Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Teori Denny JA Tentang Agama Di Era AI Mulai Diajarkan Di Kampus
Sabtu, 15 Februari 2025 08:00 WIB

RM.id Rakyat Merdeka - Pemikiran Denny JA mengenai agama dan spiritualitas di era kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) mulai diajarkan di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia.
Mulai semester genap 2025, teori ini akan menjadi bagian dari kurikulum, baik sebagai mata kuliah mandiri maupun sebagai bagian dari mata kuliah yang sudah ada.
Ahmad Gaus AF, Ketua Pelaksana Program Esoterika Fellowship Program (EFP) menjelaskan, pengintegrasian pemikiran ini bertujuan memberikan perspektif baru kepada mahasiswa tentang bagaimana peran agama dan spiritualitas berubah di tengah pesatnya perkembangan teknologi.
Menurut Gaus, Denny JA menyoroti, di era AI, akses terhadap informasi agama menjadi lebih luas dan cepat. Ini berpotensi menggeser peran tradisional ulama, pendeta, dan biksu sebagai sumber utama pengetahuan agama. AI memungkinkan individu mengakses sejarah agama, berbagai tafsir alternatif, hingga kritik terhadap doktrin keagamaan tanpa perlu perantara otoritas keagamaan.
“Situasi ini mendemokratisasi pengetahuan agama sekaligus menantang peran pemuka agama untuk lebih reflektif daripada dogmatis,” ujarnya.
Baca juga : Menepati Janji kepada Non-Muslim
Dalam teorinya, Denny JA merumuskan tujuh prinsip utama tentang bagaimana agama dan spiritualitas berkembang di era AI. Pertama, Keyakinan Agama Tidak Berkorelasi dengan Kualitas Kehidupan Bernegara. Negara yang religius tidak otomatis lebih bahagia atau lebih bebas korupsi. Sebagai contoh, negara-negara Skandinavia yang mayoritas sekuler justru memiliki indeks kebahagiaan dan transparansi yang tinggi.
Kedua, Agama Bertahan Bukan Karena Kebenaran Faktual, tetapi Makna Simbolis. Perbedaan tafsir agama yang bertahan selama ribuan tahun menunjukkan bahwa agama lebih berfungsi sebagai sumber makna daripada kebenaran faktual.
Ketiga, Agama Bukan Lagi Satu-Satunya Panduan Hidup Bahagia. Ilmu pengetahuan modern, seperti psikologi positif, juga menawarkan jalan menuju kebahagiaan, yang dirumuskan Denny JA dalam konsep 3P + 2S (Personal Relationship, Positivity, Passion, Small Winning, dan Spirituality).
Keempat, Era AI Mengubah Peran Otoritas Agama. Akses informasi yang luas membuat individu lebih mandiri dalam menafsirkan iman mereka, mengurangi ketergantungan pada otoritas keagamaan tradisional.
Kelima, Agama Semakin Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama. Perayaan keagamaan kini semakin bersifat sosial dan dinikmati oleh berbagai kelompok, seperti meditasi yang berasal dari tradisi Hindu dan Buddha tetapi kini diadopsi oleh berbagai komunitas lintas agama.
Baca juga : Tidak Menelantarkan Non-Muslim
Keenam, Tafsir Agama yang Bertahan adalah yang Selaras dengan Hak Asasi Manusia. Tafsir agama yang mendukung kesetaraan dan hak asasi manusia lebih diterima oleh masyarakat modern, sementara tafsir yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM cenderung ditinggalkan.
Ketujuh, Komunitas adalah Kunci Sosialisasi Gagasan Spiritual Baru. Sebuah gagasan spiritual hanya bertahan jika didukung oleh komunitas yang merayakan nilai-nilainya secara universal dan inklusif.
Tentu saja, teori Denny JA ini tidak luput dari kritik. Beberapa pihak menilai bahwa pemikirannya terlalu menekankan rasionalitas dan perubahan sosial, tanpa cukup mempertimbangkan dimensi transendental agama.
“AI memang menawarkan akses pengetahuan agama yang luas, tetapi tidak semua komunitas menerima AI sebagai otoritas baru dalam spiritualitas,” ujar Ahmad Gaus AF.
Sebagai contoh, di Biara Tibet, AI telah membantu para biksu menggali makna tersembunyi dalam teks kuno. Sementara itu, di Kuil Kodaiji, Kyoto, Jepang, robot pendeta berbasis AI bernama Mindar telah diperkenalkan untuk menyampaikan khotbah Buddha kepada generasi muda.
Baca juga : Perlakuan Nabi Terhadap Kaum Minoritas
Namun, Gaus menegaskan, teknologi bukanlah ancaman bagi spiritualitas, melainkan bisa menjadi jembatan menuju pemahaman yang lebih dalam. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan wawasan yang lebih luas dan inklusif mengenai peran agama dan spiritualitas di era digital.
“Materi ini bertujuan memfasilitasi dialog yang konstruktif dan reflektif, serta mengajak kita merenung: Di era AI, apakah agama akan kehilangan sakralitasnya atau justru menemukan makna baru?” tutupnya.
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya