Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Isu-isu Islam Kontemporer (2)

Apakah Nasionalisme Paralel dengan Islam? (1)

Kamis, 12 Desember 2019 08:00 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Nasionalisme dalam arti popular yakni suatu konsep kenegaraan yang mengacu kepada negara bangsa (nation state), sebagaimana yang umum dipraktekkan di dunia saat ini, sesungguhnya tidak ada masalah dengan Islam.

Bahkan Islam sejak awal mempraktekkan sebuah pemerintahan yang mempunyai corak nasional. Negara Madinah yang dibangun Nabi sesungguhnya tidak lain adalah sebuah negara bangsa yang sesuai dengan keadaannya pada saat itu.

Baca juga : Mengenal Siyasah Syar`iyyah (1)

Hanya saja negara bangsa yang didirikan Nabi itu bersifat terbuka, bukannya bersifat tertutup seperti yang digagas oleh Frederick Hegel (1776-1831), sebagaimana dijelaskan dalam artikel kemarin. Negara Madinah memiliki aturan bersifat lokal dan mengakomodasi berbagai kelompok yang ada di dalamnya.

Piagam Madinah adalah prinsip bermasyarakat dan bernegara yang amat monumental, bukan hanya bagi umat Islam atau negara-negara muslim, tetapi oleh para ahli politik sekuler sekalipun mengakui keberadaan Piagam Madinah sebagai Piagam kemanusiaan dan kemasyarakatan pertama terbaik dan belum pernah ada sebelumnya.

Baca juga : Menjadi Manusia Proaktif (1)

Konsep kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diperaktekkan Nabi di Madinah dapat dikatakan Nasionalisme Inklusif, karena pada satu sisi, Nabi memberi pembatasan wilayah dan otoritas pemerintahannya dengan wilayah dan otoritas pemerintahan lain, tetapi pada sisi lain Negara Madinah membuka diri untuk mengakomodasi nilai-nilai dan kearifan lokal, termasuk nilai-nilai budaya dan keagamaan lokal di sana.

Negara Madinah tidak pernah meng-hapus kekuatan-kekuatan lokal termasuk agama Yahudi, Nashrani, Majusi, dan paganisme yang ada di bawah pemerintahannya hingga akhir hayatnya.

Baca juga : Bersahabat dengan Globalisasi

Hal itu juga dilanjutkan oleh para Khulafa’ al-Rasyidin, Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Bahkan Al-Qur’an menyebutkan agama Yahudi le bih 15 kali, Nashrani, lebih dai 10 kali, termasuk agama Majusi dan aliran kepercayaan yang ada di sana.

Hak-hak lokal para warga suku dan agama juga diberikan pengakuan oleh Nabi (lihat artikel sebelumnya yang pernah diulas di Harian ini). ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.