Dark/Light Mode

Topang Pembiayaan Perumahan, Ketum REI Usulkan Dana Pendampingan

Sabtu, 8 Juni 2024 19:49 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Rencana pemerintah untuk menghimpun iuran wajib dari seluruh pekerja melalui Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai perdebatan luas di ruang publik.

Penolakan datang dari pekerja dan pengusaha karena menilai kewajiban tersebut sebagai beban di tengah situasi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja.

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto berpendapat, perdebatan terkait iuran Tapera membuktikan bahwa masalah di sektor perumahan cukup kompleks, termasuk soal pembiayaannya. 

Karena itulah, dia memandang, penyelesaian masalah perumahan rakyat tidak bisa lagi diatasi dengan setengah hati, tetapi harus menyeluruh termasuk secara kelembagaan.

Tanpa institusi yang kuat, maka sulit diharapkan adanya regulasi yang baik, termasuk kebijakan pembiayaan.

Dia mengingatkan, saat ini Indonesia dihadapkan kepada angka backlog (kekurangan pasokan) perumahan hingga 12,7 juta dan angka itu dipastikan bertambah setiap tahunnya.

“Kita juga dituntut untuk terus memikirkan dari mana sumber anggaran perumahan, karena APBN sangat limitatif. Lalu, seperti apa institusi (kelembagaan) yang mengurusi masalah di sektor perumahan ini?” ujar CEO Buana Kassiti Group tersebut kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (7/6/2024).

Baca juga : Warga Desa Wukirsari Kini Rasakan Manfaat Kampung Madani

Menurutnya, rencana pemberlakuan iuran Tapera sebenarnya merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi backlog perumahan.

Pemerintah ingin penyediaan perumahan dapat dipercepat dan terjangkau oleh masyarakat. Namun, penolakan muncul.

Joko menilai, hal itu disebabkan oleh tiga faktor. Ketiganya yakni adanya distrust (ketidakpercayaan), historikal (sejarah dari pengalaman sebelumnya), serta minimnya sosialisasi kepada masyarakat.

“Jadi harus ada upaya dari pemerintah untuk mengelola isu-isu tersebut sebagai wujud transparansi,” ungkap Joko.

Di tengah penolakan masyarakat terhadap iuran Tapera dan belum berjalannya program tersebut, REI menegaskan bahwa pembiayaan perumahan harus tetap terjaga agar hak masyarakat untuk memiliki hunian yang layak dapat terwujud dan backlog perumahan dapat dituntaskan.

Salah satunya, dengan memberdayakan dana-dana masyarakat yang telah ada (berjalan).

Seperti, dana pensiun, dana asuransi, dana jaminan sosial tenaga kerja, serta jika memungkinkan, dana pengelolaan keuangan haji.

Baca juga : Alasan Ganti Jubir, Ketua KPK: Untuk Penyegaran

Dana-dana itu, jelas Joko, bisa digunakan tetapi tidak dalam posisi investasi langsung (direct investment), melainkan digunakan sebagai dana pendampingan.

Nantinya, pemerintah dapat menerbitkan payung hukum berupa keputusan presiden, peraturan presiden atau peraturan pemerintah, yang mengatur agar minimal 5 persen dari dana-dana tersebut harus ditempatkan sebagai dana pendampingan untuk memperkuat program pembiayaan perumahan.

Dana pendampingan ini, tegas Joko, bisa ditempatkan di bank yang telah diikat komitmen atau penugasan dari pemerintah untuk mendukung program pembiayaan perumahan.

Namun dengan catatan, tingkat suku bunganya sekitar 3 persen, sehingga bank dapat memberikan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang terjangkau, maksimal 6 persen, untuk pembiayaan rumah di atas MBR (masyarakat berpenghasilan rendah), atau sampai dengan harga Rp 500 juta.

Pasalnya, ceruk pasar di segmen ini cukup signifikan, yakni mencapai 35 persen.

“Harus ada titik tengah (bunga dana pendampingan) sebagai patokan sehingga dana yang dipakai untuk pembiayaan perumahan bisa berbiaya rendah dan terjangkau masyarakat,” jelas alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta tersebut.

Joko menilai langkah mendorong pemanfaatan dana-dana masyarakat yang sudah tersedia untuk dana pendampingan perumahan bisa menjadi upaya transformasi (perubahan) program pembiayaan perumahan sebelum tercapainya pertumbuhan pembiayaan lewat APBN maupun Tapera.

Baca juga : BP Tapera Sebut Sudah Kembalikan Tabungan Perumahan Senilai Rp 4,2 T

Seperti diketahui, saat ini anggaran perumahan dari APBN hanya sekitar 0,4 persen dari total keseluruhan APBN.

Anggaran tersebut dinilai sangat terbatas, apalagi untuk membiayai target pembangunan 3 juta rumah yang nantinya menjadi program pemerintahan baru mendatang.

“Ini saran masukan dari REI sebagai bentuk urung rembuk dalam mencari solusi atas persoalan pembiayaan perumahan, sembari kita menunggu adanya penguatan dari APBN dan Tapera,” sebutnya.

Dengan adanya dana pendampingan, peningkatan anggaran perumahan dari APBN dan nantinya dari Tapera, Joko optimistis realisasi penyediaan perumahan nasional setidaknya mampu mencapai 1,5 juta unit per tahun.

Sehingga, masyarakat yang belum memiliki rumah dapat didorong dan berkesempatan untuk memiliki rumah sendiri, karena pemerintah sudah menyiapkan stimulus dan insentifnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.