Dark/Light Mode

Membaca Trend Globalisasi (10)

Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Pembedaan Astrologi dan Astronomi

Jumat, 14 Desember 2018 09:00 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Sekian lama dunia astrologi menguasai kosmologi dunia. Kehadiran Islam membawa perubahan dalam dunia kosmologi karena para ilmuan Islam menemukan kemampuan untuk membedakan antara astrologi yang lebih menekankan mistis yang irrasional dan cenderung menyesatkan. Para ilmuan Islam di zaman pertengahan memilah antara astrologi dengan astronomi yang berdasar pada kajian rasional yang berdasar pada fakta-fakta empiris. 

Dunia Astronomi atau Ilmu Falak harus berterima kasih kepada dunia Islam. Peletak dasar-dasar astronomi modern yang kemudian berkembang pesat sesudahnya hingga saat ini berkat kegigihan ilmuan Islam, khususnya di dalam zaman pemerintahan Kerajaan Umaiyah dan Abbasiah. Nama-nama astronom terbesar di zaman Umaiyah antara lain Khalid bin Yazid Al-Amawi, yang juga dikenal dengan nama Hakim Ali Marwan (w.85H). Ia dianggap orang pertama yang menerjemahkan buku-buku termasuk buku-buku ilmu perbintangan pada pertengahan kurun ke-4 Hijrah.

Di zaman pemerintahan kerajaan Abbasiah, dikenal juga nama yang amat popular dalam bidang astronomi, yaitu Khalifah Abu Jaffar al-Mansur, khalifah pertama yang memberi perhatian kepada kajian astronomi. Ia menganggarkan biaya penelitian dalam bidang astronomi sangat besar. Ia menggunakan bagian dari istana sebagai laboratorium dan dikumpulkan para ilmuan astronomi untuk bekerja di dalamnya dengan upah yang besar. Ia mengangkat Naubakh sebagai pimpinan proyek ini. Mereka semua melakukan penelitian mendalam, termasuk mempelajari warisan ilmiah bidang yang sama yang pernah dikembangkan di Yunani, Parsi, dan India. 

Perkembangan berikutnya semakin canggih lagi, terutama dengan tampilnya Mohammad Al-Fazari, sebagai orang Islam yang pertama yang menemukan astrolube (jam matahari untuk mengukur tinggi dan jarak bintang). Buku karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad pertengahan oleh Johannes de Luna Hispakusis, yang kemudian dijadikan buku rujukan utama dalam bidang astrolabe di sejumlah universitas di Eropa. Selain karya Al-Fazari, masih ada sejumlah tokoh ilmuan astronomi dan karya-karyanya menghiasi perpustakaan universitas-universitas Eropa, ketika itu Amerika Serikat belum lahir. Di antara tokoh itu ialah Abu Sahl bin Naubakh, Ali bin Isa yang dikenal sebagai Phoenix pada zamannya (Zaman Abbasiyah). 

Kota Baghdad sendiri telah didirikan sebuah observatorium di zaman Al-Makmun. Di zaman Al-Makmun juga telah didirikan sebuah observatorium yang digunakan untuk mengukur daya dan kekuatan cahaya matahari. Semakin banyak lagi observatorium di dirikan di beberapa tempat dengan spesifikasinya masing-masing, seperti observatorium di Bukit Gaisun di Damaskus, untuk mengamati equinox, gerhana bintang berekor (comet) dan berbagai fenomena langit lainnya. Kota Bangdad dan Damaskus tampil sebagai kota sains yang belum pernah ada sebelumnya dalam sejarah kemanusiaan. 

Puncak kejayaan astronomi di dalam dunia Islam ditandai dengan tampilnya Al-Battani (w.930M/317H) yang mengembangkan penelitian yang bukunya menjadi sangat tersohor di Eropa setelah diterjemahkan oleh Nallino pada tahun 1903M. Karya Al-Battani inilah yang mengispirasi penemuan jam dinding dan jam tangan seperti yang ada saat ini. Al-Battani juga yang menemukan secara pasti setahun sama dengan 356 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.