Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Dibocorin Indef

Duh, Kerugian Akibat Rokok Ilegal Tembus Rp 4,38 T

Kamis, 27 Mei 2021 23:21 WIB
Diskusi Intervensi Rezim Kesehatan dan Ancaman Sektor Pertembakauan, di Jakarta, Kamis (27/5). (Foto: ist)
Diskusi Intervensi Rezim Kesehatan dan Ancaman Sektor Pertembakauan, di Jakarta, Kamis (27/5). (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ekonom senior Institute for Development Of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati menilai, kenaikan cukai tahun ini terlalu eksesif bagi industri tembakau. Akibatnya, justru kenaikan cukai tak berdampak positif sesuai tujuannya.

Hingga saat ini, kata Enny, kenaikan cukai malah menyakiti industri, bahkan dinilai gagal menurunkan prevalensi perokok. Bappenas pada 2019 mencatat, diharapkan prevalensi merokok anak usia 10-18 tahun sebesar 5,4 persen, namun justru malah mengalami peningkatan menjadi 9,1 persen.

"Dengan penerapan cukai yang eksesif malah produksi turun, namun prevalensi tetap tak berkurang," katanya dalam Webinar Akurat Solusi bertajuk Intervensi Rezim Kesehatan dan Ancaman Sektor Pertembakauan, di Jakarta, Kamis (27/5).

Baca juga : Selama Ramadan, Penjualan Paket Sembako RNI Tembus Rp 10,6 M

Enny juga mencatat, kenaikan cukai juga merugikan negara. Pasalnya, produksi menurun, namun konsumsi tetap meningkat dengan rokok ilegal, kini menjadi pilihan di tengah harga rokok yang naik.

Ia menuturkan, ketika harga rokok legal naik dan daya beli masyarakat menurun, membuat permintaan rokok ilegal malah meningkat. Artinya, menurunkan prevalensi tak tercapai, padahal persoalannya bukan terhadap rokok legal.

Menurut penelitian Indef, kerugian akibat rokok ilegal pada 2020 sebesar Rp 4,38 triliun, jika diestimasikan lewat data penindakan DJBC sebesar 5 persen. "Itupun yang ditindak, faktanya banyak rokok ilegal yang tidak ditindak," ucap Enny.

Baca juga : Naik 9,1 Persen, Penyaluran Kredit Bank Mandiri Tembus Rp 984,8 T

Menurutnya, kebijakan cukai yang terlalu eksesif berdampak lebih negatif dan tak sesuai tujuannya. Untuk itu diharapkan, pemerintah harus memberikan instrumen cukai yang lebih sesuai agar tak merugikan negara.

Anggota Badan Legislasi DPR, Firman Soebagyo meminta, agar pemerintah dalam membuat peraturan perundang-undangan terkait Industri Hasil Tembakau (IHT) harus mengedepankan keadilan. 

"Industri hasil tembakau ini faktanya hanyalah menjadi sapi perah oleh pemerintah dan negara, kenapa jadi sapi perah?" ucapnya.

Baca juga : Kejar Mobil Pembawa Rokok Illegal, Petugas Bea Cukai Diserang

Firman mengungkapkan, industri hasil tembakau selalu diklaim sebagai penyebab kematian terbesar, terutama menurut hasil riset yang dilakukan oleh kelompok anti tembakau. Namun di sisi lainnya, pemerintah juga menggunakan penerimaan cukai untuk kepentingan kesehatan.

Sebelumnya, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) meminta, pemerintah agar bersikap adil terhadap petani dan pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT). Mengingat besarnya kontribusi industri ini terhadap pendapatan negara.

Selama ini IHT telah menyumbang banyak pendapatan negara lewat cukai. Kementerian Keuangan mencatat penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) per November 2020 mencapai Rp146 triliun. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.