Dark/Light Mode

Kisah Kerja Keras Santri, Menteri, dan Masyarakat Demi Transisi Energi

Selasa, 16 April 2024 22:19 WIB
Pembangkit Listrik Tenaga Angin sederhana buatan santri Ponpes Baron, Nganjuk. (Foto: Dok. Pribadi)
Pembangkit Listrik Tenaga Angin sederhana buatan santri Ponpes Baron, Nganjuk. (Foto: Dok. Pribadi)

Matahari hampir tenggelam, tapi delapan santri terlihat sibuk merakit tiga kincir angin di atap laboratorium Pondok Pesantren (Ponpes) Baron, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Kincir angin itu terlihat sederhana. Baling-balingnya dibuat dengan pipa dan tiangnya hanya dari bambu. Namun, ketiganya berdiri kokoh dan berputar kencang.

Salah seorang santri, Muhammad Nazmi Fahmi (18), menyebutkan biaya produksi dari satu kincir angin ini kurang dari Rp 200 ribu. 

kata dia setelah turun dari atap gedung tersebut. Dirinya juga menjelaskan jika kincir angin buatannya dapat menghasilkan tegangan 18 volt dengan arus 0,5 ampere saat kecepatan angin 7 m/s. 

Nazmi juga menceritakan alasannya membuat turbin angin tersebut. yakni karena saat malam hari, banyak area di sekolahnya menjadi gelap akibat kurangnya pencahayaan, menyebabkan banyak santri yang tersandung batu dan terluka. Penerangan yang minim juga mengganggu aktivitas santri di malam hari.

Maka, dengan dana dari sekolah, sejak tahun 2022 hingga tahun 2024, Nazmi dan timnya berhasil membuat 18 kincir angin yang diharapkan dapat menerangi area pondok saat malam hari. Namun, sayangnya upaya mereka tidak selalu berjalan mulus.

Kincir Angin Hancur Karena Badai

Pada hari Senin (15/7/2023) sore, hujan badai menerpa wilayah Nganjuk. Badai tersebut dilaporkan merusak beberapa rumah dan bangunan. tidak terkecuali kompleks Pondok Pesantren Baron, yang kebetulan sedang menguji kincir angin buatan para santrinya.

Dapat ditebak. 10 hari setelah dibuat, ketiga kincir angin itu tercerai-berai. Baling-baling patah dan terlempar, untaian tembaga generator tercerabut. Peristiwa ini diceritakan oleh Ismail (54), yang saat itu menyaksikan secara langsung kejadian tersebut. "Pertama, kincir angin yang di sana (paling kanan) baling-balingnya terlempar ke belakang, kemudian semuanya satu persatu patah, lalu rangkanya ada yang jatuh." Ismail juga menjelaskan bahwa badai itu tidak hanya merusak turbin angin, tapi juga infrastruktur sekolah. "Bannernya itu juga lepas, terbang semua, terutama banner yang di atas gedung kelas, besi penahannya sampai bengkok."

Namun, insiden tersebut tidak menyurutkan semangat para santri dalam membuat turbin angin. sebaliknya, kejadian ini menjadi titik awal pembuatan turbin angin yang lebih serius.

Namun, dari sekian banyak kincir angin yang telah diciptakan, belum ada yang berhasil bertahan lebih dari satu bulan. Kerusakan umumnya disebabkan karena angin yang terlalu kencang dan baling-baling berputar terlalu cepat, sehingga merusak struktur turbin.

Inovasi Remin, Sistem Rem baru.

Untuk mengatasi masalah itu, dibuatlah sebuah sistem rem sederhana yang ternyata berhasil menjaga kincir angin ini tetap awet, sekaligus memenangkan penghargaan tingkat Provinsi Jawa Timur.

Sistem rem ini dinamakan Remin (Rem Angin). Sesuai dengan namanya, Remin memanfaatkan gaya dorong angin untuk melakukan pengereman secara otomatis. 

