Dark/Light Mode

Bos Sinar Mas: Inclusive Closed Loop Kunci Menuju Industri Sawit Berkelanjutan

Kamis, 3 Desember 2020 18:23 WIB
Chairman Sinar Mas Agribusiness & Food, Franky Oesman Widjaja. (Foto: ist)
Chairman Sinar Mas Agribusiness & Food, Franky Oesman Widjaja. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Praktik perkebunan sawit berkelanjutan adalah solusi bagi pemenuhan kebutuhan dunia akan minyak nabati. 

Hal tersebut dikatakan Chairman Sinar Mas Agribusiness & Food, Franky Oesman Widjaja saat memberikan sambutan pada Indonesian Palm Oil Conference 2020 New Normal: Palm Oil Industry in the New Normal Economy, Kamis (3/12).

Menurut Franky, populasi global yang diperkirakan mencapai 9,8 miliar pada 2050 berpotensi meningkatkan kebutuhan minyak nabati hingga 200 juta ton setiap tahun untuk kebutuhan pangan, energi dan juga barang kebutuhan sehari-hari. “Minyak kelapa sawit dapat menjadi solusi jangka panjang karena produktivitasnya yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya,” ujarnya.

Baca juga : Memupuk Jiwa Kepahlawanan Pelajar Indonesia di Prancis Menuju Indonesia Maju

Menurut Franky, pengembangannya melalui skema Inclusive Closed Loop yang tidak saja meningkatkan produksi secara berkelanjutan, namun juga meningkatkan kesejahteraan para petani, dan mengurangi pelepasan emisi. Skema ini telah dijalankan oleh perusahaan/lembaga yang tergabung di dalam Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture (PISAgro) dan telah menjangkau hingga satu juta petani pada awal 2000.

“Hasilnya, produktivitas mereka meningkat antara 40 sampai 76 persen, sementara pendapatan bertambah antara 50 hingga 200 persen, bergantung pada jenis komoditasnya,” katanya.

Melalui kemitraan lintas pihak, petani benar-benar mendapatkan pendampingan penuh dari perusahaan. Franky optimistis komoditas minyak sawit dapat berkontribusi mengantarkan Indonesia menjadi ekonomi ke tujuh dunia terbesar dari segi GDP di tahun 2030, sebagaimana analisis sejumlah lembaga seperti Dana Moneter Internasional (IMF), McKinsey dan Price Waterhouse.   

Baca juga : Pertamina Pastikan Masa Transisi Restrukturisasi Berjalan Lancar

Lebih lanjut, Franky mengatakan, petani kecil yang mengelola hingga 41 persen dari total 16,38 juta hektar perkebunan kelapa sawit, adalah kelompok yang paling rentan dalam rantai nilai. Produktivitasnya rendah, rata-rata 2 hingga 3 ton per hektar per tahun, jauh tertinggal dibandingkan standar industri yang 5 hingga 6 ton per hektar per tahun.

“Pohon kelapa sawit di Indonesia saat ini banyak yang sudah tua, dan banyak pula yang tidak memakai benih bersertifikat sehingga perlu peremajaan,” ujarnya.  

Pemerintah Indonesia telah mempromosikan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk mengganti tanaman sawit yang sudah tidak produktif agar produktivitasnya sesuai standar industri, dengan skema inclusive closed loop. Dengan model kemitraan ini, petani kecil mendapatkan bimbingan praktek budidaya pertanian yang baik dan ramah lingkungan.

Baca juga : Senayan Dukung BUMN Bangun Industri Baterai

Mereka juga mendapatkan benih unggul bersertifikat, teknologi tepat guna, literasi keuangan, akses pendanaan berikut jaminan penyerapan hasil produksi oleh perusahaan pendamping (off-taker) yang berlangsung di bawah naungan koperasi. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.