Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Dampak Pandemi Corona Di Asia Tenggara

61 Juta Orang Tidur Kelaparan

Jumat, 3 Juli 2020 06:29 WIB
(Dari kiri searah jarum jam) Host Patricia Kandou, John McCharty, Yurdi Yasmi, dan Felippa Amanta dalam webinar FKP-CIPS, kemarin. (Foto IST)
(Dari kiri searah jarum jam) Host Patricia Kandou, John McCharty, Yurdi Yasmi, dan Felippa Amanta dalam webinar FKP-CIPS, kemarin. (Foto IST)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kelaparan dan kemiskinan merupakan dampak negatif yang bisa timbul akibat pandemi Covid-19. Di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, beberapa pihak rentan terkena imbas pandemi Covid-19.

Yurdi Yasmi, Perwakilan Regional Asia Tenggara International Rice Research Institute (IRRI) menjelaskan, dalam menghadapi pandemi ini, ada tiga pertanyaan penting terkait sistem pangan.

Yang pertama, soal bagaimana dampak Covid-19 terhadap ketahanan pangan. Lalu, bagaimana respons kita untuk menjaga ke- tahanan pangan.

“Dan yang ketiga, cara yang diambil untuk menjamin keberlanjutan hal ini,” papar Yurdi, dalam webinar bertajuk “Food Security and Poverty in Indonesia” yang di- gelar Forum Kajian Pembangunan (FKP) dan Centre for Indonesia Policy Studies (CIPS), kemarin.

Kata Yurdi, bidang ekonomi jadi yang terdampak paling parah selama pandemi ini. Pembatasan perjalanan, karantina atau lockdown yang diberlakukan sejumlah negara, membuat pariwisata dan bidang jasa lainnya, berdasarkan data Bank Dunia mengalami penurunan hingga 20 persen.

Lantas, siapa yang paling rentan atas situasi tersebut? Yurdi menjelaskan, ada beberapa pihak. Yang pertama yakni, warga miskin. Mereka yang tiap malam tidur dalam keadaan lapar. Jumlahnya mencapai 61 juta orang. Atau sekitar sembilan persen dari populasi Asia Tenggara.

Berikutnya, mereka yang kehilangan pekerjaan. Dari data Bank Pembangunan Asia (ADB), jumlahnya mencapai 5,3 juta orang. Dan, itu hanya mereka yang tadinya bekerja di sektor formal. Dia mengaku tak memiliki data dari sektor informal. Namun Yurdi meyakini, jumlahnya bisa dua kali lipatnya.

Baca juga : Risma Harusnya Tunjukin Ketegaran Dan Kesabaran

Yang ketiga, mereka yang kembali ke kampung halamannya. Setelah di kota-kota besar seperti Jakarta, Manila, mereka kehilangan pekerjaan. Dan mereka memutuskan untuk kembali ke desa mereka.

“Dan terakhir, yang juga penting adalah, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak- anak,” jelasnya.

Sebagai respons atas situasi tersebut, kata dia, pihak yang berwenang telah melakukan sejumlah hal. Yakni, memberikan bantuan keuangan, pinjaman, hingga bantuan makanan. Selain itu, ada juga bantuan sukarela. Baik dari keluarga, maupun masyarakat.

“Selain itu juga ada kemudahan dalam pengiriman beras atau bahan makanan lain. Serta meningkatkan platform digital dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Kabar baiknya, lanjut Yurdi, beras sebagai bahan pangan utama, masih mudah didapatkan. Selain itu pasar pangan juga cenderung lebih tenang. Harga-harga pangan di pasar negara-negara Asia cenderung lebih stabil. Termasuk di Indonesia. Fluktuasi harga juga terlalu terpengaruh.

“Tapi memang situasi tersebut dapat berubah sewaktu-waktu,” ingatnya.

Pada kesempatan itu, peneliti dari Australian National University (ANU) John McCharty menjelaskan, telah melakukan sejumlah survei terkait pengalaman Indonesia dalam ketahanan pangan. Pihaknya mendengarkan pandangan orang mengenai ketahanan pangan.

Baca juga : Pagi Ini Rupiah Menguat Tipis, Mudah-mudahan Kuat Seharian

Dalam penelitian itu, lanjut dia, pihaknya memakai peta ketahanan pangan dan kerentanan gizi. Dan, menurutnya, orang- orang lebih melihat kawasan timur Indonesia yang mengalami kerentanan. Tapi dalam peta itu bisa dilihat, kantong-kantong kerentanan pangan dan juga stunting atau gagal tumbuh kembang malah terdapat di kawasan barat. “Seperti Sumatera, maupun Kalimantan,” jelas John.

Lebih lanjut, John bilang, Indonesia dinilai cukup berhasil dalam menurunkan jumlah kemiskinan. Tapi tidak dalam dalam soal stunting. Karena memang tidak ada cukup gizi yang didapat masyarakat. Melihat hal tersebut, ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab.

Saat ini, menurutnya, Indonesia mengalami defisit beras, sehingga harus memenuhinya dengan impor. Selanjutnya, ada beberapa hal yang mengganggu tanaman pangan. Mulai dari perubahan iklim, penyakit hingga serangga. Selain itu, lahan juga beralih fungsi. Dari tanaman pangan ke non pangan.

Lalu, tenaga kerja yang terserap di luar pertanian. Kekurangan gizi pada wanita hamil. Hingga kapasitas negara dalam melakukan perlindungan sosial John menilai, kondisi-kondisi tersebut harusnya bisa jadi landasan untuk bergerak ke depan.

“Krisis harus membuat lebih tangguh. Bisa dengan membuka lapangan kerja. Dan juga menghindari ketergantungan dari pihak lain,” ujarnya.

Peneliti CIPS Felippa Amanta menambahkan, beberapa tahun terakhir Indonesia memang berhasil menurunkan angka kemiskinan. Namun, itu terjadi sebelum ada wabah Covid-19. Dan, kata dia, menurut penelitian yang dilakukan, selama pandemi, kemiskinan naik ada sekitar 9,7 persen.

Data tahun 2019 dari Indeks Global Kelaparan, menempatkan Indonesia di rangking ke-70 dari 117 negara. Karena banyak warga tidak mampu menjangkau makanan atau kesehatan.

Baca juga : Pemerintah Diminta Perketat Pengawasan Timah

Indonesia, kata dia, juga terma- suk negara yang cukup rendah dalam hal konsumsi daging dan ikan per kapita per tahun. Hanya sekitar 7,6 kilogram (kg) per kapita per tahun. Sebagai perbandingan, Malaysia lebih dari 40 kg daging atau ikan per kapita per tahun.

“Salah satu penyebabnya adalah daging atau ikan yang merupakan komoditas yang mahal yang tidak mampu dijangkau setiap orang,” terang Felippa.

Ada sejumlah hal yang menjadi penyebab sulitnya orang, terutama warga miskin menjangkau hal tersebut. Salah satunya adalah adanya kebijakan hambatan tarif perdagangan (Non Tariff Measures/ NTM). Makanya, dia mengusulkan, agar NTM pada pangan dan pertanian dirampingkan. Dan, menghilangkan yang tidak perlu.

“Serta memperkenalkan sistem lisensi impor otomatis untuk menggantikan sistem saat ini,” katanya. [PYB]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.