Baca juga : Jasa Raharja Serahkan Santunan Korban Kecelakaan Di KM 370 A


Rangka utama dari Remin adalah papan yang menghadap langsung ke arah angin datang. Ketika papan ini terdorong ke belakang karena dorongan angin, maka akan memicu pengereman. Sistem ini berhasil menjaga kestabilan putaran kincir dengan biaya yang murah. Remin juga mendapatkan peringkat pertama dari 60 sekolah lain pada Lomba karya tulis ilmiah yang diselenggarakan oleh Universitas 17 Agustus Surabaya, Februari 2024 lalu.

Hingga artikel ini selesai diketik, santri Ponpes Baron telah membuat 18 turbin angin dengan 9 desain yang berbeda.

Guru pembimbing proyek ini, Choirul Fatmawati (29), menjelaskan bahwa rencana membuat kincir angin telah ada sejak lama, tetapi baru dilaksanakan setelah ada perubahan dalam kurikulum di sekolah.

"Sebenarnya sudah ada rencana dari tahun 2018 untuk membuat kincir angin, tapi baru dimulai saat ada program P5 dari kurikulum yang baru, Kurikulum Merdeka," kata Fatma.

Apa Itu Kurikulum Merdeka?

Kurikulum Merdeka adalah kurikulum baru yang diluncurkan sejak awal tahun 2023 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim.

 

Meskipun sempat kontroversial, tetapi di bawah kurikulum baru ini, proyek seperti pembuatan kincir angin di Ponpes Baron bukan hanya menjadi kegiatan ekstrakurikuler semata, melainkan menjadi bagian dari proses pembelajaran yang sistematis. Dengan demikian, Kurikulum Merdeka memfasilitasi para siswa untuk secara langsung berkontribusi dalam agenda Indonesia Emas 2045, dan mendukung transisi energi ke sumber-sumber yang lebih berkelanjutan.

Gerakan dari Masyarakat yang Khawatir

Di samping upaya pemerintah, ancaman krisis energi juga mendapatkan respon positif dari masyarakat yang khawatir. terutama dari golongan pemuda. mereka kemudian menciptakan komunitas-komunitas yang mendorong upaya transisi energi di Indonesia. salah satunya adalah Generasi Energi Bersih (GenergiBersih).

Juru kampanye GenergiBersih, Riyan Nurrahman (28), percaya bahwa salah satu cara untuk mempercepat transisi energi di Indonesia adalah melalui edukasi, terutama kepada para pelajar. maka dari itu, dirinya melakukan sosialisasi di beberapa sekolah di jawa barat. "Kemarin, saya sempat berkunjung ke tiga sekolah. Kami mengenalkan tentang energi terbarukan kepada murid-murid di sana," ujar Riyan dengan bangga dalam sebuah wawancara yang dilakukan pada hari Senin (15/4/2024).

Riyan juga sangat terkesan akan antusiasme para siswa untuk memanfaatkan energi yang ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.

Kolaborasi dan Dedikasi yang Luar Biasa

Inisiatif santri Pondok Pesantren Baron dalam mengembangkan turbin angin, dipicu oleh kurikulum merdeka yang dicetuskan oleh pemerintah, serta aksi yang dilakukan oleh Riyan dengan komunitas Genergibersih, menunjukkan kerja sama dan kerja keras yang kompak antara para santri sebagai pelajar, kebijakan Pemerintah, dan masyarakat dalam menjaga keberlangsungan energi di Indonesia di masa yang akan datang.

Inilah salah satu dari banyak upaya untuk mewujudkan transisi energi yang ramah lingkungan di Indonesia. Bersama-sama, kita dapat mewujudkannya, demi menuntaskan masalah perubahan iklim dan krisis energi, ancaman terbesar umat manusia saat ini, yang tidak seorang pun dapat menyelesaikannya sendirian.

Muhammad Hanif
Muhammad Hanif
hankiput

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.