Dark/Light Mode

AS Dan China Rujuk

Ekspor Kita Kenapa Jalan Di Tempat...?

Selasa, 21 Januari 2020 09:31 WIB
Defisit neraca perdagangan melebar
Defisit neraca perdagangan melebar

RM.id  Rakyat Merdeka - Perang dagang antara AS dengan China sudah berakhir. Tapi hal ini belum berdampak positif bagi ekonomi kita. Angka impor masih jauh lebih banyak daripada ekspor.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan, perjanjian perdagangan fase I AS-China belum mampu menurunkan defisit neraca perdagangan Indonesia. 

Menurutnya, kondisi global pun masih dipenuhi ketidakpastian. Sepanjang 2019, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan defisit 3,19 miliar dolar AS. 

Angka ini memang mengecil dibanding defisit neraca perdagangan 2018 yang sebesar 8,69 miliar dolar AS. “Kesepakatan itu belum menjamin perang dagang akan mereda. Ini merupakan kesepakatan yang sifatnya hanya ngerem untuk sementara. Masih belum definitif menyiratkan akan menurunkan neraca dagang,” ujarnya di Jakarta, kemarin. 

Faisal menilai, saat ini perang dagang tidak hanya menyangkut AS dan China. Melainkan AS dengan mitra dagang lainnya. Sehingga, kata Faisal, konsolidasi antara kedua negara tersebut, dinilai tak akan signifikan dampaknya ke ekspor dan neraca dagang Indonesia. 

Baca juga : China Perketat Impor, Harga Batu Bara Januari Turun

“Karena penetrasi ekspor masih akan susah, meskipun sudah mencapai kesepakatan. Sebetulnya, proteksi itu bukan hanya dilakukan oleh China dan AS. Tapi juga negara mitra tujuan lainnya,” katanya. 

Faisal menjelaskan, ketegangan AS dan Iran saat ini pun tak kalah sengitnya dengan China. Jika hal ini terus terjadi, rata-rata harga minyak mentah diperkirakan akan melambung melebihi 80 dolar AS per barel. 

Namun, Faisal memperkirakan, defisit neraca perdagangan Indonesia 2020 akan mengecil dibandingkan tahun lalu. Ini dipengaruhi oleh beberapa komoditas andalan ekspor yang menunjukkan tren kenaikan, utamanya pada minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO). 

“Tren peningkatan harga sebenarnya sudah terlihat. Artinya hal ini bisa mendorong pertumbuhan ekspor, yang tadinya di 2019 mengalami kontraksi atau pertumbuhannya minus,” jelasnya. 

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, kesepakatan dagang fase I AS-China juga belum mempengaruhi kinerja ekspor dan impor Indonesia. 

Baca juga : RI Dan Timur Leste Komitmen Tangani Sampah Plastik Di Laut

Menurutnya, dalam kesepakatan dagang itu dinilai tidak terlalu substansial.“Saya rasa ini belum menjawab isu yang sifatnya struktural, substansial. Karena belum semua tarif produk AS maupun China diturunkan,” katanya. 

Bhima menuturkan, dengan kondisi tersebut, perang dagang sebenarnya masih berlangsung. Artinya, sinyal perlambatan ekonomi pun diperkirakan akan terus berlanjut. 

“Hal itu tentu mempengaruhi pengusaha juga, skeptis dari pengusaha. Terutama eksportir, dia akan berpikir perang dagang belum selesai di 2020,” ujarnya. 

Bhima menilai, dibutuhkan kesepakatan perdagangan fase II antara AS dan China dan berisi hal yang lebih konkret. 

Selain itu, fase II seharusnya juga benar-benar membicarakan bahwa perang dagang antara kedua negara itu selesai. “Kami masih tunggu bagian fase II ini,” ucapnya. 

Baca juga : SYL Lepas Ekspor Peternakan dari Jawa Timur

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menilai, kesepakatan ini merupakan langkah awal yang baik dalam memberikan kepastian bagi perekonomian global. “Kita lihat kalau agreement ini bisa bertahan, saya rasa itu akan menimbulkan suatu kepastian,” katanya. 

Sri Mulyani berharap, perdamaian antara AS dan China bisa terus bertahan. “Agar tidak terjadi lagi ketidakpastian yang sangat tinggi,” ujarnya. 

Seperti diketahui, AS dan China akhirnya rujuk setelah menandatangani kesepakatan perdagangan fase I di Washington. Perjanjian ini akan menurunkan beberapa tarif impor dan meningkatkan pembelian produk AS. 

Tujuan kesepakatan tersebut, yakni untuk meredakan perselisihan yang telah terjadi selama 18 bulan terakhir pada dua ekonomi terbesar dunia. Dari kesepakatan tersebut, China akan membeli sekitar 200 miliar dolar AS tambahan produk pertanian AS, serta barang dan jasa lainnya selama dua tahun. [KPJ]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.