Dark/Light Mode

Obral-Obrol Literasi Digital

Rangkul Anak Agar Tak Terjebak Judi Online

Minggu, 12 Mei 2024 08:08 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Berdasarkan penelitian dari Massachusetts Of Public Health, kecanduan judi mulai dapat terjadi pada anak usia 10 tahun.

Orangtua dan pengasuh anak perlu memahami risiko dan cara agar anak terhindar dari judi online sejak dini.

Peran orangtua menjadi sangat penting dalam mencegah maraknya perjudian online di kalangan remaja dan anak-anak.

Namun sayang, orangtua justru seringkali dihadapkan pada masalah gagap teknologi, meski banyak pula orangtua yang menjadikan gawai sebagai pengasuh kedua.

Maraknya judi online pada anak terindikasi berasal dari konten game streaming yang seringkali secara terang-terangan mempromosikan situs judi slot.

PPATK menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online, dengan 2,1 juta di antaranya berasal dari masyarakat dengan profesi ibu rumah tangga dan pelajar dengan penghasilan dibawah Rp 100 ribu.

Bagaimana strategi agar masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan tipuan, rayuan, dan iming-iming judi online?

Baca juga : Game Online Berbeda Dengan Judi Online

Hal ini dibahas Kementerian Kominfo dalam Obral Obrol liTerasi Digital, pada Jumat, 10 Mei 2024 yang mengangkat topik "Rangkul Anak, Cegah Judi Online Pada Anak".

Isu maraknya judi online yang meresap dalam kehidupan anak-anak menimbulkan keresahan.

Karena itu, orangtua harus aware terhadap isu-isu di ruang digital, sehingga dapat menyampaikan komunikasi risiko penggunaan gawai pada anak dengan tepat.

Anak pun, dapat memahami apa yang sedang mereka hadapi dengan respon yang baik, seperti apa keuntungan dan kerugiannya.

Menurut Diena Haryana selaku Dewan Pengarah Siberkreasi, Pegiat Literasi Digital & Founder Sejiwa, orangtua harus jeli melihat tingkah laku anak.

Jika anak memiliki adiksi pada gawai dapat dilihat biasanya memiliki tingkah laku yang tidak biasa. Seperti, enggan belajar, tidak tertarik melakukan aktivitas di luar rumah, hingga merugikan secara finansial.

Karena itu, Diena menegaskan, anak-anak perlu diajari membangun personal branding sejak dini, agar anak mengenal visi misi dalam hidupnya.

Baca juga : Anak SYL Beli Skincare Pakai Duit Kementan

“Sehingga, anak-anak dapat memiliki personal branding yang baik, agar tidak menjadi sasaran komentar negatif di ruang digital,” ujar Diena.

Tak hanya itu, Diena juga menegaskan bahwa anak-anak yang terlibat dalam judi online justru akan menambah beban psikologis di masyarakat, karena pelaku judi menjadi bertambah.

Menurut Psikolog Nurul Qomariah, orangtua perlu selalu hadir dalam tumbuh kembang anak dengan melakukan observasi keterlibatan, karena anak menunjukkan apa yang ia butuhkan melalui perilakunya.

Nurul menambahkan bahwa anak usia 10 tahun sedang memiliki adrenalin untuk belajar yang tinggi.

Maka tak heran jika tak terkontrol mereka bisa coba-coba melakukan kegiatan yang menimbulkan kecanduan dan terjebak pada hal-hal negatif.

Sehingga, anak-anak dapat tumbuh dengan sudut pandang negatif pada dirinya. Orangtua harus hadir secara utuh. Tidak sekadar ada di samping anak-anak.

“Alangkah baiknya jika kita memberikan waktu untuk menceritakan apa yang menjadi kesukaannya. Karena kalau anak sudah trust sama kita sebagai orang tua maupun pengasuh maka ia akan mudah menceritakan apa-apa yang menjadi kesukaannya,” ungkap Nurul.

Baca juga : Film Dokumenter Jadi Literasi Digital Pekerja Migran Tangkal Terorisme

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah menyoroti adiksi judi online pada anak sudah menjadi masalah publik yang semakin mengkhawatirkan.

Jika seorang anak sudah mengalami adiksi terhadap judi online, dukungan dari orangtua harus lebih optimal dalam proses pemulihan.

“Di sinilah kerap sekali judge maupun bahasa-bahasa diskriminasi, malah marah dan putus asa terhadap anak harus dihindari. Karena, penerimaan anak terhadap orangtua sangat penting,” ujar Ai Maryati.

Orangtua juga harus mencari upaya dari luar, seperti terhadap orang tua dan anak dari pemerintah daerah juga menjadi faktor penting dalam pemulihan anak dari perilaku negatif seperti judi online.

KPAI menemukan ekosistem negatif pada anak yang diakibatkan oleh penyalahgunaan teknologi dan media sosial. Seperti, keinginan anak untuk bunuh diri, anak berhadapan dengan hukum, hingga eksploitasi ekonomi.

“Orangtua adalah role model bagi anak, hingga harus memiliki kecakapan dan bijak dalam menggunakan teknologi,” imbuh Ai Maryati.

Orangtua juga merupakan pintu utama komunikasi dalam membangun kesepakatan-kesepakatan dengan anak dalam menggunakan gawai, agar anak tidak terpapar penyalahgunaan konten negatif di jagad maya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.