tuturnya.
Baca juga : Ketua KPK: Evaluasi Dewas Jadi Masukan Perbaikan Kinerja Kami
Dian menilai, kerentanan yang saat ini terjadi di perbankan global terutama dipicu oleh kegagalan bank tertentu di Amerika Serikat dan Eropa, tidak memiliki dampak signifikan terhadap industri perbankan Indonesia. Berbagai indikator menunjukkan bahwa perbankan Indonesia dalam kondisi yang solid dengan rata-rata rasio prudensial yang tetap di atas rata-rata perbankan global.
Sebagai gambaran, pada posisi Januari 2023, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 25,93 persen dan sekitar 85 persen komponen modal masuk dalam klasifikasi modal inti (Tier 1 capital; CET 1).
Sebagai perbandingan, rasio modal inti perbankan Amerika 13,52 persen dan Eropa sebesar 16,13 persen. Selain itu, kinerja likuiditas perbankan Indonesia terjaga dengan baik, antara lain ditunjukkan dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net-Stable Funding Ratio (NSFR) masing-masing tercatat sebesar 232,22 persen dan 134,58 persen.
“Kondisi likuiditas tersebut juga jauh lebih baik dibandingkan dengan rasio LCR dan NSFR perbankan di Amerika sebesar 120,43 persen dan 123,20 persen serta perbankan di Eropa sebesar 152,39 persen dan 120,21 persen,” yakin Dian.
Belajar dari kegagalan SVB sambungnya, BCBS juga terus menekankan pentingnya kecukupan rasio modal dan ketersediaan likuiditas yang memadai. Biaya modal (cost of capital) serta ketersediaan likuiditas dalam jumlah yang cukup memang dianggap mahal dan tidak efisien.
Baca juga : Cegah Stunting, BPIP Kerahkan Paskibraka
Namun BCBS juga mengingatkan bahwa, keterbatasan modal dan likuiditas akan menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar apabila industri perbankan gagal dalam mengantisipasi pergerakan/gejolak makroekonomi global dan gagal dalam menjaga kepercayaan masyarakat.
“Biaya ekonomi dan sosialnya akan sangat besar dan jauh lebih mahal terlebih apabila hal tersebut memicu efek rembetan (spill over effect) secara global. Kasus kegagalan SVB atau Lehman Brother sebelumnya telah memberi pelajaran yang sangat berharga,” tututnya.
Sejalan dengan arah BCBS, Dian meminta perbankan Indonesia untuk terus memperkuat penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan prinsip kehati-hatian antara lain dengan melakukan stress testing dan pemantauan terhadap portofolio aset dan liabilitas bank termasuk risiko konsentrasi pada pinjaman dan pendanaan.
Saat ini, OJK kata Dian, turut mencermati bahwa aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proporsional dengan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK), yang didominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga.
Selanjutnya dalam menyikapi kasus SVB dan efek rembetannya, meski dampaknya minimal pada industri perbankan Indonesia, Dian menekankan kepada perbankan, agar prinsip-prinsip dasar kehati-hatian terus menjadi perhatian.
Baca juga : Ratas Bareng Presiden, Kapolri Tegaskan TNI-Polri Kawal Seluruh Kebijakan Di Papua
Ia menegaskan, rasio kecukupan modal dan ketersediaan likuiditas pada aset yang berkualitas tinggi harus tetap dijaga. Praktek-praktek excessive risk taking behaviour yang spekulatif harus dihindari. Selain itu, untuk menguji katahanan perbankan, secara regular perbankan diminta melakukan stress test pada berbagai skenario.
“Sangat disadari bahwa dinamika global dan kebijakan makroprudensial yang cepat perlu terus diantisipasi dengan seksama,” kata Dian.
Dian juga menegaskan, OJK akan terus memperkuat koordinasi antarotoritas terutama dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Keuangan yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna memastikan stabilitas sistem keuangan nasional tetap terjaga.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RMid. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya